Wednesday 29 April 2020

Layanan Rapid Test Covid-19

Virus Corona itu  nyata.   Saya nyaris dibuat parno ketika tahu tidak jauh dari tempat tinggal saya ditemukan kasus 2 pasien positif Corona (Covid 19). Sebelumnya hanya tau lewat berita kalau di beberapa tempat ditemukan kasus Corona. Virusnya menjalar dengan cepat. Sekarang korban yang jatuh lokasinya cukup dekat dengan tempat tinggal.
Lewat obrolan WAG warga RT yang saya ikuti, saya dapat info ternyata pasien yang positif ini orang tanpa gejala alias OTG yang masih sempet-sempetnya salat tarawih di masjid dengan warga lain. Bisa kebayang  udah banyak orang yang sudah kontak dengan beliau.

Sebagai respon dari masalah ini, aparat polres setempat segera memblokir jalan yang menghubungkan komplek saya dengan wilayah terdekat di mana OTG ini tinggal. Saya sempat heran ketika harus keluar mengambil uang ke ATM melihat pemblokiran jalan. Ternyata itu masalahnyam Terus terang, suasananya terasa mencekam. Duh, kok kayak perang sih ini?


Berita-berita seputar wabah Covid 19 ini  bukan hanya mampir di lini masa media sosial saja, akan tetapi  juga forward pesan yang bertebaran di grup Whatsapp. Kadang terlalu excitingnya circle yang ada di WAG, tidak sedikit  berita yang disebar malah memberikan aura intimidatif. Kalau udah gini saya suka main clear chat aja.

Sementara di sisi lain kita juga tetap butuh informasi seputar wabah ini. Walau yang dinyatakan sembuh semakin banyak, di sisi lain penambahan kasus juga bikin sedih. Maunya yang sembuh makin banyak dan kasus yang nambah jangan ikutan banyak. Pilihan sikap terbaik kalau dapat info seputar wabah ini adalah tetap tenang dan lakukan cek ricek melalui sumber terpercaya.


Wabah Covid 19 dan PSBB

Sebelum pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pernah juga beredar di WAG mengenai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang tinggalnya juga tidak jauh dari tempat saya tinggal.  Udah rame aja spekulasi yang beredar, pihak RW setempat langsung melakukan lock down. Beberapa pintu gang yang mudah dilalui langsung ditutup, hanya menyisakan satu jalan besar yang portalnya dibuka dengan penjagaan. 

Heboh sekali soal adanya  PDP ini  (yang katanya dari keluarga  seorang nakes).  Eh, belakangan tetangga saya yang berprofesi sebagai bidan  ternyata kenal dengan keluarga itu. 

Beliau  pun segera membantu meluruskan masalahnya. Pasien yang dimaksud sudah lama dirawat dan sedang dalam masa penyembuhan. Selentingan lain yang menyertai spekulasi bersamaan dengan berita itu ga bener.  

Sedikit lebih lega deh setelahnya. Memang ya, di jaman seperti ini kok penggunaan smart phone ga dibarengi dengan kepintaran orangnya. Please atuhlah, saring before sharing.

Saat kasak-kusuk ini rame, saat saya harus keluar untuk ngambil uang di ATM atau belanja ke pasar misalnya, saya masih aja lihat orang yang ga pake masker. Seolah-olah mereka ini ga tau atau ga mau tau dengan pandemi yang terjadi. Padahal kita ga tahu orang yang berpapasan dengan kita, ngobrol atau ngantri di atm dengan jarak sebenarnya kurang jauh itu secara tidak sadar sudah melakukan kontak dengan penderita virus Corona 19 ini. 


Mengenal Rapid Test

Selain mengenakan masker, menjaga sanitasi serta pembatasan jarak,  pemerintah berupaya keras untuk memangkas rantai penyebaran Virus Corona 19 ini dengan melakukan rapid test.

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi dalam tubuh (IgM dan IgG) yang diproduksi oleh tubuh saat terpapar oleh virus Corona.  Pernah baca atau tau sedikit hal tentang sel darah putih? Sel darah putih yang berfungsi untuk imunitas tubuh kita ini lah yang merespon saat ada benda asing (dalam hal ini virus)  menyusup ke tubuh kita.

Saat mendeteksi ada masalah, sel darah putih kita akan membentuk antibodi untuk mencegah virus Covid 19 berkembang biak. Antibodi inilah yang akan dicek dengan menjalani Rapid Test.

Siapa saja yang harus menjalani Rapid Test? Ada 3 kelompok yang wajib mengikutinya, yaitu:


Orang Tanpa Gejala (OTG)


Untuk kategori ini memang agak sulit mendeteksinya karena tidak menunjukkan gejala pada umumnya. Namun kalau tahu pernah melakukan kontak dengan pasien positif Corona Virus 19, makan wajib mengikuti tes ini. 


Orang Dalam Pemantauan (ODP) 

Bagi yang mengalami demam tinggi di mana suhu tubuhnya melebihi 38 derajat celcius atau punya sakit pilek dan sakit tenggorokan seperti batuk juga perlu melakukan rapid test ini.


Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

Yang masuk dalam kategori ini beberapa diantaranya adalah:
  • Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
  • Pernah berada di sekitar penularan lokal
  • Mereka yang mengalami demam dan pernah melakukan kontak dengan pasien positif
  • Mereka yang profesinya berhubungan dengan orang banyak. Misalnya saja polisi, pengemudi transportasi umum, tenaga kesehatan dan sebagainya.


Kalau masih tidak yakin namun penasaran apakah perlu mengambil tes ini, silakan cari tau tingkat risikonya dengan membaca tanya jawab seputar virus Corona 


Rumah Sakit Penyelenggara Layanan Rapid Test

Tidak semua rumah sakit bisa melayani  pasien yang akan melakukan rapid test. Tapi jangan khawatir, karena Pemerintah sudah bekerja sama dengan aplikasi Halodoc dan  sejumlah rumah sakit yang ditunjuk untuk menyelenggarakan rapid test. 

Selain melalui website, halodoc juga bisa diakses melalui aplikasi yang bisa diunduh lewat google play atau apple store secara gratis. 


Halodoc bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Termasuk ketika pemberlakuan PSBB seperti sekarang yang tengah berlaku. Kita masih bisa berkonsultasi dengan dokter, terhubung dengan apotek dan layanan asuransi dalam satu aplikasi sekaligus. Mudah dan praktis. 

Rapid Test dilakukan dengn caranya mengambil sample darah untuk menguji antibodi yang tadi saya sebutkan di atas.

Biaya yang dikenakan antara satu rumah sakit dengan rumah sakitnya bisa berbeda-beda. Waktu pelaksanaan tes pun sangat singkat dan tidak harus  menunggu lama. Hasil tes akan diinformasikan kepada pasien melalui notifikasi atau sms yang dikirimkan oleh aplikasi Halodoc.  

Yang harus diingat, jangan lupa untuk datang tepat waktu, menggunakan masker (kacamata juga dianjurkan) dari dan ke tempat tes, membawa tanda identitas lengkap dan tentunya menunjukkan bukti tanda booking yang harus ditunjukan saat datang di rumah sakit yang dipilih.

Hasil Rapid Test

Rapid Test adalah skrining atau langkah awal dalam penanganan penyakit ini. Bila hasil tes menujukan positif, pasien harus segera melakukan konsultasi dengan dokter untuk menentukan tindakan selanjutnya. 
Sementara itu jika hasil tesnya menunjukkan gejala yang ringan,  segeralah lakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. 

Jangan ke mana-mana agar penyebaran virus tidak semakin meluas. Walau gejalanya tampak remeh, kita tidak akan pernah tau kepada siapa virus ini akan menular. 

Beberapa temuan terbaru, bukan saja orang tua atau mereka yang mempunyai riwayat penyakit seperti kanker, diabetes dan hipertensi yang berisiko. Golongan usia produktif bahkan dokter  yang sepertinya tidak akan kenapa-kenapa sudah banyak yang jadi korban.

Plis, sadari kalau protokol kesehatan dan peraturan seperti PSBB dibuat untuk kebaikan bersama. Jangan bandel atau ngeyel, ya. Kangen, kan untuk kembali beraktivitas dan berinteraksi lagi seperti dulu?




Share:

Monday 27 April 2020

Promo Menu Paket Duk-duk Fat Oppa

Biasanya tahun-tahun lalu bulan puasa akan identik dengan acara buka buasa bersama.  Tapi puasa tahun ini puasanya jadi berbeda.  Ga bisa lagi jalan ke luar karena adanya pandemi Covid-19 ini. Hiks sedih, ya. Sedih ga bisa ketemu temen, sedih ga bisa hunting kulineran jelang buka puasa seperti tahun-tahun lalu.  

Tahun kemarin kalau lagi ga ada acara buka bersama di luar, dan saya lagi kumat malesnya masak di rumah, jalan ke depan rumah dan beli makanan untuk buka puasa itu solusi paling gampang. Dari gorengan, es cendol, es pisang ijo dan penjual makanan lainnya bakal ramai di depan masjid.  Tapi tahun ini sepiiiii... ga ada yang jualan.  Kayak hari jumat kemaren, ketika saya harus ngambil uang tunai di atm, saya ga nemu penjual makanan iftar yang biasanya mangkal di pinggir jalan.


Untunglah ada Fat Oppa yang tetap melayani pesan makanan selama puasa ini dengan Paket Duk-duknya itu.  Duuuh ngomongin Korean Food yang satu ini emang ga ngebosenin. Soal harga worth it dan rasa juara. Porsi? Bikin kenyang pake banget.  Ditambah lagi pas puasa ini Paket Duk-duk dikasih diskon ga nanggung, sampai 40%. Huaaa luuuv banget.







Ada 3 Paket Dukduk yang ditawarin sama Fat Oppa, nih. Paket Duk-duk 1, Paket Duk-duk 2 dan Paket Dukduk 3.  Jadi kita bisa ngira-ngira paket mana yang porsinya bisa memenuhi kebutuhan kita. Kalau  di rumah ada banyak orang, ya udah sih saya saranin pesen paket Duk-duk 3 aja. 

Harga normal untuk Paket Duk-duk 3 ini adalah Rp. 322.000 tapi dikasih diskon 40% jadi kita cuma bayar Rp. 225.000 ribu aja. Kalau jarak dari outlet Fat Oppa ke rumah kita maksimal 5 km, malah makin asik karena dikenai free ongkir.

O, ya saya mau cerita dulu ah tentang pesanan saya tempo hari.  Jadi waktu dikirim ke rumah, paketnya udah dimasakin.  Mateng, cuy! Ga ada tuh drama riweuh harus ngegrill dulu. Abis salat kita bisa langsung mencicipi paket ini.  Makin berasa nikmatnya kalau ditemenin sama nasi anget. Awas lho, kalau makan ini sebelum salat isya, bisa kenyang sampai menghisap oksigen dari kepala ke perut, alias ngantuk hihihi. Jangan sampe salat tarawihnya bablas. 


Wagyu dan BBQ Platternya ini paling sukaaa. Wagyuya tebel, chewy digrill dengan tingkat kematangan yang pas. Ga kematangan tapi juga ga mentah. Sementara BBQ Platter kalau masih mentah, tampilannya lucu banget. Dimakan ya rasanya juga enak, bumbunya meresap sempurna sampai ke seratnya.  Eh tapi, untuk Dak Bulgogi dan Woo Samgyeop juga ga kalah enak. Apalagi dagingnya banyak banget.


nih ini penampakan BBQ Platter mentah sebelum digrill
Baca juga https://www.catatan-efi.com/2018/08/bbq-oden-nasi-goreng-bulgogi-ala-fat-oppa.html

Kimchi yang dikemas dalam jar ini juga enak. Kurangnya 1 sih, cuma banyak. Mungkin harus abisin sendiri kalau mau puas mah. Muahaha.... rakus amat, mbak?

O iya, waktu saya nerima paketnya ini dikemas dengan baik sekali. Meski dibungkus keresek, Fat Oppa memastikan isinya ga acak-acakan dengan cara mengikat plastik erat menggunakan segel plastik bergerigi itu lho. Duh apa ya namanya? :X. Untuk Paket 3, diwadahi dalam dua keresek besar.  Trus ga usah cemas juga es krimnya bakal lumer karena dikemas khusus dalam segel yang bisa digunakan berulang.

Es krimnya saya suka sama rasa duren, walau bukan penggemar tulen buah duren. Gimana ya, rasanya? Lucu aja, jadi inget es krim puter rasa duren yang suka dijajakan mamang es krim yang suka keliling itu, lho.  

Terus teh boricha yang dikasih juga banyak banget. Seliter.  Tanpa tambahan gula membuat rasa tehnya terasa kental.  Yang khawatir bakal jadi pabrik gula karena kebanyakan minum teh, ga usah khawatir deh, karena Borichanya Fat Oppa ini aman. Malah kan, kita tau kalau suka minum teh justru baik buat mengikis lemak di dalam perut.

Sebagai bentuk dukungan Fat Oppa di masa PSBB ini,  setiap satu pemesanan Paket Dukduk mana saja, driver yang mengantarkan pesanan kita bakal dapat bonus 1 menu dari Fat Oppa buat berbukanya mereka, lho. Uuuuh, so sweet, ya.

So, buruan deh pesen Paket Dukduknya ke otulet Fat Oppa terdekat.  Bisa pilih nih ke salah satu cabang yang posisinya paling deket dari rumah
  • Fat Oppa Jalan Karapitan no. 82
  • Fat Oppa Jalan Terusan Jakarta (Antapani) no. 43
  • Fat Oppa Jalan Amir Machmud no. 772, Cimahi

Boleh banget tanya-tanya dulu ke +62 858-6284-0760 atau cus follow ignya Fat Oppa di https://www.instagram.com/fat_oppa/, ya.
Share:

Monday 20 April 2020

Pengalaman Mengurus Pasien ke IGD di Masa Pandemi Covid 19

Kurang lebih sudah 4 minggu ya kita coba bertahan untuk tinggal di rumah sejak pandemi Covid 19 ini meluas di dunia.  Ga bisa dipungkiri kalau di waktu tertentu ada situasi yang membuat kita harus keluar rumah.

Ngeri, males tapi kepaksa. 

Ada yang harus pergi bekerja karena kantornya menyediakan jasa layanan publik atau pemasok kebutuhan pokok, harus berdagang atau barang sebentar harus keluar rumah untuk pergi ke dokter.

Saya sempat mengalaminya sekitar 3 minggu lalu. Tiba-tiba saja Apa (bapak) minta dibawa ke IGD.  Duh gimana ini?

sumber gambarnya dari https://www.tsnn.com/

Saya sempat membujuk Apa buat tetep tinggal di rumah saja, dengan situasi sekarang yang mengerikan. Masih inget sebelum ini sempat dibawa ke rumah sakit dan masuk IGD harus nunggu sampai jam 3 pagi (dateng sekitar jam setengah sepuluh malam). Waktu itu dokter jaganya bilang kamarnya udah penuh. Dan dokter lain yang akan memeriksa belum tau dateng jam berapa.

"Emang jam berapa?"


"Ya mungkin jam 8 pagi" jawabnya santai.  Kalau mau nunggu silakan, tapi kalau mau dirujuk ke rumah sakit lain juga boleh."


Jujur saja, saya sebel dengan jawaban dokternya seperti itu. Bukannya ada jadwal dokter tiap hari siapa yang berjaga, ya? Setelah diskusi sama adik dan Mama yang nunggu di rumah akhirnya kami memutuskan untuk minta pindah rumah sakit saja.

Dan tau ga? Pindah rumah sakit ternyata ga semudah itu. Harus kami sendiri yang nyari. Maka tengah malam gitu saya kelayapan di ruang google mencari nomor kontak rumah sakit terdekat.  Setelah tersambung pun ga semudah itu dapat info kesediaan kamar. Suster atau petugas yang jaga di IGD rumah sakit lain yang saya telepon cuma mau ngomong sama nakes (tenaga kesehatan)  yang menangani Apa.


Pertama kali masih mau. Lama-lama dokternya  kayak yang bete tiap tersambung saya nyodorin HP buat bantu menjelaskan sama nakes di seberang sana.  Lama-lama list RS yang tersedia habis. Saya ga punya pilihan lagi buat bertahan atau nunggu. Beberapa pasien yang nunggu kamar tidak sedikit kondisinya lebih miris dari Apa. Waktu itu saya coba membujuk gimana kalau pulang lagi aja? Besoknya kita cari rs atau dokter saja buat konsultasi.


Ya udah akhirnya mau. Waktu bilang sama perawat di sana saya sempet diwanti-wanti. Kalau ada apa-apa mereka lepas tanggung jawab. Dengan sebel saya jawab, iya gapapa.  Toh bertahan sampai pagi pun ga ada tindakan lanjutan. Mending di rumah saja. Lalu saya dikasih berkas buat ditandatangani, sebagai pernyataan tidak akan menuntut kalau terjadi sesuatu sama Apa. Duh, deg-degan sih sebenarnya tapi mau gimana lagi? Setelah dibawa pulang ke rumah, Apa bisa tidur dan pergi ke dokter praktek sore harinya. 

Itu kejadiannya sebelum terjadi pandemi Covid 19 ini.

Lalu red alert itu berbunyi nyaring lagi dua minggu lalu seperti yang saya bilang di atas. Tangan dan kaki kirinya ga bisa digerakkan. Adik saya yang bungsu udah panik dan memaksa saya bawa ke rumah sakit ( dan situasi paling mungkin di bawa ke rumah sakit yang sama itu tadi). Takutnya stroke karena Apa ga bia gerakin tangan dan kaki.  Sementara saya masih parno dengan situasi wabah ini ditambah pengalaman dokter yang menangani waktu itu.


Ya udah dengan pikiran kalut dan ga bisa mikir tenang, saya dan adik saya yang cowok pergi ke rumah sakit itu lagi buat bawa Apa ke IGD. Di tengah jalan saya berdoa ga ketemu dokter yang judes itu. Kalau pun iya ketemu lagi, pasrah aja.


Singkat cerita, sampai di rumah sakit. Malam itu kami semua pake masker buat perlindungan.  Apa sempet ngeluh kalau maskernya bikin sesak. Saya bujuk buat tetep dipake karena situasinya mengharuskan seperti itu.

Begitu kami datang, satpam di IGD langsung sigap menyambut dan menyiapkan brangkar dorong untuk Apa. Perawat yang stand by dengan sigap melakukan prosedur penanganan pasien sambil mengajukan pertanyaan sama saya. Seperti apa keluhannya? Punya riwayat penyakit apa dan sedang minum obat apa?


Selang beberapa lama, sambil nunggu dokter jaga yang akan memeriksa dan tindakan lanjutan, saya ngurusin administrasinya.  Untuk tahap awal saya mendaftarkan Apa dengan menyerahkan KTP dan fotokopi Askes (waktu itu lagi buru-buru jadi ambil sekenanya). Sialnya pas diinput nomor Askesnya ga kedeteksi.


"Ini nomer lama ya, Teh? Minta nomer Askes yang baru, ya."



Duh ada-ada aja karena saking paniknya asal samber dokumen. Trus saya nanya bisa ga kalau difotoin dari HP? Alhamdulillah bisa. Lalu saya minta tolong adik di rumah buat fotoin dan kirim ke pesan WA.  Setelah nunggu beberapa waktu akhirnya foto nomor Askes terbaru terkirim dan proses administrasi bisa diselesaikan.



Serangkaian pemeriksaan dilakukan lagi. Kali ini saya ke kasir ngurus bukti pembayaran.  Letaknya ada di bagian paling depan ruang IGD.  Kursi-kursi yang ada di sana sudah ditandai X secara berselang-seling.  Saya duduk di kursi yang ga ditandain. Ga lama kemudian ada dua pengunjung duduk di kursi di sebelah saya. Salah satunya duduk di kursi yang sudah ditandai X.   


"Mbak, maaf ga boleh duduk di sini. Udah ditandain."
Saya berani negur saking ngerinya dengan efek sebaran virus Covid 19 ini. Walaupun terlihat sehat, tapi prosedur keselamatan harus ditaati, kan?  Mbaknya mungkin ga ngeh dan berdiri. Gemes saya lihat dia dan keluarga lainnya berdiri berkerumun. Padahal yang lagi nunggu antrian di loket bukan saya dan mereka aja. 

Pas saya berdiri ngantri pembayaran,  kesebelan saya berikutnya adalah jarak antrian yang cenderung dekat.  Masih banyak selow. Hadoooh pengen lelepin tanduk ditahan-tahan. Mana saya belum solat maghrib.  Untungnya proses pembayaran di kasir ga begitu lama.  Balik ke ruang IGD saya nyerahin dokumen pembayaran dan bilang sama adik mau solat Maghrib dulu.

Keluar dari IGD saya nyari musola yang lokasinya ada di gedung lain. Satpam di depan pintu gerbang (sistem pintu masuknya berlapis) mengecek suhu tubuh saya. 35 derajat apa 36 derajat celcius gitu. Lupa :).  Saya diizinkan masuk untuk solat. 

Malam itu suasana rumah sakit sepiiii banget. Saya celingak celinguk nyari orang yang bisa saya tanyain soal arah ke musola. Panduan arah dari satpam tadi kurang jelas. Akhirnya saya nemu penunggu pasien yang lagi berdiri di halaman gedung lain. 

"Ke sana," kata mereka sambil nyebutin arah. "Kok ga solat di IGD aja?"  mereka nanya.

"Ga bisa pak, ga ada musola di sana"

"Padahal mah, solat aja di deket pasien," timpal mereka.

Males menjelaskan spacenya ga memungkinkan, saya ngeloyor pergi  dan berhasil menemukan musola. Duh kayak uji nyali aja. Sepiiii. Biasanya jam-jam solat apalagi waktu maghrib, biasanya musola di tempat umum termasuk rumah sakit cukup rame. Tapi situasi malam itu beda.  Waktu solat malam itu saya pake mukena yang dibawa dari rumah, jadi tetep aman, ya.  Lantai kayu masjidnya malam itu juga sudah ga beralaskan lagi sajadah, menciptakan suasana dingin semakin intens. 

"Tenang... tenang... Ga ada apa-apa, kok" Saya ngasih sugesti sama diri sendiri. Saya berusaha masa bodoh kalau tiba-tiba malam itu ada yang nimbrung solat.  Untungnya ga ada penampakan apa-apa. 

Saya sendirian dari pertama wudu sampai selesai solat. Sedih deh liat musola sepi.  Hiks, sampai kapan kayak gini?


ilustrasinya dari https://aboutislam.net/

Abis solat sya buru-buru balik ke IGD dan nungguin Apa. Giliran adik saya yang izin keluar sambil cari makanan.  Lumayan lapar juga dan saya menyerahkan sama adik buat beliin makanan apa aja. Yang penting bisa buat ganjel perut.

Waktu balik adik saya bawa air mineral, snack, roti dan sate + nasi.  Lihat situasi di IGD, kok gimana gitu kalau saya makan di situ. Saya jalan dulu ke luar dan makan di bangku-bangku yang biasanya digunakan pengunjung buat nunggu. Sama kayak di musola atau bagian lainnya rumah sakit. Sepi. Saya cuek aja makan dan mencuci tangan (pake hand sanitzer yang dibawa) di tempat yang sama.

Balik ke ruang IGD saya sama adik nemenin lagi Apa sambil sesekali tenaga kesehatan memeriksa kesehatan Apa.  Alhamdulillah dokter yang waktu itu bikin saya males ga berjaga. Kali ini yang menangani lebih enakeun melayani. 

Dokternya baik dan santai lalu menjelaskan diagnosa sementara. Faktor usia emang dominan banget (Apa udah berusia 74 tahun) Sebelum ini Apa emang punya riwayat  penyakit darah tinggi dan gula darah. Baru tahun-tahun ini saja kondisinya mengkhawatirkan. Kesehatannya gampang ngedrop.

Saya lihat situasi pasien IGD lainnya ada yang harus pake ventilator, dipasangi mesin pembaca detak jantung dan di bilik lain saya lihat ada seorang pasien wanita yang tengah hamil besar. Entah apa keluhannya, sepanjang malam itu dia mengerang terus. Duh saya paling ga tahan ada di situasi ini. Pengen buru-buru balik. Di tengah-tengah kecemasan malam itu saya diingetin lagi satu hal : 

"Nikmat  Sehat itu Mahal"

Jam 2 pagi akhirnya Apa dapat kamar.  Saya ikut ke ruang rawat untuk memastikan posisi ruangan di mana. Adik saya jaga di sana buat nemenin, sementara saya harus pulang karena yang jagain pasien cuma boleh seorang aja.

Jadi jam 2 pulang ke rumah?
Iya. Bismillah saya cek aplikasi ojek online masih dapat driver. Sekitar setengah 3 saya sampe ke rumah tapi ga bisa langsung tidur. Saya mandi dulu baru bisa merem. Byuuuh dingin. Kalau ga lagi pandemi mungkin saya langsung gosok gigi dan tidur aja.  Bangun subuh buat solat sebentar dan kolaps lagi sampai jam 10 pagi huahahaha.... Abis ngantuk berat.

Trus gimana kabarnya Apa?
Alhamdulillah ternyata bukan stroke tapi gejala parkinson. Jadi waktu itu ga bisa gerakin tangan dan kaki ya karena masalah parkinsonnya. Bukan karena stroke.  


Pas 7 hari Apa udah boleh pulang dan saya pesen taksi online buat jemput Apa. Berkali-kali saya nelpon mama buat mastiin apakah semuanya udah oke.  Mama bilang iya.   Waktu itu saya pergi dari rumah sama adik pake motor. Pas pulangnya adik balik pake motor, dan saya ikut mobil. 

Sampai di rumah sakit (halaman depan) saya saya nanyain situasi sama Mama biar bisa pesan taksi online.  Mama lupa kalau ada dokumen pasien yang harus diselesaikan, jadinya bilang oke-oke aja. Sementara taksi online yang saya pesan udah dateng dan nunggu lebih dari 10 menit. Saya panik dong, karena khawatir auto cancel. Drivernya juga gitu, udah gelisah. Sialnya hari itu sinyalnya ga bersahabat jadi susah buat nyambung ke Mama yang masih di dalam rumah sakit.  

Kok ga masuk aja?

Saya ga punya surat izin masuk sebagai pengantar pasien. Aturan rumah sakit waktu itu satu surat izin masuk cuma berlaku buat satu orang. Makanya beberapa hari sebelumnya Mama dan adik saya bergantian pake surat pengantar itu. Tiap mau jaga, ga bisa langsung masuk. Harus nunggu dulu di post satpam buat gantian shift. Dulu nunggu pasien sakit ga seketat ini. Hiks.... Apa boleh buat.

Akhirnya Mama dateng di last minute, sementara tadi sebelum Mama datang, saya dan taksol udah masuk lewat basement. Di sana ada perawat yang nemenin Apa buat nunggu dijemput. Sambil nunggu Mama beresin administrasi itu kami cuma bisa nunggu di mobil. Adik saya yang tadi pergi bareng juga sama, ga bisa masuk. 

Selesai semua urusan akhirnya kami bisa pulang ke rumah. Sampai rumah seperti biasa saya mandi dulu. Padahal waktu itu hujan sore-sore (kayak judul lagu ga, sih?). Jangan ditanya dinginnya kayak gimana.  

Untuk kontrol rutin berikutnya dokter yang menangani Apa tidak menyarankan untuk datang ke rumah sakit. Apalagi riwayat Apa yang punya sakit diabetes dan hipertensi.  Ngeri, kan? Walaupun rumah sakit yang kami datangi hari itu bukan rumah sakit rujukan penanganan penyakit yang disebabkan virus Covid 19, tetep aja kami ga mau cari masalah. Akhirnya untuk kontrol berkala (sebulan sekali) kami datang ke rumah dokter dengan jadwal yang sudah ditentukan. 

Jadi ga bisa klaim BPJS/Askes emang. Tapi gapapa deh, everything is ok. Semoga wabah ini lekas berlalu.  Situasi di rumah sakit yang saya lihat waktu itu  (datang ke IGD) sempet bikin saya merasa ga nyaman dan ga bisa mikir dengan tenang.  Semoga teman-teman ga ada situasi yang memaksa harus mengalah pergi ke rumah sakit, ya. 
Share:

Saturday 11 April 2020

Curhat: Doa Andalan Ketika Sedih

"Passion kalian itu curhat, lho. Kenapa ga maksimalin nulis di blognya dengan curhat?" 

Itu ucapan Ibu Laurina Pane, salah satu fasilitator BARS ketika kami ketemuan. Waktu itu saya sama Nchie lagi ngobrol sama beliau.

"Gitu ya, Bu?"  *lah balik nanya, jitak!* :D

Jujur saja saya tuh bingung kalau nulis curhat.  Saya ga gampang cerita soal pribadi sama orang yang belum dikenal. Jadi kalau di luarnya saya suka hahaha hihihi atau tampak cool dengan ekspresi muka datar, sebenarnya saya juga sama kayak kalian, kok. Saya bisa sedih, saya bisa down, saya bisa patah hati.... *ups*

Nah, tadi sore tuh lagi scroll beranda instagram. Kebetulan pas lagi masa pandemi Covid 19, dan dengan sadar diri sebagian dari kita memilih untuk diem di ru mah aja. Keluar hanya bener-bener perlu (anyway bagi yang harus mencari nafkah atau pekerjaannya tidak bisa dilakukan di rumah tetep semangat, ya. Jangan lupa jaga kesehatan).  

Demi mendetoks hati dan pikiran dari racun-racun hoaks dan keparnoan yang mungkin aja wira-wiri di beranda, saya  ga butuh waktu lama buat memutuskan ikutan challengenya Nulis Bareng Stilleto.

Pilihan saya ga salah. jadi nemu banyak ide buat cerita walau kadang-kadang tantangan yang dikasih itu bikin mikir keras karena sedikitnya rada ngulik rahasia diri hihihi.... Baru hari ke-11 lho ini waktu saya nulis. Masih ada 20 hari ke depan. 

Jadi ceritanya untuk hari ke-11 ini ada tantangan buat ceritain quote yang paling diinget atau mewakili. Tiap orang dengan segala latarnya pasti punya banyak story behind postingannya, kenapa milih quote yang itu.

Kalau mau tau quote pilihan saya, coba cek deh akun ig saya @efi_thea. Jangan lupa like, komen dan follownya, ya hahaha

Gini-gini kembali ke topik.
Saya tuh nemu postingannya salah satu temen saya, Mega.  Di situ Mega cerita  kalau salah satu ayat quran jadi quote favoritnya.

Hmmm ngomongin ayat quran yang jumlahnya 6.666 itu saya juga punya pengalaman tersendiri dengan salah satu ayatnya yaitu Q.S Al Baqarah ayat 286.  Gini bunyinya:

skrinsutnya ngambil dari https://tafsirq.com/

Parah hati, remuk redam rasa, sedih, kecewa rasanya luluh pas baca doa ini. Memang ga bikin masalah ujug-ujug lenyap seketika . Setidaknya membuat kita jadi lebih lega, ga takut menghadapi masalah karena yakin kita pasti bisa melalui semuanya.

Saat-saat pandemi seperti sekarang ini, semuanya terimbas. Saya ga mau terlalu preachy karena setiap orang punya masalah yang berbeda karenanya. Tapi saya cuma mau ngajak untuk tidak patah arang.  Di saat yang sama jadi mikir duh ternyata dosa kita tuh banyaaak.   Ga berani lanjutin ah, speechless hik hiks...

By the way, mungkin teman-teman punya andalan doa lain ketika sedih, patah hati atau susana melow lainnya. Ilmu saya masih cemen, belum banyak referensi. Kalau mau berbagi di komentar boleh, lho. Yuk, kita saling menguatkan.

Dan emang bener ya, curhat membuat kita lebih plong. Kalau malu sama orang ya udah curhatnya lewat doa. Ga ada yang tau, kok.


Jadi, jangan menyerah, kita lalui bareng-bareng, ya. Semoga pandemi ini segera berakhir. Kangen ketemu lagi, kangen beraktivitas normal seperti dulu kangen suasana bulan puasa dan lebaran nanti Kangen semuaaaa

Share:

Friday 10 April 2020

Drama Ngantri di ATM Saat Pandemi Covid 19

Kurang lebih sudah hampir 4 minggu saya menghabiskan waktu diem di rumah. Kalau kepaksa keluar itu karena kepepet. Belanja ke pasar, ke mini market atau ngambil uang ke ATM misalnya.  

Meski sekarang eranya cashless, saya masih harus tetep pegang uang cash. Selalu ada aja hal-hal tak terduga yang bikin cepet abis dari biasanya. Misal Mama kehabisan uang tunai, terus pinjem dulu sama saya, saya pake  belanja ke warung atau  kebutuhan dadakan lainnya.

drama ngantri di atm saat pandemi covid 19

Sebisa mungkin saya tuh pergi ke atm pas waktu yang kira-kira sepi tanpa lupa dengan protokol kesehatan saat ada di luar: pake masker dan jaga karak.  Kadang perkiraannya pas, kadang juga meleset.  Nah pas kena jebakan meleset ini ada aja dramanya.

Ditikung Pas Ngantri

Lagi pandemi Covid 19 gini, kita harus jaga jarak, kan? Pas liat suasana ATM (yang paling deket dari rumah lokasinya di pojokan ruko deket komplek rumah)  lagi rame, saya males lah masuk ke dalam. Jadi nunggu di luar aja.

Dan ngomongin masalah ngantri ini,  attitude orang Indonesia masih banyak yang harus diedukasi. Ada aja yang cuek nyalip  atau masuk ke akurium mesin uang itu.  Ya emang ada beberapa ATM dari bank lain teronggok nangkring di situ. Tapi ketauan kok  kalau mau ambil duit di ATM yang celalu antri atau kalau ambil uang ke ATM lainnya. Udah kebaca pergerakannya. Diiih (((pergerakan))).

Lanjut

Pas ada ibu-ibu nikung depan saya, saya tiba-tiba jadi asertif. Ya abis sebel ditikung. 

"Bu, antri yaaa"

"Oh, Neng antri? Kirain enggak. Masuk atuh ke sana!"  Si ibu cuek aja ngomong. 

*menurut ngana?  eike lagi berjemur?*

Kesel saya. Nih ibu ga ngerti apa jaga jarak? 

Saya maju dikit aja, ga berani masuk karena ga memungkinkan bisa jaga jarak yang aman di dalam sana. Pas situasi aman,  baru deh saya masuk.  Untungnya ATM bank lain di pojokan yang  posisinya berhadap-hadapan dengan buntut ngantri lagi sepi peminat (((peminat))). 

Guess what? Si ibu ngekor, ikutan masuk.  Diiih Ibuuuu atuhlah.  Males saya berantem. Akhirnya saya maju dikit dengan posisi zig zag. Sambil berdoa antrian di depan lekas  memendek. Begitu yang ngambil uang selesai, saya majunya ngirit. Wakakak... Licik ya


Kehabisan Uang


Nah ini sebenernya masih nyambung sama kejadian di atas. Jadi sambil nunggu giliran, saya lihat papan elektronik di atas ATM. Lembaran merah merona alias seratus ribuan udah abis. Tumben. Biasanya lembaran merah ini belakangan abisnya setelah si biru tandas. Tapi situasinya ga kondusif karena penanda di papan itu ngasih isyarat kritis. Tanda mau abis. 

Feeling saya bilang nih ga bakal kebagian.  Dan bener aja mbak-mbak yang lagi ngambil uang  2 strip depan saya itu narik uang dengan nominal yang presisi dengan sisa terakhir di mesin. Selesai dia ngambil, papan eletroniknya langsung ngasih tanda X. A-B-I-S, ABIS.

Tapi sepertinya mbak-mbak yang jalan sama temennya di belakang itu (kesel saya liat posisi mereka deketan gitu, walau pake masker. Wkwkwk... masih gemes nih) ga mudeng.  Begitu juga dengan ibu lainnya yang antri di depan saya. Masih berharap dan setia menanti.

Saya langsung balik badan keluar dari rangkaian antrian di dalam akuarium. Biar ga merasa berdosa amat karena udah negur si ibu yang di belakang itu, saya kasih tau deh duitnya udah abis. Tapi ibunya ga mudeng.  "Tuh liat, penanda di papannya," kata saya sambil melengos. Entahlah si ibu ini ikutan balik badan apa tetep stay tune di sana. 


Nonton Emak-emak yang Nyolot

Nah ini seru juga wkwkwk..... Kok liat yang nyolot malah dibilang seru, ya?
  
Ceritanya gini. Di lain waktu,  pas ngantri saya nunggu rada lama. Posisi saya waktu itu lagi di luar akuarium ATM.  

Sama kayak situasi sebelumnya, ada yang mudeng harus ngantri ada yang cuek bebek nikung. Ibu yang antri di depan saya keliatan gemes banget nunggu. Feeling saya bilang nih yang ambil uang kayaknya gaptek. Soalnya ATM di sini baru-baru ini diganti dengan mesin yang bisa setor tarik.  Tongkrongannya beda dengan ATM sebelumnya

Terus sebentar saya intip papan elektroniknya. Duit lembaran biru alias 50 ribuan udah out of stock. Abis, Cuy!  Saya bilang gini sama si Ibu depan saya:

"Kayaknya dia ga tau duit 50 ribunya abis, terus keukeuh mau ngambil."

Ibu-ibu ini saya taksir usianya seumuran mama saya. Tapi penampilannya gaul abis, kayak  bosnya toko  di pasar baru dengan celana corak macannya itu. Dia ngintip bentar buat mastiin. 

"O, iya abis yang 50 ribuan."

Waktu itu ibu-ibu yang ngambil uang dateng bertiga. Kayaknya yang satu anaknya, yang satunya cucu atau ponakannya.  Udah lama, yang bikin saya gemes segemesnya itu mereka ga pake masker dan pada berdiri deket-deketan.  Duh, ini faktor gaptek atau apa sih. Ga bisa gitu yang lain nunggu di luar? Bikin akuarium penuh umpel-umpelan aja.

Kayaknya ada deh hampir 10 menit nungguin, usaha seseibu dengan tim horenya itu belum berhasil. Pengantri di belakangnya yang maju (sementara mereka bertiga masih diem di dalam akuarium atm) dan sepertinya usahanya gagal. Kesimpulan saya, kayaknya butuh pecahan 50 ribuan juga.

Lalu maju deh si Ibu bercelana corak macan ini dan narik uang dengan pecahan 100 ribuan. Yang bikin pecah susana waktu itu, sambil ngambil uang ga langsung dimasukin ke dompet atau tasnya. 


 "Nih, gampang tau ngambil duit. Ga usah lama-lama segala" dia ngacungin duit di depan ibu-ibu tadi.

Saya ngikik ngeliatnya. Apalagi pas ngantri tadi itu si Ibu ini negur ibu-ibu lain yang nyalip. Gini katanya. "Eh, Bu. Jangan nyele. Antri di luar dong, jangan masuk langsung masuk gitu aja."

"Iya tau. Biasa aja kali. Ga usah nafsu gitu" kata seseibu yang nyalip itu. 

Trus dia mundur? iya mundur, bukan karena sadar diri yang datang belakangan antri di belakang, tapi dia kecewa (ngira) keabisan duit.   Muahaha.... kocak amat. Ampun ya, dasar emak-emak.  

Kewarasan memang dipertahankan. Jangan stres dan mudah tersulut situasi biar  kita ga ngalamin reaksi psikomatis. Tapi sungguh kejadian di atm tempo hari jadi hiburan tersendiri.  Saking nunggu lumayan lama gitu,  saya dapat bonus durasi ekstra berjemur di bawah sinar matahari pagi.
Share:

Friday 3 April 2020

Aktivitas Physical Distancing

Sudah lebih dari dua pekan masa-masa work from home, social distancing, physical distancing -  whatever it names,  ini kita lalui.  Gimana kondisi kalian, teman-teman? Semoga sehat semua dan ga patah arang buat tetap semangat, ya. Walau cukup menyita energi, pikiran, dan hal lainnya.  Saya mengaminkan doa agar wabah Corona ini lekas usai. Kalau bisa sebelum Ramadhan datang, udah kelar.  


Sementara kita menghitung hari, aktivitas yang sebagian besar dilakukan di luar jadi bekurang. Kalau ga penting banget (buat kalian yang masih harus ke luar rumah, mengikhtiarkan rejeki jangan lupa jaga selalu kesehatannya, ya)  usahakan diem di rumah.  Pakai masker setiap keluar, cuci tangan lebih sering, dan berjemur di bawah sinar matahari pagi adalah protokol kesehatan yang harus kita patuhi. Demi kita, demi keluarga, demi semuanya.

Karena banyak diem di rumah, ya otomatis saya mulai jenuh.  Ga mungkin juga lah mentransformasikan diri sebagai kaum rebahan melulu meski sering diserang kantuk, terutama siang  hari hihihi.  

Biar berfaedah dan ga sia-siain waktu, saya melakukan beberapa aktivitas berikut yang sebelum masa pandemi ini terjadi malah nyaris ga saya lakukan atau kurang/minim.  

Eh, eh ada yang ngeh sama gambar yang saya jadiin header postingan ini? Iya itu diambil dari film Five Feet Apart. 

Ceritanya tentang dua pasien pengidap penyakit Fibrosis Kistis yang  menyerang saluran lendir di tubuh mereka terutama paru-paru dan pencernaan. Membuat daya tahan tubuh mereka ringkih dan mudah ketularan penyakit. 

Tapi dasar namanya udah cinta, mereka masih aja ngakal buat jalan bareng dengan cara gitu.  Dibatasi langkahnya sama tongkat sepanjang 5 kaki. Ya, 5 langkah gitu hahaha. 

Sstt... jangan dicontoh dalam aplikasi sehari-hari, ya karena situasinya beda walau seakan-akan mirip. Udah diem aja di rumah dan keluar seperlunya 

Yoga 

Februari lalu udah mulai coba lari pagi,  keliling lapang deket komplek aja. Murah meriah, hemat ongkos dan ga tergoda buat jajan hahaha.  Baru sekali aja, dan rasanya badan rontok dan pegel. Padahal cuma lari-lari kecil, lho. Itu pun udah diselingi sama jalan kaki yang kebetulan lebih banyak jalannya sih. Duh ya ampun, cemen amat ya olahraganya? 

Kenapa ga lari di lintasan lari yang lebih support? Gasibu, misalnya? atau GOR Pajajaran?  Biasanya hari minggu itu saya ada aja keluar (sok sibuk yeee). Ya kalau ga ngaji ada acara. 

Jadinya, saya mikir nih, kalau mau olahraga lari gitu harus beneran free alias ga ada rencana mau jalan siangnya. Ya karena jarang olahraga, efeknya bikin semua sendi badan pada protes, kaget.  Belum soal ngatur waktunya itu.  Sepertinya agenda lari pagi buat saya ga coock buat diaplikasikan di hari  minggu.

Lalu sekarang ini, rencana itu tertahan lagi buat realisasinya. Ya karena ada wabah ini. Jadi mau mager terus di rumah? Ya enggak lah. Saya tuh pengen banget punya badan tetep sehat dan bugar sampai tua.  Maunya gitu, dan itu ga dateng secara gratis. Ya kali... Kudu usaha.

Akhirnya saya memutuskan untuk yoga di rumah aja. Mudah, murah (gratis malah), praktis. Ga usah parno bergesekan dengan orang lain di gym atau tempat umum lainnya.   Yang penting sih perlu komitmennya. Itu numero uno, alias utama hihihi...

Biar paginya ga gabut atau malah tiduran, akhirnya saya buka youtube dan nemu channel yoga yang cocok buat beginner kayak saya. Duile (((beginner))). But it's better than never, kan?

O, ya channel yang saya pilih itu adalah Psyche Truth dengan trainernya Sanela Osmanovic.  Orangnya cantik, cara ngomongnya asik dan  latihan fisik yang dia kasih pas banget dari durasi dan gerakannya.  Saya jalanin tiap pagi dan seneng banget, lho.  Selain Yoga for Anxiety, masih ada latihan lainnya di channel ini, kalian kepoin aja, ya. O,ya durasi yoganya bentar, kok. 20 menit aja. Ga bikin cape, tau-tau udahan aja. 

Eh tapi sebenernya awal-awal ngeyoga, sendi-sendi tubuh saya kasih sign, mereka berasa surprise. Pegel wkwkwk....  Nyerah?  Ya atuh kalau nyerah terus tau-tau saya maki  tuir dan badan dari yang tadinya ga siap jadi ga mau diajak olahraga.  


Namatin Buku


Sebenarnya saya tuh seneng baca buku, cuma akhir-akhir ini  perlu effort lebih ekstra untuk menundukan rasa malas. Duh, ada aja godaannya. 

Ya ngantuk, lah atau notif sosmed. Pas saya bandingin, ternyata ngecein notif sosmed  menghabiskan waktu lebih lama daripada baca buku. Diiiih enggak banget.  

Nah, selama dua minggu ini, saya uah namatin 2 buku, dong.  Dan sekarang mau masuk ke buku ketiga.  Yeay, prestasi buat saya.  

Dan ternyata saya masih punya tumpukan buku lama di lemari yang belum dikhatamin. Tuntas sebelum lebaran? Enggak janji sih, tapi kita liat nanti aja, ya.

Setidaknya dalam waktu 3 minggu saya namatin 2 buku. Mayan banget, itu pun masih diseling sama cek notif di hp. Duh ya ampun, kalau bisa lebih fokus, bisa tamat lebih banyak lagi nih hihihi... 

Saya lebih suka baca buku fiksi, dan genre berlatar sejarah selalu mengundang minat buat membaca. Yang komedi atau lucu juga suka, cumaaa ini koleksi bacaan di rumah aja masih banyak yang nunggu dikelarin.  At least, save the best for last. Simpen duitnya buat nanti beli buku lainnya,ya.

Ngulik Aksara Hiragana dan Katakana

Sekitar tahun 2006 saya tuh pernah ngambil kursus bahasa Jepang. Seminggu dua kali, pulang kerja ngibrit dulu ke tempat les. Lupa nama lembaganya, tapi lokasinya masih inget, deket Lapang Gasibu, sebelahnya Kantor Bening yang nyediain data base berupa arsip kliping-kliping itu, lho. 

Temen lesnya cuma bertiga. Saya masing inget nama temen-temennya, Hana dan Erwin. Hana sebayaan, sementara Erwin baru lulus SMA atau  kuliahan gitu deh. 

Yang ngajarnya masih muda, masih kuliah.. Saya lupa-lupa inget, kalau ga salah namanya Rangga. Bukan Nicholas Saputra yang nyamar, lho hahaha. 

Karena cuma bertiga, malah belajar jadi enak, saya ga ada beban dan seneng aja balik les, bukannya cape atau ngantuk tapi lanjut latihan atau ngulik. Di sela-sela kerjaan kantor kalau lagi santai saya ngereview aksara hiragana dan katakana  serta sedikit aplikasi grammarnya.  

Dulu sih apal huruf-huruf dan grammarnya, malau lulus memuaskan.  Sekarang? Jangan tanya,  pada nguap hahaha...  

Nah, biar ga gabut dan kebanyakan ngantuk, kenapa enggak sih saya hidupkan lagi ingatan saya soal hiragana dan katakana ini. Mana fontnya kan lucu-lucu buat diaplikasikan sambil latihan hand lettering. Duh banyak maunya, ya? Ya tapi kalau bisa dapet sekaligus, kenapa enggak, sih?

Ada aplikasi belajar bahasa Jepang (terutama nulis aksaranya) yang saya unduh di aplikasi. Namanya Write it!  Japanese. Daripada puyeng dan kesel liat hoaks yang wara-wiri di grup chat atau medsos. Ya, kan?

Keliatannya gampang, tapi ternyata lumayan menantang juga. Misalnya nulis aksara A dalam format hiragana ini. Duh, bikin lengkungnya yang presisi sebagaimana mestinya sungguh menguras kesabaran hahaha


Jangan lupain Aktivitas Rutin lainnya

Meski diem di rumah aja, saya masih tetep harus ke luar. Belanja ke pasar misalnya.  Ga bisa enggak ini mah. Lagi masak eh beras habis, eh minyak kosong, telur ga ada, uang tunai tandas.  Ya udah kepaksa ngibrit ke pasar atau atm. Ga lama-lama buruan balik. 

Dan selama masa wabah ini saya jadi rajin mandi pagi wkwkwk..... Biasanya baru mandi pagi kalau emang beneran ada perlu.  

Selain itu, saya jadi rajin minum lebih banyak, mau sun bath alias berjemur di bawah sinar matahari pagi. Demi sehat, biar semuanya segera berlalu. Dan setelah semua kerempongan wabah ini berlalu, saya mau aktivitas positif saya tetep jalan. Ga jadi hilang, kalaupun harus berkurang karena berbagi waktu dengan kesibukan lainnya.

Semoga kalian yang sedang baca ini stay safe dan stay healthy, ya.Agar bisa kembali beraktivitas normal, ketemu lagi secara real, bukan lagi virtual.




Share: