Monday, 16 September 2013

Menunggu Ending dari Beberapa Logi

Suka baca buku, kan?
Ada koleksi buku dengan 'label' logi-logian? :) hehehe, entah itu dwi logi, trilogi sampai heksalogi (eh, bener, ga, sih? CMIIW)  Ada yang udah komplit (dalam arti memang udah terbit), atau memang musti, kudu, harus (contoh penggunaan bahasa yang boros nan enggak perlu, ditambah komen ga penting) sabar menanti.

Saya punya empat judul buku yang saya tunggu logi lannjutan atau logi terakhirnya. Satu judul sebenernya sih udah launching, sebelum puasa kemarin. Tapi saya mau komit ceritanya nih. Komit sama diri sendiri (tepatnya komit menyelamatkan cash flow hahahaha), komit buat menamatkan beberapa judul buku yang belum saya baca. Nah,berhubung oktober nanti bakalan ada gelaran Pesta Buku (kan asyik tuh dapat diskon), momen itu yang bakal saya manfaatkan buat berburu buku bagus dengan obral asyik dari penerbit (teuteup ya, naluri diskonnya ga ilang hehe).

Nah, buku-buku apa saja yang saya tunggu kelanjutannya? Ada 4 nih. Saya cerita garis besarnya aja ya, tapi enggak bakalan 'spoiler' ah. Biar yang baca penasaran dan saya punya andil buat naikin tiras buku yang saya ceritain (are you sure?).

Baiklah. Kita mulai.

1.  Trilogi Muhammad logi ke-3, Para Pewaris Hujan.

Gambar diambil dari fatihzam.com

Kalau buku pertama bercerita baginda Rasulullah saw, buku keduanya berceritanya bercerita para sahabat, maka buku ketiganya bercerita generasi beikut setelah para sahabat. Buku ini ber-genre Faksi. Menceritakan sejarah Rasulullah saw dengan para sahabatanya sebagai faka sejarah dengan gaya tutur novel dan perjalanan Kasva mencari kebenaran sebagai tokoh fiksi dengan latar belakang Persia. Tentu saja Fiksi, enggak bakalan pernah ketemu tokoh-tokoh nyata, semisal Khalifah Abu Bakar dengan Kasva atau pasukan muslim dengan bala tentara anak buah Atusa, jenderal perang Persia yang cantik nan cerdas. Saya beneran penasaran, siapa lagi tokoh yang bakal muncul. Bagaimana mereka 'mengeja' risalah setelah para pewaris. Dan tentu saja, teka-teki bagaimana nasib Xerxes dan 'CLBK'nya Kasva dengan cinta lamanya,  Astu. 

2. Takudar Khan
Gambar ngambilnya dari sini


Saya baru baca buku The Road to Empire dan Takhta Awan-nya nih. Dua buku awal (Sebuah janji & The Lost Prince) malah belum saya baca. Meski begitu, saya masih enjoy membaca dua buku terakhir, ikut larut dalam jelajah waktu kisah kolosal ini. Membaca ending buku Takhta Awan, mestinya buku ini belum khatam, alias berlanjut. Nah, saya udah janji enggak bakalan spoil, ya hehehe. Ending tragis dan berdarah-darah menunjukkan perjalanan Takudar belum selesai.

 Memenuhi janjinya pada mendiang ayah dan ibunya (kaisar Tuqluq Khan dan permaisuri Ilkhata) untuk menyatukan kembali serpihan-sepihan kejayaan Mongolia tanpa harus menjadikannya bangsa yang haus perang seperti leluhurnya, Jengis Khan. Takudar yang meninggalkan agama lamanya, menjadi seorang pemuda muslim menemukan indahnya persaudaraan dalam islam. Kalau suka dengan nove berlatar sejarah, novel ini sangat saya rekomendasikan buat jadi koleksi. Satu mimpi saya juga pengen bisa membuat satu, dua atau lebih novel berlatar sejarah. Bukan perkara mudah, memang. Perlu riset panjang dan kejelian mencari celah untuk diangkat. Huaaaaa, semoga kesampaian.

3. Nibiru dan Ksatria Atlantis
Sumbernya dari tribunnews

Nah, ngomong-ngomong soal buku 'berbau' fantasi, sebenarnya saya termasuk aneh. Huhuhu....  Saat lagi booming-boomingnya cerita Harry Potter dan Narnia, saya cuek bebek dan ga tertarik membacanya. Sampai sekarang aja, saya belum pernah nonton satu saja filmnya Harry Potter sampai tamat. Tapi film Narnia saya sanggup bertahan sampai tamat, asyik membaca novel the Hobbit, meski jujur aja, saya sedkit terganggu membacanya. Entah karena alih bahasanya yang ribet atau memang tipikalnya seperti itu, tapi akhirnya kesimpulan saya tetep aja bukunya lebih seru daripada filmnya. Meski begitu, efek filmnya saya akuin keren banget. 

Nah, ngomong soal Nibiru dan Ksatria Atlantis, novel ini bukan novel terjemahan. Aslinya, ditulis sama penulis Indonesia, Tasaro GK yang juga nulis trilogi Muhammad. Pas presentasinya di acara pesta buku (kala enggak salah sekitar April-Mei 2011) langsung bareng penulis dan perwakilan penerbit, saya langsung kepincut dengan novelnya. 

Nibiru sendiri adalah sebuah planet kembaran bumi yang diperkirakan bakal menghancurkan bumi pada tahun 2010. Fiuuh, syukur enggak kesampean, ya? Dalam novel ini, Nibiru diadaptasi  sebagai tokoh raja di benua-benua besar yang doyan berperang, jahat dan mempunyai kekuatan mengerikan. Sama dengan siklus rotasinya terhadap matahari dengan frekuensi 5.000 tahun sekali, dalam novel ini digambarkan kedatangan Nibiru dengan siklus sekali dalan 5.013.

Ngomongin Atlantis, tentunya kita semua udah familiar, dan tahu banyak berbagai macam teori di mana benua ini, ya. Nibiru, novel dengan tebal 690an halaman ini saya bisa tamatkan dalam waktu 3-4 hari, saking serunya. Tokoh utamnya, seorang remaja laki-laki nan bandel, bernama Dhaca Suli, yang malas belajar ilmu sihir alias Pugabha. Dhaca yang tidak pernah bertemu dan tahu banyak tentang mendiang ibunya mengandalkan pengetahuan masa lalu dari seorang nenek tua bernama Bhupa Supu, yang konon melarikan diri dari negeri yang berasal benua besar, Nyathemaythibh. Selain membaca nama-nama tokoh yang bisa membuat kita kepeleset lidah, karakter khas dari novel ini adalah beberap huruf konsonannya diikuti oleh huruf h atau beberapa nama dengan bunyi awalan 'ny'. 

Selain Nyathemaythibh, istilah Pugabha (kemampuan halus penduduk pulau Kedhalu) seperti pugabha nyegay, pugabha nyinaw, pugabha wanyis, pugabha kiyrany, pugabha bhelsuny, pugaba nyamal dan tentu saja satu nama paling ribet buat dilafalkan, Saclbhathajadhax. Nah, silahkan dilatih lidahnya hehehe.

Ada cerita persahabatan antara Dhaca  dengan teman-temannya Sothap, Nyital, dan Muwu, misteri msa lalu Dhaca dengan sang ibunda, konspirasi dibalik para petinggi istana Pethunya dan perguruan Bhepomany, visi Dhaca tentang Nibiru yang seolah nyata, sampai dua hewan aneh, sakral, mengerikan, tapi juga  pelayan setia  Raja Saternatez - pendiri generasi Kedhalu. Kepalanya bermoncong, taringnya luar biasa besar seukuran lengan orang dewasa dengan tanduk di kepala. Tubuhnya sendiri seperti ular, sisiknya sekuat baja dengan empat kaki di perut. Bedanya salah satunya mempunyai sayap dan menguasai daratan dan udara. Sementara satu lagi adalah penguasa lautan.

Sebelum penyerangan tentara Nyathemaythibh, kedua hewan mengerikan itu hanya terlihat dalam bentuk relief yang dilihat Dhaca dan kawannya di istana Pethunya, hingga satu waktu salah satu dari mereka menggigil ketakutan mendengar auman kerasnya dan dibuat melongo saat berpapasan.

O, ya ngomong soal konspirasi, tidak berarti orang yang di dekat kita adalah sahabat yang benar-benar setia atau sebaliknya. Orang yang kita benci setengah mati, justru adalah orang yang benar-benar peduli dan punya segudang rencana besar untuk masa depan kita. Jangan juga pernah menganggap remeh orang lain dari penampilan fisik. Koreksi, bukan cuma orang, tapi juga lingkungan. Bisa jadi kita terkecoh, nah lho!
Jadi, masa depan Dhaca, tokoh utama buku ini seperti apa? Apakah sebanding jerih payah Dhaca dengan takdir yang diterimanya? Dalam waktu singkat, Dhaca bukan hanya tumbuh pesat secara kemampuan sihirnya, tapi juga sikapnya yang lebih dewasa dan kesiapan mentalnya untuk menerima kenyataan yang paling sulit diterima akal. Memang seperti apa? Ya baca aja deh. Kalau saya sulit berhenti membaca novel ini sampai tamat, pasti seru dong.

Dengan tebal hampir 700 halaman, ditembah dengan plot yang memacu adrenalin, sepertinya enggak akan cukup digambarkan dalam film dengan durasi 3 jam. Hehehehe..., sayang sekali kalau ada bagian cerita ini ada yang dipangkas, rasanya kurang gimana gitu. Untuk novel yang satu ini, kita perlu ekstra sabarrrr nungguin endingnya, karena rencananya novel ini akan dibuat pentalogi. Hmmm, masih ada 4 seri lagi yang masih mengendap di mejanya Tasaro, ya? Mudah-mudahan cepet keluar, deh.

4. The Alchemyst - Michael Scott



Yup,  ada dua judul buku yang mirip-mirip nih. Satu buku lainnya, The Alchemist, ditulis sama Paul Coelho, sarat dengan pesan filosofis. Kalau yang ini, genrenya fiksi fantasi. Membaca novel ini bakal membuatkita  terkagum-kagum, bukan saja dengan imajinasi yang dimiliki oleh Michael Scott. Pengetahuan doi yang mumpuni tentang sejarah, membuat Scott piawai mempertemukan tokoh-tokoh sejarah beradu menjadi kawan dan lawan. Sebagai informasi, kecuali Josh dan Sophie sebagai tokoh utama, nama-nama lain yang muncul benar-benar tokoh nyata. 

Sekarang bayangkan bagaimana kalau Joan of Arc yang lahir di tahun 1400an, seorang wanita Perancis yang tewas dipenggal, dalam novel ini diceritakan menikah dengan Comte De Saint Germain yang lahir di tahun 1700an dn berprofesi sebagai musisi yang sukses di tahun 2000an. Bersama si kembar Sophie Newman dan Josh Newman, mereka membantu Nicholas Flamel dan Perrenelle Flamel bahu membahu melawan Dr John Dee (sejarah mencatat kalau dia punya andil besar mengantar dinasti Windsor, dinastinya pangeran Charles menjadi penguasa kerajaan Britania), entah menjadi budak tetua mana, berusaha merebut Codex. Codex? Yup, naskah kuno yang ditulis Abraham the Mage, sang peramal.

Jadi, singkatnya Dr John Dee ini sangat berambisi mengembalikan para tetua lama untuk kembali menguasai dunia. Dr John Dee sendiri bekerjasama (tidak sepenuhnya bekerja sama, karena sebenarnya masing-masing mempunyai rencana dan 'majikan' sendiri) dengan Niccollo  Machiavelli, sang manusia fasis dari Italia. Serunya lagi, masih ada Scathach, manusia vampir yang tidak tertarik menghisap darah manusia yang berada di kubu Flamel dan si kembar Newman. Masih ada Billy the Kid, koboy yang tewas di usia belia, Nereus, manusia laut dalam mitologi Yunani, Archon manusia ular, Prometheus, Mars alias Ares dewa perang Yunani, Morrigan si dewi gagak atau Bastet si dewi kucing yang terbirit-birit melihat pedang Excalibur milik raja Arthur. Masih ada Coatlicue dewinya bangsa Aztec, atau Shakespeare yang digambarkan kumal dan bau, dan tokoh-tokoh lain yang terlibat membut kita terperangah dengan imajinasi yang diramu oleh Scott. Bukan asal tempel saja Scott mencomot nama-nama di atas, masa lalu mereka dalam kehidupan sesungguhnya diracik Scott  dengan khayalan 'edan'nya. Bagaiman seorang generasi Firaun misalnya, bisa menjadi bagian dari tetua gelap, atau dewa perang Mars dibuat tidak berdaya dengan cintanya pada seorang manusia abadi yang rela kehilangan dua bola matanya. 

Penjara Alcatraz di amerika, Eifell, Katakombe di Paris, Stonehenge di Inggris, gunung Talmapais dan mahluk-mahluk purba di jaman Pleistosen digambarkan Scott dengan detil lengkap dengan sejarahnya. Tentu  Seperti halnya cerita-cerita fantasi, ada banya mahluk aneh yang muncul dalam kisah ini , membuat kehebohan di tengah-tengah lingkungan masyarakat modern, ditambah adu kekuatan magis di antara para tokohnya. Bakal jadi film dengan efek yang keren kalau diadaptasi ke layar lebar.

Dengan peran Sophie dan Josh Newman sebagai tokoh utama, jelas dong kita bakal dibuat penasaran bakal seperti apa ending dari misi mereka berdua. Untuk novel yang satu ini, saya enggak perlu lama lagi mendapatkan jawabannya. Karena menang sudah ada, tapi seperti yang saya bilang sebelumnya. Saya harus memenuhi komitmen saya dulu. 

Nah, kalau anda, logi apa yang sedang ditunggu?


Share:

Friday, 13 September 2013

Aerobik? Emmm, Yang Lain Aja Deh

Minggu pagi kemarin, angkot yang saya tumpangi berhenti di depan toserba Borma. Jumlah penumpang yang memang belum memenuhi ruangan di dalam angkt membuat sopir memilih untuk 'ngetem', berharap ada satu-dua penumpang baru  yang naik.

Sambil menunggu, saya memperhatikan pelataran Borma yang memanng luas itu dipenuhi oleh ibu-ibu dan  gadis remaja yang ber-aerobik ria. Saya tersenyum geli ketika ada beberapa peserta senam yang gerakannya salah, enggak kompak dengan teman-teman di samping atau di depannya. 

Tega?
Enggak. Bukan tega, saya jadi inget, kalau saya ada di posisi yang sama, geakan saya mungkin bakal terlihat aneh, lucu dan bisa mengundang tawa orang lain juga. Hahaha.... iya, meski saya suka nonton bola dan malah pernah 'ngejabanin' rally F-1 dan Moto GP beberapa musim lalu, enggak berarti saya jago juga olahraganya. Saya pelari yang lambat, payah dalam berenang dan gerakan senam, saya, ehm... aneh! 

Waktu kelas dua SMA  SMU dulu misalnya. Dulu, ketika ada guru praktikum dari UPI (dulu masih bernama IKIP), mata pelajaran olahraga termasuk yang kebagian jatah guru praktikum alias PPL. Dalam satu sesi olahaga, guru praktikum yang kebetulan sama-sama perempuan juga mengajarkan materi senam. Pas kebetulan juga lagi mendung, jadilah materinya digelar di aula, tepat disamping pak kusir, kantin sekolah.
Saya patah-patah mengikuti irama gerakan, duh ribetnya. Dwi, teman saya yang berdiri di belakang saya mencolek punggung saya. "Fi, keluar aja, yuk? Kita ke kantin." 

Saya menoleh, masih dengan gerakan patah-patah saya yang payah. "Tapi kan, belum waktunya istirahat?'
Dwi, teman saya itu terkekeh. "Ah, biarin aja, bentar lagi istirahat. Lagian, gerakan kamu aneh. Aku malah pengen ketawa lihatnya."

Saya nyengir. Bisa-bisa saya malah jadi pegel enggak karuan.  Dalih yang pas!

Nah, lain waktu saya mengalami hal yang nyaris sama. Selang beberapa tahun setelah lulus SMA, sekitar tahun 2006 lah. Ceritanya, saya diajak teman sekantor saya, Lina, buat berolahraga pagi di lapangan Sabuga. Saya menyetujuinya.Venuenya masih  asyik buat berolahraga, tanpa direcoki hiruk pikuk pasar kaget atau mobil jualan. Arena parkirnya terpisah. Lalu, lintasan larinya enak, tersedia juga loker buat menitipkan bawaan kita. Setelahnya, kita bisa enjoy berolahraga tanpa ribet menenteng tas. *kok jadi tenaga marketing dadakan?*
Gambarnya ngambil dari sini

Biasanya, di lapangan Sabuga selain kita bisa berjoging ria, balapan lari dengan teman, ada beberapa anak-anak SSB yang berlatih, menikmati terapi kaki dengan batu-batu kali yang di tanam di salah satu sisi lapang, termasuk juga aktifitas joging. 

"Fi, aerobik, yuk?" Lina menepi, mengajak saja untuk mengikuti gerakan instruktur dengan semangat 45nya. Saya mengangguk. Cape mengitari lapang, enggak salahnya mencoba 'ke-riaan' minggu pagi itu. Dan seperti 'dejavu', Lina yang posisinya berdiri di belakang saya enggak bisa menahan tawanya. 

Gambarnya pinjem dari sini

""Kamu lucu, deh gerakannya," tanpa ngomporin saya buat keluar dari barisan, Lina masih asyik mengikuti gerakan instruktur. 

Hiyaaaa, ternyata enggak ada perubahan. Sadar diri, ada banyak massa di sana. Meski sebenarnya mereka mungkin sibuk dengan dunianya masing-masing, bukan enggak mungkin ada yang iseng tertawa melihat gesture saya  yang aneh itu. GR bener, ya?

Bukan Lina yang menarik lengan saya, tapi justru saya  yang menarik lengan Lina. "Yuk, ah. Aku enggak mau jadi tontonan gratis. Mendingan lari lagi," saya mencoba mencari dalih.

Lina ngikik, setuju melanjutkan aktifitas pagi itu dengan joging lagi. Meski cuma beberapa putaran, besoknya badan saya terasa rontok. Entah karena saya yang jarang olahraga atau mungkin juga karena gerakan senam saya ada yang salah (sepertinya dua-duanya).

Sampai sekarang, saya selalu menolak kalau diajakin aerobik atau senam. Ngecilin badan? hehehe... saya bisa kena protes. Apa lagi yang mau dikecilin? kata salah seorang teman saya. Jadi, saya lebih suka diajak lari (meski tetep bikin gempor) atau jalan santai menyusuri Maribaya, Gua Pakar atau main ke gunung Tangkuban Perahu melalui hutan Jaya Giri. Cape, tapi saya masih bisa berhenti sejenak, menarik nafas dan mengumpulkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Enggak apa-apa deh, dari pada tampak terlihat aneh dengan gaya aerobik saya. :)  





   

Share:

Thursday, 12 September 2013

Resensi Buku : Sekotak Cinta Untuk Sakina

Judul Buku : Sekotak Cinta Untuk Sakina
Penulis        : Irma Irawati
Penerbit       : Qibla - Buana Ilmu Populer
Cetakan       : I/2013
Tebal           : 126 halaman
ISBN 10      : 602-249-318-8
ISBN 13      : 978-602-249-318-1



Apa yang terlintas dalam benak kita mendengar kata 'pesantren'?
Bagi sebagian banyak orang pesantren identik dengan tempat buangan, santri yang kumuh, dekil dan sederet negatif lainnya.

Betulkah?
Ehm, waktu SMP-SMA dulu, hampir setiap libur sekolah, orang tua saya selalu mewajibkan untuk 'nyantri' kilat. Awalnya, saya sempat bete juga. Apaan sih? Orang pengen asyik-asyik liburan, ini malah disurun ikutan mesantren. Ga asyik! Itu yang saya pikirkan. Well, itu awalnya, satu-dua hari setelah adaptasi perlahan saya mulai enjoy dengan atmosfirnya, mengikuti semua jadwal yang meski padat tapi sayang dilewatkan, seperti cross country, jalan ke kebun bunga, camping sampai jurit malam! Saya mulai enjoy dengan teman-teman baru dan merasa kehilangan setelah -tanpa terasa- waktunya mesantren usai.

Itu juga yang dirasakan oleh Sakina, gadis cilik murid kelas 3 SD ketika uminya memutuskan untuk menitipkan Sakina di sebuah pesantren yang dikelola oleh Umi Haya, yang juga teman lama uminya saat mondok dulu. Khawatir Sakina tidak bisa mengikuti materi pelajaran sekolah karena ayahnya yang kerap ditugaskan berpindah-pindah kota sebenarnya membuat uminya Sakina juga berat melepaskan Sakina. Demi pendidikan yang lebih baik, Sakina memaksakan diri untuk menerima keputusan itu, dengan harapan cukup satu semester saja, tidak perlu berlama-lama tinggal di pondok Pesantren putri Halimah Sa'diyah.

Sakina mulai membuat ulah dengan melanggar peraturan pesantren dan membanding-bandingkannya dengan sekolahnya yang dulu. Hingga suatu ketika, saat Sakina dan Vinka - teman sekamar Sakina - sama-sama menjalani hukuman, keduanya bertengkar hebat. Vinka yang saat itu dihukum karena makan sambil berdiri tidak terima Sakina menjelek-jelekkan pondok pesantren.

Saat 'diem-dieman' itulah, Sakina justru mulai menemukan 'asyiknya' mondok. Lewat sahabat-sahabat lainnya yang memberikan perhatian pada Sakina, kelembutan Umi Haya seperti layaknya seorang ibu kandung, kokok si Blorok ayam kesayangannya hingga cita-cita setekad baja yang dimiliki seorang murid kelas satu bernama Lana.

Nah, kebandelan apa yang dilakukan oleh Sakina,  bagaimana serunya hari-hari Sakina dan apa yang dimilliki seorang Lana hingga membuat Sakina terenyuh? Apa isi kotak yang dihadiahkan teman-teman Sakina di hari ultahnya? Akankah Sakina bertahan di pondok setelah Sakina akhirnya mendapatkan keluarga barunya?

Penulis menuturkan kisah Sakina selama di pondok ini dengan karakter natural khas anak-anak. Ketika seorang anak menunjukkan protesnya terhadap keputusan orang tua, bagaimana sebenarnya hati seorang ibu juga merasakan kesedihan saat harus melepaskan putri tersayangnya disampaikan dengan penuturannya yang ringan, mengalir dan  tentu saja mudah dicerna untuk segmen pembacanya. Dengan cover yang catchy serta pilihan font yang sedang, pembaca anak-anak tidak akan merasa 'njelimet' membacanya. Sayangnya kita tidak menemukan ilustrasi lain di dalam buku yanng mungkin bisa membuat anak-anak lebih tertarik lagi.

Lewat buku ini, penulis mengajak anak-anak untuk mengenal dunia pondok pesantren tidaklah sesuram dan 'garing' seperti yang dibayangkan. Ada banyak ibrah yang bisa dipetik pembaca anak-anak setelah membaca buku ini. Bukan sekedar patuh pada orang tua, atau membina hubungan yang baik dengan sesama teman atau mengajarkan kemandirian. Ada cita-cita luhur yang akan menjadi kebanggaan dan kebahagiaan orang tua saat anaknya mencintai dan menghapal Al Quran dan berbua mahkota bertabur cahaya saat hari akhhir nanti.

Saya tersenyum satire, malu sebenarnya dengan tokoh anak-anak dalam novel ini, bahkan dalam kehidupan nyata, ketika seorang bocah sudah mempunyai banyak hafalan Quran dengan tajdwid dan makhraj yang baik dan benar. Duh, saya sendiri harus bersusah payah menghafal juz 30. Satu surat hafal, beralih ke surat lain, surat yang sudah saya hafal malah jadi samar-samar. Hehehe.. Saya teringat lagi sebuah acara  yang digelar di sebuah stasiun TV saat Ramadhan kemarin yang menampilka bocah-bocah cilik yang mempunyai hafalan Quran yang luar biasa.

Ketika saat seorang anak dalam masa keemasannya, ia akan begitu mudah menyerap, menangkap dan menghafal informasi yang diterimanya. Sayang sekali kalau dibiarkan berlalu dan tidak mengisinya dengan hafalan Quran. Saya yang sudah usia kepala 3 mungkin tidak akan semudah mereka untuk menghafal, tapi tidak boleh menyerah. Bukankah Allah menghargai usaha hamba-Nya terlepas dari bagaimana hasilnya, kan?




Share:

Friday, 6 September 2013

Maaf, Ajari Saya untuk Menyelami Hati


Pernah merasa menyesali sesuatu yang kita perbuat, atau kita katakan? Pasti pernah, ya. Ada banyak andai-andai yang menyelinap. 
"Coba saya enggak ngomong gitu."
"Coba saya mikir dulu sebelumnya."
"Kenapa jadi gini, sih?"


sumbernya dari http://brenditaworks.deviantart.com/

Dalam kondisi ekstrim mungkin pernah 'membgo-bego-in' diri sendiri saking gemasnya dan kaget dengan reaksi timbal balik yang kita terima. Saya pernah mengalaminya, enggak sampai membego-begokan diri sendiri sih hehehe. Singkatnya satu waktu saya pernah bercanda dengan seorang teman. 

Tanpa saya sangka, teman saya itu ngambek dan bilang "Enggak Suka" saya ngomong gitu. Saya langsung terhenyak, seserius itu kah dia marah? Saya terdiam. Waktu itu rasanya saya pengen membela diri, dia salah kaprah. Saya enggak bermaksud seperti itu. Setelah meminta maaf saya memilih untuk membiarkan teman saya itu diam dan tidak menggangggunya dengan terus-terusan meminta maaf. Bukan berarti saya enggak serius, sifat teman saya itu membuat saya memilih menarik diri dan membiarkannya tenang. Dan rasanya didiamkan itu enggak nyaman, sungguh. 

Saat 'diam-diaman' itu saya cuma mengilas balik apa saja yang sudah kami lalui, gurauan, ledekan, teguran halus dan apapun yang mengingatkan saya dengan teman saya itu. Pengen rasanya akur kembali, segera. Mau apalagi, lidah memang enggak punya otot, enggak bisa kita tarik lagi, enggak bisa kita hapus. Tapi bukan berarti jadi pupus asa, kan?

Islam mengajarkan kita untuk menyimpan marah selama maksimal 3 hari saja. Sudah lewat 3 hari saya masih belum berani menyapa teman saya duluan. Baru beberapa hari kemudian, saya memberanikan diri menyapa duluan, dan fiuuh..... Alhamdulillah, saya bisa baikan lagi dengan teman saya. Awalnya sih memang masih canggung, kagok. Tapi perlahan semuanya kembali berjalan seperti sebelumnya. Masih bercanda, masih saling sapa dan tentunya saya belajar banyak, Saya belajar untuk berpikir ulang sebelum berkata-kata, saya belajar kalau 'diem-dieman'  itu beneran enggak nyaman. Saya belajar untuk berempati, saya belajar untuk menyelami perasaan orang lain dan belajar hal-hal lainnya.

Ya, menyelami hati, mencoba peka dengan perasaan/suasana hati orang lain itu perlu proses yang panjang, perlu keikhlasan untuk menahan diri, menahan ego, ya. Saya enggak berharap kehilangan sahabat hanya karena kata-kata atau sikap kecil (juga besar) yang bisa membuat saya kehilangan satu-dua atau banyak teman. 

Eh, coba perhatikan lagu-lagu deh. Ada banyak lagu yang bertema maaf, penyesalan dan lagu lainnya ada juga yang menyatakan kekesalan, marah berbaur dendam karena suatu perlakuan yang diterima. Duh, jangan sampai deh kita jadi musuhan  ya. Jangan sampai deh seperti Chicago yang bilang hard to say I am sorry


Forgive me... My heart is so full of regret
Forgive me... Now is the right time for me to repent, repent, repent..

Am I out of my mind?
What did I do? Oh, I feel so bad!
And every time I try to start all over again
My shame comes back to haunt me
I'm trying hard to walk away


(Forgive Me by Maher Zain)








Share:

Thursday, 5 September 2013

City of ASEAN : Perlu Lebih dari Sekedar Sosialisasi



Finally, lomba blog #10daysforasean sampai di hari terahir, hari ke-10. Siapa bilang cuma film suspen aja yang bisa memompa adrenalin? Lomba blog yang satu ini juga enggak kalah hebohnya memancing sensasi deg-degan. Mulai dari sensasi 'mupeng' hadiahnya (pastilah), menebak tema apa yang bakal disodorkan panitia sampai jungkir balik nguplekin referensi pendukung posting.

Dan inilah tema hari ke-10 : 
Menurut teman-teman blogger mengapa Jakarta bisa terpilih sebagai Diplomatic City of ASEAN? Apa dampak positif dan negatifnya bagi Indonesia khususnya Jakarta? Kesiapan apa saja yang perlu dilakukan oleh Jakarta sebagai tuan rumah dari Perhimpunan Bangsa-bangsa ASEAN?


Sejatinya, sebuah kota yang dipilih untuk menjadi ibu kota sebuah negara adalah terpenuhinya 4 pesyaratan yaitu : Wilayah yang cukup luas, tidak rawan bencana, memiliki infastruktur yang memadai dan memiliki universitas yang dapat menjadi pusat kekuatan sosial dalam masyarakat mengontrol kekuasaan. 

Dalam konteks ASEAN, kecuali luas wilayah,  syarat ini sebenarnya tidak saja terpenuhi oleh Indonesia. Malaysia dan Singapura malah punya fasilitas yang lebih baik. Lalu apa dong kelebihan Indonesia?. 

Ternyata catatan sejarah diplomasi Indonesia bukan cuma melulu melilbatkan Indonesia dengan para meneer kompeni (baca : penjajah Belanda), tapi juga dengan tetangga lainnya, sesama penduduk planet bumi. Gedung  Merdeka di jalan Asia Afrika dengan arsitek khas gaya Belanda ini jadi saksi sejarah peran Indonesia dalam diplomasi Internasional.

sumbernya dari http://www.bandungheritage.org
Terlibatnya Indonesia dalam menggagas Konferensi Asia Afrika tahun 1955 dan peran Indonesia dalam terbentuknya Gerakan Non Blok menunjukan kalau Indonesia mempunyai diplomat ulung yang 'diperhitungkan'. Sebutlah dulu kita pernah punya Muhammad Hatta,  Adam Malik dan Ali Alatas.  Di kancah ASEAN, Indonesia juga berperan aktif sebagai penengah masalah antara Kamboja dengan Vietnam dan masalah Moro di Filipina.  Komunitas ASEAN sendiri adalah usul yang dilontarkan oleh  Indonesia pada KTT ASEAN ke-9 di Bali.

Apa keuntungannya bagi Indonesia?


Jaim alias jaga imej. Ya, ternyata dengan terpilihnya Indonesia, dalam hal ini Jakarta menunjukkan bahwa Indonesia masih diperhitungkan, disegani olah negara-negara ASEAN lainnya. Sebuah kepercayaan sekaligus juga jadi tantanga buat Indonesia untuk menunjukkan citranya sebagai negara yang friendly, negara yang asik sebagai ibukota diplomatik ASEAN.

Dengan ditunjuknya Jakarta  sebagai ibukota diplomatik ASEAN harus dimanfaatkan oleh Indonesia. Tentunya ada banyak infrastruktur yang perlu dipersiapkan untuk mendukung hal itu. Indonesia, dengan sumber demografinya yang 'melimpah' bisa memanfaatkan hal itu untuk membuka lapangan kerja baru. Persentase penduduk Indonesia yang terkonsentrasi dalam kelompok usia produktif mestinya sih bisa dimaksimalkan. Bukan hanya sebagai tenaga kasar (buruh), tapi juga memberikan kesempatan yang lebih luas kepada tenaga profesional. Sah dong, kalau mendahulukan tenaga prosfesional lokal, dibanding tenaga asing? Ini juga sebagai bukti kalau SDM Indonesia bisa (dan harus)  jadi tuan rumah di negeri sendiri. 



Kesiapan Indonesia


sumbernya dari okezone.com

Layaknya ibukota yang menjadi magnet aktivitas ekonomi, Indonesia akan menjadi magnet arus ekonomi dan investasi negara-negara ASEAN. Apalagi, dengan jumlah penduduk terbesar se-ASEAN , bakalan menjadi pasar yang dibidik semua pelaku bisnis di ASEAN.  Ironis jika akhirnya semakin banyak investasi yang ditanamkan di Indonesia tapi tidak berhasil menyerap potensi sumber daya yang ada di Indonesia. 


Jakarta perlu menyiapkan beberapa aspek terkait. Selain Jakarta bakal jadi sering sorotan, ada banyak PR yang harus dibenahi. Mulai dari kesiapan lingkungan yang nyaman sebagai tuan ramah. Seperti kita ketahui, Jakarta bukan saja dihadapkan dengan persoalan kepadatan penduduknya. Kemacetan lalu lintas, banjir yang sering terjadi, sampah, kerawanan sosial yang berimbas pada masalah hukum. Indonesia harus bisa meyakinkan tetangganya di ASEAN dan juga negara-negara lain yang memantau, kalau Jakarta adalah tempat yang aman dan nyaman untuk dikunjungi. Enggak semudah membalikan telapak tangan memang. Penertiban PKL misalnya, tidak cukup dengan melarang dan mengusir  mereka untuk berjualan, hal ini terkait dengan kesejahteraan penduduk. Jika tidak arif menyikapi, bisa menimbulkan ekses lain, misalnya angka kejahatan yang meningkat. 

sumbernya dari http://koran-jakarta.com

Sementara itu masalah sampah, selain menimbulkan dampak banjir yang bisa mengganggu kesehatan, mobilitas, juga menyisakan PR untuk para perumus kebijakan dalam memformulasikan kebijakan agar tata kota Jakarta bisa lebih baik. Singapura bisa menjadi rujukan untuk hal ini. 


Alih-alih posisi Jakarta sebagai ibukota diplomatik ASEAN, jadwal Komunitas ASEAN yang berlaku lebih cepat dari sebelumnya (semula direncanakan tahun 2020) masih banyak yang belum 'ngeh'. Dalam rentang dua tahun ke depan, Indonesia harus memenafaatkan waktu dengan maksimal untuk  mensosialisasikan hal ini. 

Jangan sampai Indonesia jadi penonton saja, menjadi jongos di kampung halaman sendiri. Perlu lebih dari sekedar sosialisasi semata.  Saat Ekonomi berusaha menggeliat kembali setelah dihajar 'krismon' di tahun 1997an, sekarang ini kurs Indonesia - mulai limbung setelah disenggol dolar- kembali melemah dan menyentuh angka Rp. 11.000.  Kasus langkanya kacang kedelai sebagai bahan utama industri tahu dan tempe, misalnya. Kasus ini melilbatkan banyak hal, Masih tingginya ketergantungan bahan produksi terhadap konten luar negeri. Penyediaan bahal lokal yang lebih tersedia melibatkan banyak hal, mulai dari penyediaan lahan, teknologi dan (lagi-lagi) apresiasi yang tinggi terhadap tenaga ahli (baca : gaji) untuk terus melakukan inovasi.

Sementara itu, Indonesia mempunyai pasar digital yang luas. Tercatat, pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-8 dunia sebagai  pengguna mobile internet. Dengan minat yang tinggi terhadap mobile internet, harusnya hal ini jadi sumber kekuatan indonesia sebagai penguasa pasar ASEAN lewat e-commercenya. Apalagi jumlah wirausahawan alias entrepreuner di Indonesia masih kurang dari angka 2 persen. Peluang yang sangat sayang sekali kalau dilewatkan 


Perlu lebih dari sekedar sosialisasi untuk menyiapkan Indonesia. Kalau sudah 'ngeh', maka langkah berikutnya yang harus segera diambil adalah PR besar bagi Indonesia.



Referensi :

Share:

Tuesday, 3 September 2013

Belajar dari Brunei : Isu Konflik Laut China Selatan, Yang Waras Ngalah Aja


Setelah hari ketujuh, ajang lomba blog #10daysforasean membahas topik konflik Malaysia vs Singapura  yang rebutan pulang Pedra Branca, kali ini para peserta disodori topik setipe yang lebih rumit. Apa dan kenapa?

Ya, karena inilah tantangan hari ke-9 :
Dalam KTT ke-22 di Brunei Darussalam itu,  tema yang diangkat adalah “Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan”, dengan pokok perundingan pembangunan badan persatuan ASEAN, dengan tiga pilar yaitu Persatuan Keamanan, Persatuan Ekonomi dan Persatuan Sosial dan Kebudayaan. Pembangunan Badan Persatuan ASEAN itu harus dirampungkan sebelum 31 Desember 2015

Dengan ketiga pilar tersebut, bagaimana mencapai tujuan pembangunan badan persatuan ASEAN? Mampukah negara-negara ASEAN mewujudkannya?

Sumbernya dari http://strategi-militer.blogspot.com

Dalam KTT ASEAN April 2013 lalu yang diselenggarakan di Brunei, sejumla isu dibahas para delegasi. Salah satu diantaranya adalah isu Cina Laut Selatan. Mengapa dibahas? Ya, karena isu ini melibatkan 4 negara-negara ASEAN. Satu batu sandangan yang akan menganjal menyongsong komunitas ASEAN 2015. Isu yang bakal  'mengusik' stabilitas keamanan. 

Oke, kalau Pedra Branca melibatkan Malaysia dan Singapura, setidaknya dalam kasus Laut Cina Selatan ada banyak 'peserta' yang mengklaim kepemilikan Laut Cina Selatan. Setelah (lagi-lagi) Malaysia, ada Vietnam, Filipina, dan Brunei Darusalam, masih ada tetangga lainnya, Taiwan dan Cina yang merasa berhak memiliki Laut Cina Selatan.  

Kenapa begitu banyak negara yang punya 'sense of belonging' seantusias ini, ya? Memang se-georgeous apa sih Laut Cina Selatan ini? Padahal, kawasan ini termasuk kawasan yang 'angker' dengan kecelakaan sebanyak 293 kasus.

Seperti kebanyakan kawasan laut lepas lainnya, Laut Cina Selatan ini kaya dengan kandungan emas hitam (alias minyak) dan gas alamnya. Cina memperkirakan kalau di kawasan ini ada sekitar 213 billion barrels, lalu Amerika yang posisinya ribuan km dari kawsan ini juga memperkirakan ada 28 billion barrels.  

Apa kepentingan Amerika sampai ikut-ikutan rempong ngurusin Laut Cina Selatan? Terang saja, Amerika punya kepentingan, selain jalur mobilitas militernya, nafsu dominasinya (typically of them) yang menggebu, ada banyak negara-negara di kawasan ini yang telibat perdagangan dengan Amerika. Nah, enggak heran kalau akhirnya Vietnam dan Filipina berlomba memperkuat amunisinya. Vietnam membeli senjata-senjata canggihnya antara lain dari Rusia, Ceko dan Kanada. Sedangkan Filipina sendiri memperkuat armada lautnya dengan menambah kapal penyergap baru, tiga kapal cepat patroli, kendaraan serbu amfibi sampai helikopter anti kapal selam. Eh, ini kok kayak mau siap-siap perang , sih?

Sumbernya dari http://factfile.org/

Di kawasan Laut Cina  Selatan ini ada 4 kelompok gugusan kepulauan, yakni, paracel, Spartly, Pratas dan kepulauan Maccalesfield. Kepulauan Spartly adalah kepulauan yang paling heboh jadi rebutan. 

Kalau dalam kasus Pedra Branca, Mahkamah Internasional mendasarkan penguasaan Singapura sebagai pemenang sengketa, kasus Laut Cina Selatan ini jauh lebih ribet. Pasalnya, masing-masing negara mengajukan bukti penguasaannya atas kawasan ini. Mulai dari bukti arkeologi, pendudukan, bukti perjanjian damai sampai masing-masing menempatkan pasukannya. Pusing-pusing deh, tuh Mahkamah Internasional hehehe.....

Sumbenya ngambil dari http://www.globalsecurity.org/

Yang Waras Ngalah

Syukur deh, Indonesia enggak ikut-ikutan rebutan kawasan ini. Sebagai pihak yang netral, Indonesia lebih bebas memainkan perannya dalam kasus ini. Seperti apa? Sebagai sesama anggota ASEAN, tentu semuanya sepakat kestabilan politik jadi perhatian penting untuk menunjang keharmonisan kawasan ASEAN. Yang waras, ngalah aja, deh. idiom seperti ini sudah sering kita dengar ya, saat beberapa teman kita berantem Enggak ada pihak yang sepenuhnya menang kalau seandainya tensi yang semakin 'panas' menimbulkan perang. Bahkan pihak yang ternyata menang, tetap menanggung kerugian juga, tuh. Alih-alih konfrontasi, mediasi, berunding adalah alternatif yang paling memungkinkan. Beberapa negara yang terlibat berusaha menahan diri.  Sedangkan Filipina adalah negara yang paling 'semangat'  mempertahankan klaimnya. 

Indonesia bisa lebih fokus pada Filipina agar lebih kalem, enggak angot.  Indonesia bersama Mahkamah Internasional bisa menjadi mediator untuk menengahi masalah ini. Memfasilitasi perundingan untuk menyepakati batas-batas wilayah diantara negara-negara yang bersengketa, misalnya. Meski tidak mudah dan perlu proses yang panjang, penyelesaian Pedra Branca yang enggak nyeret-nyeret armada perang bisa menjadi contoh.

Selain itu, Filipina juga bisa belajar dari Brunei Darusalam. Meskipun terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan, Brunei tidak terlalu bernafsu memobiliasi kekuatannya. Dari segi Finansial, sebenarnya Brunei enggak ada masalah untuk itu, secara Brunei adalah negara dengan pendapatan perkapita tertinggi ke-2 di ASEAN setelah Singapura. Namun, di sisi lain, Brunei dihadapkan pada kondisi SDMnya yang terbatas. Negeri mungil dengan jumlah penduduknya sekitar empat ratus ribuan (kurang lebih setara dengan jumlah 4-5 kecamatan di Bandung) ini berpikir enggak produktif 'memobilisasi' penduduknya. Pretty wise :) . Nah, enggak heran ya kalau negeri tetangga ini termasuk saudara yang paling anteng dan kalem. Bukan berarti kita harus manut, diam alias pasrah saat hak kita diambil, atau dijajah, lho. Bukan, ya.  Merunut kronologi kasus ini, tentu enggak bisa disamakan dengan yang terjadi di Palestina, misalnya. Buat saya, "Setiap Penjajahan di atas muka bumi, memang harus dihapuskan!". 

Dalam hal ini, Penentuan zona wilayah diantara masing-masing negara yang bersengketa belum mencapai final. Belum jelas siapa yang menang. Brunei memilih menunggu hasil melalui jalan damai/mediasi. 

sumbernya dari http://mappery.com/

Lazimnya dalam satu keluarga, selalu saja ada silang pendapat antara saudara. Masa iya sih sama kelaurga sendiri gontok-gontokan? Padahal Komunitas ASEAN 2015 sudah hampir di depan mata. Dalam situasi ini, kita analogikan Indonesia sebagai saudara yang tidak punya kepentingan, bersikap Netral.  Sementara itu Filipina, Malaysia dan Vietnam  bisa belajar dari sikap yang diambil oleh Brunei Darusalam. 

Ayolah, kompak dong. Jangan suka main caplok-caplokan, klaim-klaiman sampai pamer kekuatan segitunya. Bersatu kita teguh, bercerai? Apa kabar komunitas ASEAN :)



Sumber :
http://id.voi.co.id/voi-komentar/3360-ktt-asean-brunei-darussalam-dan-isu-laut-china-selatan
http://irjournal.webs.com/apps/blog/show/4113964 
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/06/laut-cina-selatan-salah-satu-laut-paling-berbahaya-di-dunia
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/07/130614_indonesiadefencedynamic.shtml
http://jaringnews.com/internasional/asia/18498/asean-sepakati-penyelesaian-konflik-laut-china-selatan
http://www.voaindonesia.com/content/asean-sepakati-tata-perilaku-untuk-hindari-konflik-di-laut-cina-selatan/1695380.html
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/06/21/brunei-darussalam-tahu-diri-soal-kepulauan-spratly-374476.html
Share:

Monday, 2 September 2013

Blogger Filipina, Tetap Kreatif dan Melejit

Semakin hari tema yang disodorkan admin lomba #10daysforasean membuat saya sebagai peserta 'dipaksa' jungkir balik mencari referensi untuk setiap posting. Setelah Thailand menjadi topik di hari pertama, disusul ole Kamboja di hari kedua, lalu Indonesia, Myanmar, Vietnam, Laos dan Singapura di hari ke tujuh, berikutnya giliran Filipina yang disodorkan oleh panitia untuk dibahas di hari ke delapan.

Jadi nilah topik hari ke delapan  #10daysforasean:

Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi di negara-negara anggota ASEAN tidak sama. Beberapa negara, termasuk Indonesia, bebas atau longgar dalam hal kebebasan pers dan kebebasan berekspresi bagi para blogger, yang sekarang ini menjadi salah satu alternatif dalam penyebaran informasi atau jurnalis warga. Tetapi ada juga negara yang mengekang kebebasan berekspresi warganegaranya, dan ada negara yang memenjarakan blogger jika tulisannya menentang pemerintahan negaranya.
Bagaimana dengan Filipina? Apakah Filipina termasuk negara yang longgar dalam kebebasan berekspresi dan informasi bagi para warganegaranya, termasuk blogger atau jurnalis warga?

sumbernya dari http://blogs.thenews.com.pk/

Dari rilis yang dikeluarkan oleh  Committee to Protect Journalists yang berbasis di New York menempatkan Filipina di peringkat ke tiga, dua strip di bawah Irak dan Somalia. Dua negara yang sudah lama direcoki kisruh internal yang enggak ada habisnya.

Menjadi wartawan di Filipina seperti menjadi profesi yang mensyaratkan nyali besar, kalau boleh, mungkin punya cadangan nyawa. Kasus terburuk terjadi pada November 2009 ketika 30 orang wartawan tewas dibantai oleh kelompok bersenjata.

Lalu bagaimana dengan para bloggernya? 
Nah, setelah ngulik sana sini saya menemukan 10 aturan main buat para blogger di Filipina. Apa saja itu?

1.   You shall only say nice things on the Internet
Anda hanya  bisa menyampaikan hal yang baik-baik saja di internet
2.   You cannot tell the Truth, whether joking or seriously, if it hurts someone
Anda tidak bisa menyampaikan kebenaran, terlepas apakah sekedar  bercanda atau serius jika hal itu melukai seseorang
3.   What you say can be held against you forever
Apa yang anda katakana bisa dijadikan sebagai alat untuk melawan anda selamanya
4.   What you like can also be held against you-
Apa yang anda sukai juga bisa dijadikan alat untuk melawan ada
5.   The government now has the power to take down your Internet-
Pemerintah mempunyai wewenang untuk menutup akun anda
6.   Your Internet is required to compile evidence against you
Akun anda bisa digunakan sebagai pelengkap bukti melawan anda
7.   You can be punished more harshly for online crimes than for real life crimes
Anda bisa dihukum lebih berat untuk kejahatan dunia maya dibanding kejahatan dalam kehidupan nyata
8.   You must trust the government to do the right thing in implementing the law
Anda harus mempercayai pemerintah untuk melakukan hal yang benar dalam penegakan hukum
9.   The law shall apply to all Filipinos wherever they are
Undang-undang berlaku bagi semua warga Filipina di mana saja mereka berada
10.The Law doesn’t really protect you
Undang-undang tidak sepenuhnya melindungi anda

Sebenarnya undang-undang ini awalnya ditujukan untuk memerangi kejahatan cybersex dan pornografi, tetapi seiring perkembangannya malah dijadikan alat untuk melawan pihak yang bersebrangan dengan pemerintah. Saya mencoba mencari tahu apakah sudah ada blogger atau pemakai internet yang terjerat undang-undang ini. 

Seperti yang kita tahu, beberapa tahun lalu, kasus Prita yang Mulyasari sempat menarik perhatian masyarakat. Sulit sekali menemukan berita terkait blogger Filipina ini, mungkin karena pemerintah Filipina menfilter sedemikian rupa sehingga tidak ditemukan berita tentang blogger Filipina yang tersandung. 


Belajar dari Filipina

Beruntunglah blogger Indonesia, aturan yang berlaku tidak sehoror seperti di Filipina. Lalu, apakah dengan bebas berekspresi kita bebas 'seenak jedat' menyuarakan pendapat kita?
Mari kita tengok lingkungan terkecil kita, dalam kampung global ini, para tetangga terdekat kita sebutlah itu dalam 'komplek' populer yang bernama facebook atau twitter. 

Diantara banyaknya posting yang ramai memenuhi beranda kita, satu-dua caci makian, sindiran halus atau tajam yang kita temukan. Tidak sedikit perang status yang saya baca membuat saya risih dan jengah. Memang sih, saya tidak terlibat langsung dalam perang dingin yang ada, tapi saya enggak mau ikut-ikutan pusing menyimak ribut-ribut itu. Beberapa akun yang kerap 'misuh-misuh'  (dengan menyesal) saya hapus atau paling tidak saya atur sedemikian rupa agar tidak wara-wiri lagi di beranda saya, cukup sekian detik, selesai! 

Padahal, kita semua 'ngeh' kalau bebas berekspresi itu ada batasan. Bebas berekspresi menyuarakan pendapat tidak bearti kita bebas semaunya. Saat tetangga sebelah memutar lagu favoritnya dengan volume kencang bisa membuat kita terganggu, kan? 

Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur kebebasan berpendapatpun tidak memberi ruang untuk berekembangnya paham komunis. Jadi, Bebas bukan berarti bablas. Geert Wilder yang merilis film Fitna yang  menyinggung umat Islam menunjukan kebebasan tidak berarti bebas semau gue.  Bahkan barat yang mengklaim bahwa kebebasan pun tidak sepenuhnya mereka pegang teguh. Contohnya adalah bagaimana 'sensi'nya Amerika dan ganknya kalau  kasus holocaust diungkit.



Kembali ke Filipina, saya malah menemukan fenomena menarik 3 blogger wanita dari Filipina. Mereka adalah Ana Santos, Nikka Sarthou dan Nina terol Zialcita. Siapa mereka? Ketiga wanita ini dikenal luas sebagai penulis freelance top di Filipina. Kolaborasi diantara mereka berusaha membentuk komunitas penulis freelance yang terkenal. Lewat situs mereka  dengan alamat http://www.writersblockphilippines.com/ 


Sumbernya dari http://vickyras.wordpress.com

Sumbernya dari http://vickyras.wordpress.com


Selain mereka masih ada Carlo Ocab, blogger muda yang menjadi jutawan lewat making money onlinenya saat usianya masih belasan. Wow!

Sumbernya dari http://www.hardtofindseminars.com/

Nah, kalau di Filipina yang UU-nya lebih ketat tidak membuat bloggernya kehilangan kreatifitas, kita yang berada di Indonesia, jangan mau kalah, dong.  Enggak mau kan, tersalip para blogger Filipina atau negara ASEAN lainnya.  Thailand, Vietnam, Malaysia  adalah contoh murid yang berhasil menyalip Indonesia setelah mereka 'berguru' ke Indonesia. 

Blogger Indonesia? Bisa juga dong!


Referensi : 
http://jaringnews.com/internasional/asia/13797/banyak-bantai-wartawan-filipina-terburuk-ketiga-dunia
http://asia.cnet.com/blogs/the-10-commandments-of-the-philippines-cybercrime-law-62219355.htm
http://menit.tv/read/2013/08/02/5125/0/14/Wartawan-Tewas-Dibrondong-Peluru-di-Filipina
http://www.blogodolar.com/carl-ocab-mendunia-berkat-make-money-online/
Share:

Sunday, 1 September 2013

Belajar dari Batu Puteh : Harusnya Indonesia Tersengat


Your Singapore! Begitu branding wisatanya Singapura yang sudah lengket di benak pelancong
 
Namun, buat Malaysia ada tapinya. Kurang lebih seperti ini, Your Singapore but not including Batu Puteh, Karang Tengah and and Karang Selatan.


sumbernya dari http://melayuonline.com/

Lho, Ada apa dengan Cinta, Eh Singapura dan Malaysia?

Jadi begini, ternyata soal wilayah bukan Indonesia aja yang terlibat sengketa sama Malaysia. Singapura juga. Ya itu tadi, Tiga pulau yang udah disebutkan di atas. Mereka mulai 'berantem' rebutan tiga pulau itu sejak tahun 1979. Sebenarnya sih tahun 2008 sudah ada solusinya dari Mahkamah Internasional. Pulau Batu Puteh atau orang Singapura menyebutnya dengan nama Pedra Branca diserahkan pada Singapura. Malaysia belum sepenuh hati menerima keputusan Mahkamah Internasional itu.Akhirnya, ya cekcok deh, Ehm, jadi inget kasusnya pulau Sipadan sama Ligitan, ya? Well, ini dia topik lomba blog #10daysforasean hari ke enam. 

So, let's blow the whistle, shall we?
Priiiiitttttt

Kita kenalan dulu dengan ketiga pulau ini, ya.

sumbernya dari sinihttp://pmr.penerangan.gov.my

Pulau Batu Puteh alias Pedra Branca
Pedra Branca itu ya artinya masih itu-itu juga, Batu Puteh atau Batu Putih. Pedra Branca ini diadopsi dari Bahasa Portugis. Eh, ternyata pulau satu ini luasnya cuma seuprit, sekitar 8.520 m2, kira-kira setara dengan  lapang bola saja. 

What? Terus kenapa segitunya mereka ngotot pada keukueh sumeukeuh ngaku-ngakuin? Ternyata, sejak 1847  Singapura sudah memulai proses pembangunan mercu suar yang bernama Horsburgh Lighthouse yang kemudian beroperasi sejak 1851. Eh, ngomong-ngomong  Siapanya kelompok penyanyi Light House Family, ya? (kumat deh OOT nya :D). Buat Singapura sendiri, meski pulau Pedra Branca ini begitu imutnya tapi sangat penting sekali. Horsburgh ini jadi pemandu arah buat kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan Singapura. Nah, kalau menara ini enggak ada, mungkin para Nahkoda kapal laut Singapura bakal galau dan nyanyi "Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu, butiran debu.....". :D
 
Selama 130 tahun ini juga pemerintah Malaysia cuek bebek, enggak bereaksi. Setelah pemerintah Singapura Nah, karena alasan ini Mahkamah Internasional memenangkan Singapura.Kalau Singapura mengklaim pulau ini dengan alasan sudah mengelola pulau itu selama 130 tahun terakhir, Malaysia punya dalih dengan mengajukan bukti yang berdasarkan cerita temurun. Selain itu, jarak dari Singapura ke Pedra Branca adalah 24 nautikal mil atau  44,.448 km. Bandingkan dengan Malaysia  yang jaraknya sekitar 7 nautikal mil atau 12.964 mil saja. Sederhananya Mesti Malaysia yang lebih berhak. Enggak ada titik temu,  akhirnya kedua negara yang berseteru rebutan pulau ini sepakat buat membawa kasusnya ke Mahkamah Internasional. Lewat proses yang panjang akhirnya Mahkamah Internasional memenangkan Singapura sebagai penguasa sah Pulau Batu Putih alias Pedra Branca, ini tidak termasuk dengan Karang Tengah dan Karang Selatan. 

Apa sih pertimbangan Mahkamah Internasional memutuskan perkara ini? 
Dalam hukum Internasional, kepemilikan suatu wilayah bisa diperoleh dengan beberapa cara, yaitu :
1. Okupasi atau Pendudukan
2. Aneksasi atau Penaklukan
3. Preskrispsi berupa pendudukan suatu wilayah dalam waktui tertentu secara terus menerus dengan  sepengetahuan dan tanpa keberatan pemiliknya.
Selain itu, menilik dari ketentuan masuknya suatu wilayah ke dalam otoritas pemerintah yang resmi adalah adanya penguasaan terhadap wilayah yang berangkutan.  Nah, atas dasar ini Mahkamah Internasional memenangkan Singapura dengan posisi suara 12 untuk Singapura dan 4 untuk Malaysia. 

Karang Tengah dan Karang Selatran.
Nah, lalu bagaimana dengan Karang Tengah?
Secara fisik, Karang Tengah adalah sebuah sekumpulan Karang Tengah yang terletak 1 KM di sebelah selatan Pedra Branca. Mahkmamah Internasional memutuskan kepemilikan Karang Tengah ini jatuh ke pihak Malaysia. 15 hakim setuju dan satu hakim menentang. 
Bagaimana Karang Selatan? 
Karang selatan,  penenetuannya  bisa dibilang h geje alias ga jelas. Pasalnya penampakan Karang selatan secara fisik lebih kecil dari Karang tengah dan  baru bisa terlihat jika terjadi surut. Selain itu Mahkamah Internasional juga mengeluarkan keputusan yang 'ngambang'.
 Ceritanya, Malaysia menerima keputusan Mahkamah Internasional ini, meski dengan setengah hati. Well, kita lihat perkembangannya nanti.

Apa Dampaknya buat Indonesia?

Ironis, ya. Kalau melihat pola yang sama, hal ini juga terjadi dengan pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan (Hikss). Pulau yang miss dari perhatian Indonesia, karena dikelola pengusaha Malaysia, lantas jatuh ke Malaysia. Karma, kah? Ehm..... 

Pertama, Indonesia jadi ikutan puyeng. Gara-gara urusan ini, penentuan batas wilayah jadi enggak jelas untuk menentukan batas-batas internasionalnya.

Kedua, belajar dari kasus ini, Pemerintah Indonesia harus segera berbenah. Ada banyak pulau tak bernama (hayooo, ada berapa banyak beras dan gula merah buat bikin bubur merah putih?) yang masih terabaikan. Malaysia yang kalah di Mahkamah  Internasional dari Singapura saja tetap gigih 'merebut' Ambalat, Sipadan dan Ligitan. Mengingat Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang se-ASEAN, bahkan sedunia, mestinya pemerintah melalui punya konsen khusus lewat angkatan lautnya.  Dengan potensi SDM yang banyak, mestinya bisa dong Angkatan Laut kita memobilisasi masa. Nah, nambah lagi PR buat Disnaker sekaligus berita bagus buat mengatasi pengangguran.

Belajar dari Singapura, Mereka berhasil mendapat pengakuan pulau Pedra Branca setelah mberhasil menunjukan bukti yang kuat dengan adanya pengelelolaan Mercu Suar di pulau itu. Pertanyaannya, apa yang sudah dilakukan  pemerintah dengan pulau-pulau tak bernama di wilayah perairan kita?  Padahal kalau pemerintah punya perhatian serius, ini bisa menjadi sumber PAD pemerintah daerah di mana pulau itu berada. Potensi wisata, sudah jelas, ya. Dengan penataan yang profesional, bisa menjadi daerah tujuan wisata baru. Bahama dan Hawaii adalah contoh sukses pengelolaan wisata Bahari. Masih ingat, cerita pasangan selebritis Atiqah Hasiholoan dan Rio Dewanto  yang melangsungkan pernikahan di  pulau Kelor  yang tidak berpenghuni? Venuenya cantik sekali. Hihihi... jadi nyerempet infotainment begini, ya?



Selain itu alternatif  lainnya adalah pengelolaan sumber hayati, seperti perikanan. Coba, ada berapa banyak kasus pencurian ikan oleh kapal-kapal asing dengan jumlah enggak sedikit? Sedihnya lagi ikan-ikan hasil curian itu setelah berhasil dikemas dijual lagi ke Indonesia. 

Selain itu kosongnya beberapa pulau juga bisa jadi alternatif untuk penyebaran penduduk agar lebih merata. Kalau masih ada penduduk jawa  yang ogah migrasi kejauhan, mungkin nih, mereka bakalan mau diajak migrasi ke pulau Kelor misalnya. Dengan diberi kesempatan, dan pembekalan tentunya untuk mengelola pulau-pulau seperti ini. 
Jangan lupakan juga dengan pemeliharaan lingkungan yang berkesinambungan alias konservasi lingkungan, Pemeliharaan terumbu karang, hutan Mangroove misalnya. 

Kalau dulu Gajah Mada pernah bersumpah enggak akan makan buah Palapa sebelum menyatukan nusantara, para penentu kebijakan negeri ini punya komitmen apa buat mempertahankan teritori kita, ya?  Enggak akan makan nasi gitu kek, atau apa  sampai semua pulau tidak bernama itu jelas status dan berhasil dikelola dengan baik.

Inggris yang luasnya cuma 130.395km2 berhasil menjadi penjajah sebagian besar negara-negara di dunia karena mereka memiliki angkatan laut yang kuat, Bukan berarti harus jadi penjajah, tapi dengan luas 5.193.250 km2 setidaknya bisa mempertahankan wilayahnya sendiri. Jangan kalah sama Singapura.

Nah, belajar dari kasus Malaysia-Singapura ternyata jadi potensi yang bisa melibatkan banyak Dinas/Kementrian, ya.  

Referensi :
http://dindingkreatif.wordpress.com/2012/04/22/sengketa-pulau-batu-puteh-singapura-vs-malaysia/
http://imbalo.wordpress.com/2008/05/24/pulau-batu-puteh-atau-pedra-branca-jadi-milik-singapura/
http://hi-inside.blogspot.com/2012/11/sengketa-kepemilikan-pulau-batu-puteh.html
http://repository.unand.ac.id/1730/1/TINJAUAN_YURIDIS_PENYELESAIAN_SENGKETA_PULAU_BATU_PUTEH.pdf
http://astriihsan.blogspot.com/2008/08/sengketa-pulau-batu-putih.html
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2564/
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah
Share: