Showing posts with label Resensi Buku. Show all posts
Showing posts with label Resensi Buku. Show all posts

Thursday, 21 August 2014

Resensi Home, Menjauh Tapi Saling Merindu


Sebenernya udah lama bikin resensi ini dan dikirim ke media. Lama nunggu kabar ga dimuat akhirnya saya tarik aja dan posting di sini. Mudah-mudahan belum basi, ya hehehe
Judul Buku    : Home
Penulis            : Ifa Avianty
Penerbit          : Diva Press
Terbit             : September, 2013
Tebal              : 388 hal
ISBN               : 978-602-255-300-7

Saling menjauh, tapi merindu.
Begitulah tagline yang tertulis dalam cover buku novel terbaru yang ditulis oleh Ifa Avianty. Dengan gambar  rumah yang besar dan asri dengan latar pelangi,  membuat pembaca tertarik untuk memahami arti penting rumah.

Share:

Wednesday, 14 May 2014

Past & Corius: Terjebak Masa Lalu 20 tahun Silam

Pernah nonton film Back to The Future yang dibintangi  Michael J Fox? hihihi... Sepertinya yang ngacung nih malu-malu panther, secara film ini populernya di tahun pertengahan tahun 90an. Itu juga saya nontonnya di Indosiar, bukan cinema cineten bapak satar buleneng *apaan sih*  Paling enggak tahun segituan yang udah nonton udah SMP deh. Aslinya kalau tayang di cinema eh bioskop (masih satu family, kan?) malah rilis tahun 1985. Woooo, tahun segitu saya baru masuk SD. Nah, itung sendiri kapan saya lahir. Hadiahnya silahkan ambil di warung terdekat *makin ngawur!*

Film yang dibintangi Fox (sok akrab bener) menceritakan Marty, seorang remaja yang dicap cupu, pecundang dan suka dibully temennya (lupa siapa namanya). Ia dibantu seorang profesor yang dipanggil Doc. Seorang profesor nyentrik, dengan potongan rambut kayak abis diacak-acak Gundala ini menggunakan sebuah mobil dengan kap terbuka, mundur 30 tahun ke belakang buat merubah masa lalu bapaknya Marty yang juga suka dibully sama supervisornya.

Cerita selanjutnya, silahkan googling atau hunting videonya (mudah-mudahan ada yan berbaik hati ngerubah fomatnya jadi MPEG, MP4 dan semacamnya. Tahun 1985an kan formatnya masih kaset VHS nan tebel kayak bata  gitu, ya?).
Share:

Thursday, 1 May 2014

Resensi Buku: Sang Patriot


Ada yang pernah nonton film Merah Putih yang dibintangi Lukman Sardi? Film trilogi yang mengambil seting pada masa kemerdekaan itu saya tonton seri pertamanya tahun 2009 di bioskop. Jarang-jarang saya mau ke bioskop, baik itu nonton film barat maupun film Indonesia. Bukan apa-apa sih, soalnya males ngantri saat antriannya masih mengular. Kalau pun sampai bela-belain mau nonton sebuah film, setidaknya di mata saya film itu adalah film yang keren dan menarik. Benar saja, bersama adik  yang waktu itu  masih di bangku SD, saya tidak menyesal menonton film ini.  

Dalam beberapa hal, kelemahan dari sisi sebuah film adalah tidak bisa seutuhnya mengangkat semua detil layaknya dalam sebuah buku. Belum lagi, eksotisme dari membaca adalah sudut pandang yang timbul setelah membaca dari setiap orang belum tentu sama. So, kalau ada film yang diadaptasi dari sebuah buku akan lebih afdol kalau dibaca dulu bukunya. Spoil memang, kita keburu tahu endingnya seperti apa,, tapi visualisasi yang kita bayangkan dengan penafsiran sutradara tidak selalu sama, lho.

Buku yang akan saya resensi ini memang belum diadaptasi ke layar lebar, namun menyimak kisah nyata dari seorang  Mayor Mochamad Sroedji, sepertinya akan menjadi sebuah fim yang asyik dan layak diapresiasi. Sudah lama juga, ya, kita tidak menyaksikan film beraroma heroik  perjuangan pahlawan-pahlawan Indonesia yang wara wiri di bioskop?



Judul Buku                   : Sang Patriot
Penulis                         : Irma Devita
Tebal                           : 266 halaman + xii
Penerbit                      : Inti Dinamika Publisher
Cetakan Pertama        : Februari, 2014         
ISBN                             : 978-602-14969-0-9

Share:

Thursday, 10 April 2014

Resensi Buku: The Vanilla Heart




Judul              : The Vanilla Heart
Penulis            : Indah Hanaco
Penerbit         : Bentang, Juni 2013
Tebal              : 258 halaman
ISBN               : 978-602-7888-47-0




Kalau anda penggemar es krim, pasti familiar dengan varian Vanilla, salah satu varian yang saya suka, termasuk untuk minuman instant keluaran sebah brand yang terkenal itu. Karakter khas dari Vanilla ini juga yang melumerkan dua orang – Hugo dan Dominique – yang tidak sengaja bertemu dalam sebuah insiden dan jadi awal cerita di antara mereka berdua yang akhirnya bertemu lagi  5 tahun kemudian.
Resensi The Vanilla Heart
The Vanilla Heart

Share:

Friday, 14 March 2014

Resensi Buku : Menanti Cinta

Nyaris saja saya lupa pernah melamar untuk meresensi novel Menanti Cinta yang masih fresh dari ovennya penerbit Mozaik Indie. Kalau tidak dicolek seorang teman di status FB mungkin saya lupa sama janji saya buet mereview, hehehe...
Nah, hari selasa tanggal 11 kemarin akhirnya saya menerima paket berisi novel yang dimaksud tadi. Jadi tanpa basa-basi lagi, kita mulai reviewnya, ya.
Judul                     : Menanti Cinta

Penulis                 : Adam Aksara

Penerbit               : Mozaik Indie, Februari 2014

Tebal                     : 227 halaman

ISBN                      : 978-602-14972-3-4
Photo Credit : Mozaik Indie

Share:

Tuesday, 7 January 2014

Kitab Anti Bangkrut, Jurus Jitu Sukses Berbisnis

Kalau berbicara soal dunia bisnis, biasanya tidak jauh-jauh dengan istilah sukses, untung, rugi, atau bangkrut. Sukses dan untung jangan ditanya lah, semuanya juga yang buka usaha pasti pengin begitu. Gimana kalau bisnis atau usahanya dihadapkan pada kondisi bangkrut atau rugi. Jalan terus, sambil mengevaluasi di mana letak kesalahan? Atau mungkin sebaiknya banting setir saja?

Bangkrut 
1. Menderita kerugian besar hingga jatuh; gulung tikar. 2.  Habis harta benda; jatuh miskin. Kalau diberi imbuhan ke-an (kebangkrutan) artinya perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya.

Rugi
1. Kurang dari harga beli; tidak mendapat laba. 2. Kurang dari modal. 3. Tidak mendapat manfaat/faedah. 4 Sesuatu yang tidak menguntungkan.

Siapa sih yang mau bangkrut usahanya, ya? Coba kita maen ke toko buku Gramedia, pastinya ada satu space khusus yang menggelar buku-buku yang membahas aneka trik menyiasati bisnis agar sukses. Bingung milih buku mana yang paling moncer? Coba baca buku yang satu ini, Kitab Anti Bangkrut yang ditulis oleh jagonya entrepreneur yang masih muda, Jaya Setiabudhi. Familiar? Kalau belum yuk kenalan dulu sama bukunya.

Share:

Tuesday, 24 December 2013

CineUs, Menatap Masa Depan Sineas Berbakat



Kalau ditanya ekskul apa yang happening banget saat saya SMA, maka saya ga ragu bakal menjawabnya dengan basket dan cheerleader. Padahal waktu SMA dulu ada banyak ekskul yang wara wiri mempromosikan diri, merekrut calon newbie bukan cuma pas perform di acara MOS atau apapun itu namanya. Pas jam istirahat atau saat jam kosong karena gurunya ga ada, suka ada tuh kakak kelas mulai dari yang beneran charming,  sok charming, atau biasa saja promosi (lagi), menginformasikan kegiatan ekskul dan seabrek prestasi yang sudah diperoleh. Dulu pernah ada ekskul Teater dan pernah mentas  di aula sekolah. Saya ikutan, ga? Enggak tuh, cuma nonton aja hahaha.... 

Ternyata, setelah belasan tahun, ekskul yang ada di sekolah banyak berkembang seperti salah satunya, ekskul klub film. Mungkin masih satu mainstream ya. Bedanya, ekskul klub film ini bukan cuma ngulik seni akting tapi juga aneka pernak pernik yang mendukung seni peran itu.Begitu juga klub film sekolah yang jadi latar dari novel CineUs (baca : sineas). Seperti apa ya, novel ini? Penasaran? Kalau begitu, mari baca review dari saya ini dulu, yuk.

Judul Buku : CineUs
Penulis : Evi Sri Rejeki
ISBN : 978-602-7816-56-5
Penerbit : teen@noura
Terbit : Agustus, 2013 (cetakan petama)
Sampul/Cover : Fahmi Ilmansyah
Ilustrasi : Anisa  Meilasyari
Harga : Rp. 48.500
Tebal : 280 + xvi halaman

“Len, di dunia ini, ada dua hal yang pantas diperjuangkan. Yaitu impian dan cinta,” ucapnya bersungguh-sungguh. Aku menatapnya tak percaya. Ah, dia memang sudah dewasa.

Lelatu Namira atau Lena, bersama kedua sahabatnya Dania dan Dion, siswa kelas XI sebuah SMA di bandung bersorak girang saat mereka menerima surat keputusan dari wakasek Bu Helena yang memberikan izin untuk mendirikan klub film sebagai salah satu ekskul di sekolahnya.

Sukses? Ternyata belum. Lena, Dania dan Dion harus mati-matian mempromosikan klub filmnya, mulai dari menyebar flyer di kantin, sampai mengadakan acara nonton bareng film indie buatannnya dan dibuly dalam artikel review  oleh redaksi majalah sekolah.

Klub film yang akhirnya mendapat anggota baru 7 orang dari anak-anak kelas X ternyata tidak juga mendapat simpati dari Pak Kandar, wakasek yang baru, ditambah kru Klub Film yang susah solidnya. Salah satunya, adalah Romi Berkat kesabaran Dania, Lena berhasil menangapi dengan santai sikap Romi yang doyan cari gara-gara. Di sisi lain, Lena dan Dania juga sudah maklum dengan penyakit ga nyambungnya  Dion yang sering muncul tiba-tiba.

Ditengah perjuangannya untuk membesarkan Klub Film Lena dihadapkan pada dua hal yang membuat adrenalinnya terpompa maksimal. Teror Adit berbau dendam, mantannya saat masih di SMP, dengan taruhan yang bisa bikin malu siapa saja yang kalah. Lalu ada duo anak hantu, Rizky dan Ryan dengan talenta film yang keren, sampai membuat Lena nekat dan  kena hukuman Pak Kandar yang tidak suka namanya disalahgunakan.


Novel ini bukan semata membahas perjuangan Lena untuk mengikuti festival film untuk menjawab tantangan Adit. Ada romansa masa SMA yang dikemas dengan diksi yang lincah, mengalir dan arti persahabatan dalam CineUs. Lena cs yang berusaha meraih kembali Dion setelah menyadari kesalahpahaman yang terjadi (nah, konflik apa lagi, coba?), usaha menjalin kembali simpul persahabatan yang sempat terurai karena sebuah kecerobohan, konflik keluarga dan mimpi-mimpi sederhana yang dimiliki remaja anak SMA hingga tentu saja percikan chemistry yang muncul di antara mereka berlima. Terlepas dari semua itu, Lena bukan saja berjuang membesarkan Klub Film, pesona Rizky dengan kejeniusan dan kemisteriusannya perlahan membuat Lena belajar menjadi seorang gadis yang lebih tenang dan terkendali.

Dengan cover biru dan design yang cute, novel ini bikin saya kepincut. Lucu deh,  soalnya cover yang bisa dibuka lipatannya itu biasanya kan  kesamping ya, bukan ke atas. Tiba-tiba saja saja jadi teringat tagline sebuah produk susu, tumbuh itu ke atas, bukan ke samping. Tentu saja produk susu tersebut ga jadi sponsor dari novel CineUs ini.

Selain mengetahui bagaimana proses pembuatan film indie dibuat (mulai dari membuat script, merancang budget, casting, sampai pengambilan gambar). O, ya saya juga suka sama ide bunker rahasia yang ada di lingkungan sekolah. Ah, suka deh. Imajinasi yang keren!

Dalam beberapa halaman novel ini, disertakan ilustrasi ala skets pensil. Ilustrasi yang mengingatkan saya sama novel jaman saya SMA dulu semacam Lupus atau 5 sekawan. Buat saya, ilustrasi ini bakal lebih terasa lebih hidup kalau dibuat lebih ilustrasi berwarna.

Satu lagi, ide bikin thriller booknya CineUs ini mengingatkan saya sama penulis favorit saya Michael Scott yang juga membuat thriller book untuk novel The Alchemyst. Dibanding novel lokal lainnya, CineUs inis udah  lebih maju untuk promosi.



Kritik saya sih, openingnya rada flat, kurang greget, sampai akhirnya ketemu hot buttonnya di scene yang spooky, malam hari  saat Lena melemburkan dirinya menyelesaikan proyek di sekolah.  Oke, disini saya tahu kalau CineUs bakal berjalan menarik. Eh ada  yang bikin saya rada penasaran soal sikap dan masalah yang dihadapi Ambu, mamanya Dion. Akar permasalahan yang akhirnya diuraikan Dion saat curhat dengan Lena bikin saya kurang puas untuk menjawab sikap ketus Ambu saat Lena dan keempat temannya menyambangi rumah Dion.

Kesannya Ambu itu seorang pendendam dan berjiwa labil. Berubah 180 derajat sebelum badai menggemparkan kehidupan rumah tangganya. Lalu juga yang pengen saya kasih masukan adalah sikap Dion yang sebenarnya bisa membuka akses komunikasi tanpa harus membuat teman-temannya kelimpungan dan menghadapi kejutekan Ambu. Biasanya, anak SMA itu paling eksis di dunia sosmed, semacam Whatsapp, Line, BBM selain FB atau twitter. 

Kalau anda menebak ending dari novel ini adalah bagaimana hasil dari festival film yang diikuti Lena dan kawan-kawan, anda akan kecele. Twist Ending, begitu rasanya istilah yang pas. Jadi, jauhlah dari pakem drama queen seperti dongeng ala boneka Barbie atau serial Walt Disney semacam Cinderella gitu. Ah,  basi, ya,  kalau endingnya begitu klasik alias gampang ditebak.

Jadi  tergelitik buat mikir mengira-ngira  bakal seperti apa, ya, kalau ekskul film jadi trend di sekolah-sekolah? Terlepas dari kendala anggaran untuk mengadakanperangkat semacam kamera, mestinya itu jadi tanggung jawab sekolah. Harapan saya, kalau remaja-remaja SMA berhasil jadi pionir di berbagai ajang Olimpiade Fisika/Matematika atau festival choir, nambah dong dengan jago-jago sineas muda yang berhasil mendobrak mainstream yang (maaf) masih  saja ada yang doyan mengumbar sensasi fisik wanita atau horor yang mencekam ala film-film pocong, dukun dan sebagainya. 

Sudah bannyak sineas muda berbakat yang unjuk gigi dalam festival film indie yang dihelat. Nah, buat yang kepengin bisa bikin film Indie, novel ini bisa jadi inspirasi. Karena memang bukan cuma cinta saja yang harus diperjuangkan, tapi mimpi juga. Siapa tau ke depannya bakal ada sutradara film muda dari Indonesia yang bisa menyaingi kerennya Steven Spielberg, Peter Jackson, atau Rob Cohen. Hey, who knows?  Dare to be a CineUs? Ah, kenapa enggak?

So, apakah Lena berhasil menjawab tantangan Adit? Siapa yang menang? Kenapa Lena begitu ngebet menjadikan Rizky dan Ryan  menjadi bagian dari klub Film? Talenta apa yang dimiliki keduanya? Mengapa Romi suka mencari gara-gara dan apa hubungannya dengan Adit? Apa yang terjadi dalam keluarga Dion dan  ambunya itu? Ah, seperti biasa, no spoil. Ga seru, kalau saya bocorkan di sini. Silahkan sambangi toko buku terdekat saja, ya.

Share:

Saturday, 16 November 2013

Resensi Buku: Ranu, Saat Hati Menemukan Cintanya





Jadi ceritanya saya lagi ikutan NaNoWriMo nih, tantangan nulis 50.000 kata, menelurkan (emang saya unggas?)sebuah novel. Sebuah obsesi saya ynng belum kesampean. Maunya sih jangan satu buku aja, lanjut lagi dan lagi. Berapa lapis? Ratusan.  Ih, emang wafer?
Hehehe, satu outline, satu prolog dan satu isyu  sudah saya buat. Beberapa bab sudah saya paparkan.  Hasilnya? Saya sering dibuat nanar menatap hitungan angka, tragis.Menyedihkan. Ada kalanya schedulu saya tidak berjalan mulus. Kalau sudah begini rasanya pengen nangis aja. *tissue mana tissue?*

Baiklah, saya mencoba buat realistis. Saya pernah baca satu status, duh lupa status siapa. Yang jelas bukan status palsunya Vidi Aldiano. (Yaaaa,tambah ngelantur). Jadi penulis itu perlu sabar. Sabar menjalani semua proses. Sabar  menulis, Sabar dengan aneka interupsi , selingan dan aneka jeda lainnya.

Catet, sabar. Oke. Next? Ya, resep klasik tapi emang numero uno. Menulis menulis dan menulis. Kalau lagi terjeda, gini. Gimana atuh? Biasanya saya ngeblog, fesbukan (halah) dan ini, baca. Baca referensi, baca literasi, ngorek-ngorek ide dan inspirasi, siapa tau ada yanng blink-blink dan asyik buat diboyong jadi bahan cerita.
Nah, saya mau nge-review lagi ah.

Minggu ini, saya punya buku keren dari penulisnya langsnng, lho. Dalam rangka apresiasinya gara-gara resensi yang saya pernah posting tentang novelnya yang sebenarnya udah lama tapi telat review. Hihihi.....

Saya dikasih buku Home sama Ranunya Ifa Avianty. Penulis yang dengan sok akrabnya saya sapa teteh.  Makasih banget, truly, madly, deeply novel-novelnya  inspiring banget. Suerrrr.

Judul Buku : Ranu, Saat Hati Menemukan Cintanya
Penulis : Ifa Avianty & Azzura Dayana
Penerbit: Quanta - Imprint Elex Media Komputindo, 2013
Jumlah Halaman : 305 + IX
ISBN :  978-602-02-1267-8
Harga : Ga tau, karena gratis (:P)

Perhatian saya tertuju langsung sama novel Ranu : Saat Hati Menemukan Cintanya. Pas baca judul dengan covernya saya langsung inget novelnya Donny Dhirgantoro. Pasti ada hubungannya sama danau cantik di Semeru sana.
Halaman-halaman awal ternyata saya disuguhi venue pedalaman Baduy. Venue yang tadinya mau (tepatnya pengen) saya kunjungi pas jaman kuliah. *Cerita tentang itu nanti aja* Ada tokoh Ayuni yang muncul di sini. Ayuni yang jutek,  pemurung dan suka misuh-misuh dan rusuh dengan temannya Dios yang disapanya dengan mesra sebagai  Badak  Jawa.  Biasanya yang suka berantem begini ujung-ujungnya jadian, ya?
To early to analyze.  Ga seru ah, ternyata ga begitu. Di novel yang dibuat teh Ifa (tuh, sok akrabnya kumat) berkolaborasi dengan Azzura Dayana, seorang bacpacker yang doyan foografi juga. Seneng deh, saya nambah wawasan soal fotografi dari novel ini dari sentuhannya doi.  Ay yang doyan fotografi ternyata punya musuh bebuyutan di blognya, Ranu. Ranu yang ternyata kenal juga dengan Ai, alias Irene yang juga sepupunya Ay.

Alur cerita lantas berpilin, berputar maju mundur (kayak naik halilintar dicampur kicir-kicir) mengikuti hayalan para tokohnya mengenang masa lalu.  Masa lalu yanng ternyata berhubungan diantara Ay dan Ranu. Ada Ai lainnya yang pernah hadir di hidupnya Ranu, Ai yang juga dikenal Ayuni.  Ai yang juga jadi cintanya Fajar, kakaknya Ayuni. Pusing? Pegangan yang kuat , ya.

Lanjut.!
Gara-gara Dios, Ayuni akhirnya terseret proyek pembuatan film dokumenter yang membuatnya sering bertemu dengan Ranu,  juga proyek  yang didukung penuh kantor majalahnya Irene bekerja. Dan begitulah, benih-benih cinta itu muncul, muncul dengan malu-malunya diantara Ayuni, Ranu dan Irene.

Jadi Ranu millih siapa? Ga mungkin kan, milih dua-duanya?
Nah, tipikalnya teh Ifa yang doyan menyelipkan lagu-lagu di setiap ceritanya. Kalau beberapa cerita sebelumnya sering bikin saya senyum-senyum, malah suka dikira rada strip sama temen yang aneh liat saya tiba-tiba ngikik depan buku yang saya baca, Ranu ini beda. Iya sih, novel terakhir  sebelum ini, The Romantic Girl ada beberapa scene yang bikin saya nangis terharu.
Kalau Ranu bukan beberapa lagi, mostly bikin saya termehek-mehek (ketauan ya, sisi sensinya seorang Efi). Ikut larut dengan lamunan masing-masing tokoh utama, Ay, Ai dan Ranu. Malah siang tadi pas saya nunggu giliran di Bank yang Cape Ngantri (bank apakah itu?) dan satu bank lainnya yang punya nasabah eh rakyat yang banyak (ketebak, ga?) saya rada malu juga, ada bagian yang bikin mata saya berembun (lagi).  Mestinya kalau ada bank yang suka nyediain permen di meja teller, harus nyedian tissue juga nih. Buat Pengantri seperti saya, siapa tau tiba-tiba cemen , terharu. Ga penting!

Bagian apa yang bikin terharu? Ah biarlah jadi rahasia saya. Hehehe. O, ya. Waktu saya baca di novelnya, ada tagline novel islami. Sambil baca saya sempet mikir, sebelah mana islaminya? Iya sih, ga ada scene yang vulgar. Baik di novel ini maupun novel lainnya. Oh, ternyata semakin dalam saya telusuri, ada scene ketika tokoh-tokohnya menemukan kembali jalannya, kembali rutin dengan salatnya yang bolong-bolong. Menemukan kembali kerinduannya dengan Sang Khalik, Sang Maha Cinta yang menyapa lembut hamba-hambanya yang  cuek dengan ibadah yang dianggap sepele selama ini. Teh Ifa danAzzura Dayana mengutip terjemah surat Al Mulk ayat 3-5 dengan sangat manis.  Juga ketika akhirnya salah satu tokoh berhijab, menutup auratnya.

Yang telah menciptakan tujuh  langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.  Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian padanglah sekali lagi, niscaya  penglihatanmu akan kembali padamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (Q.S Al-Mulk : 3-5)

Eastjava.com

Tadi di awal saya sempet yebut-nyebut soal Ranu Kumbolo, ya?  Danau yang indah, danau yang ada di guung Mahameru yang kata Doni Dhirgantoro mistis dan suka menelan korban, akhirnya dibahas juga. Saya jadi kesindir sama ucapannya Fajar, kakaknya Ay yang bilang kalau sebenernya masalah mendaki gunung itu bukan soal kuat atau tidak kuat, tapi soal niat. Mereka yang ga sehat banyak juga yang berhasil menikmati keindahan gunung, menikmati eksotisnya keindahan dari puncak ketinggian. Saya kesentil, nih. Ranu Pane,  yang belum seberapa tinggi dari Ranu Kumbolo yang kadar k dinginannya menusuk tulang.  Saya jadi inget pas jaman kuliah dulu, dihajar hawa dinginnya gunung Puntang atau Bumi Perkemahan Ciwidey aja udah bikin saya kepayahan. Halah.
Last but least, saya suka banget sama keyword Starlet Eyes-nya. Starlet Eyes yang menjadi tanda buat Ranu memilih cinta sejatinya, Starlet Eyes yang mengingatkan saya pada seorang teman, seorang teman berantem yang punya Starlet eyes juga. (udaaah, jangan curhat di sini).
Jadi, saya rekomendasiin buku ini buat dikoleksi.  Ga rugi buat dibeli. Serius. Satu kritik saya buat buku ini adalah kurang tebal. Pas kelar baca ceritanya, yaaaa, udahan deh. Hehehe.  Jadi siapa si Starlet Eyes itu? Ay, atau Ai? Ranu ngajak siapa buat nikah, ya? Pastinya bukan saya. Lah, saya enggak ada di novel itu, gimana mau diajak coba?







Share:

Wednesday, 30 October 2013

Simply Love: Jangan Ada Tuhan Kecil Di Hatimu

(X) : Simply love? Siapanya Simply Red?
(Y) : Ah, sama-sama simply tapi mereka enggak saudaraan kok. Satu di amrik satu di Indonesia.
(X) : Errrr, maksudnya band baru?
(Y) : Enggak juga.
(X) : Habis, apa dong?
(Y) : Simply Love ini bukan nama band atau judul lagu, ini judul buku yang di tulis Ifa Avianty.





Judul Buku : Simply Love
Penulis : Ifa Avianty
Jumlah Halaman : 208 + V
Penerbit : Noura Books - 2012

So the story goes...
Insiden es campur tumpah mengawali cerita Marijke Fitria Syawal alias Keke dengan Willem Adiwarman Saleh, alias Wim,  seniornya 4 tahun, beda jurusan.

Keke yang panik karena jaket almamaternya terkena tumpahan enggak mau tahu dan menuntut Wim bertanggung jawab untuk menbuat jaketnya segera kering dalam waktu 24 jam. Itu semua lantaran aturan yang mengharuskan Keke sebagai newbie di kampus untuk memakainya, sebagai ciri anak baru. 

Laili, sahabat Keke sendiri merasa heran dengan kedekatan mereka berdua yang tidak pernah mau mengakui sebagai hubungan pacaran. Keke  yang smart, lahir dan keluarga kaya raya dan manja ini mulai frustasi setelah lamarannya ke 27 perusahaan sukses ditolak. Akhirnya, lamaran ke-28 itu datang juga, tapi bukan dari perusahaan, melainkan dari Wim.

Sebenarnya sih keduanya sudah saling suka, saling memuja cuma karena tahan harga ditambah jaim, cara Wim mengajak Keke married terasa enggak banget, enggak ada kesan romantis sana sekali. Ya, meski  akhirnya mereka menikah juga. 

Kalau sebelum menikah tidak pernah ada masalah berarti diantara Keke dan Wim, justru setelah menikah ini Wim tampak seperti asing bagi Keke. di mata Keke, Wim adalah mahluk aneh yang konservatif, posesif dan banyak mengatur. Keinginan Keke untuk  berkarir ditolak mentah-mentah oleh Wim yang tidak menginginkan keempat anak-anaknya tumbuh dalam asuhan orang lain. Keke mulai putus asa dan curhat dengan ke-6 adik Wim ; Manda,  Lynn, Paul, Yosi, Erna dan Ayu. Alih-alih mendapat masukan, ke-enam adik-adiknya ditambah Bunda, mama-nya Wim juga dibuat helpless, tidak bisa banyak membantu Keke.

Adik-adik Wim yang akrab dengan Keke sedikit banyak membantu Keke melepaskan kebeteannya dengan mengajari Keke aneka resep dan keterampilan ibu rumah tangga lainnya. Keke yang cerdas dan dasarnya tipikal fast learner bukannya mendapat pujian, tapi diklaim sebagai nasib baiknya karena bersuamikan Wim. Errrr, jadi Keke hebat karena dia punya suami Wim?  Superioritas Wim semakin bikin Keke jengah dibuatnya.

Satu hari, Manda, yang paling akrab dengan Keke datang ke rumah Keke membawakan seekor kucing. Keke menamai kucing itu dengan nama Mia yang membuat Manda tergelak. Akhirnya satu sisi masa lalu sedikit tersingkap, Wim ternyata pernah punya pacar. Cuma karena sikap Wim yang dominan itu, membuat Keke harus pintar bergerilya mencari tahu ada apa dengan cinta Mia.

Dominasi Wim yang serba mengatur soal remeh temeh semakin kentara saat Keke nekat memotong pendek rambutnya yang panjang jadi model tousled ala Hillary Clinton. Semangat Keke yang tadinya mau kasih kejutan buat Wim jadi ciut dan membuatnya tidak yakin saat Bunda dan keenam adik-adiknya mengajak Keke membuka cafe dengan konsep perpustakaan. 

Keke dan Wim mulai diem-dieman setelah sebelumnya bertengkar hebat. Keke yang protes dengan otoritas dan Wim yang keukeuh dengan prinsipnya memasang jarak, tidur berpisah ranjang. Saat diem-dieman ini Wim dikipasi teman-temannya untuk memberi Keke ruang beraktulisasi, sedangkan Keke semakin hancur saat tahu dirinya hamil lagi untuk yang keenam kali.

Nah, semakin runyam kan? Memangnya teman-teman Wim 'ngipasin' apaan sama Wim? Seperti apa diem-diemannya Keke dan Wim. Apa Keke tetap mau melayani Wim meski bete? Gimana cara mereka berdua mengkamuflasekan kebekuannya saat keduanya menghadiri gathering orang tua murid di sekolahnya Aliff. Saat gatthering ini, ternyata muncul cinta lama Wim, siapa lagi kalau bukan si meong, eh Mia itu. 

Seperti biasa teh Ifa selalu menghadirkan teh dan kopi sebgai menu wajib para tokohnya.  Ditambah hadirnya  lagu lawas sebagai latar, termasuk lagu lawas dari Pink Floyd yang berjudul Another Brick In the Wall yang menjadi kunci pembuka misteri masa lalu Wim. 

We don't need no education
We don't need no thought control
No dark sarcasm in the classroom
Teachers leave them kids alone
Hey teacher leave them kids alone
All in all it's just another brick in the wall


Seperti biasa juga, sudah jadi tipikalnya teh Ifa dengan gaya tutur karakter yang bercerita seolah curhat dengan pembaca juga tidak lepas dari cerita Simply Love ini. Yang pengen saya garis bawahi dari pesan moral dari cerita Simply Love ini. 
Jangan ada tuhan kecil di hati kita. Sikap ini tidak lagi membuat obyektif memandang pasangan kalian, kalian seperti menjadikan pasangan kalian Tuhan kecil di hati. Dan itu berbahaya, selain tidak disukai Tuhan, kalian juga akan sulit melangkah lebih maju lagi kalau kalian merasa dibelenggu perasaan kalian yang kuat itu.

O, ya satu tambahan lagi dari saya, mungkin siiih belum tentu manjur alias berlaku bagi semua. Tapi di sini Keke lebih suka curhat dengan mertua, bukan ortu sendiri. Kesimpulan saya, kalau curhat dengan ortu masing-masing mungkin malah menambah runyam suasan karena kecenderungan ortu kebanyakan lebih membenarkan anak-anaknya.

So, siapa yang mengalah di sini? Jadi ga, Keke dan adik-adiknya Wim membuka cafe? Gimana peran bundanya Wim jadi penengah antara Wim dan Keke? No spoil dah, baca aja sendiri bukunya. 








Share:

Saturday, 26 October 2013

Fiqih Kecantikan, Agar Cantik Tapi Tetap Syar'i

Tips Cantik.
Pernah ketik itu enggak di google search?
Hayoo, ngaku! Pasti sudah. Tapi kalau anda laki-laki kayaknya enggak deh, ya. Kecuali bantu cariin buat adik atau istri. Pacar? No no no....nikah dulu sana, baru pacaran.

Sudahlah, saya enggak kan bahas soal pacaran, mari kita fokus dengan tema.
Posting sekarang ini saya enggak akan bahas soal aneka tipsnya,  lagian saya suka dandan minimalis, enggak menor-menor. Tapi.... saya mau rekomendasiin buku yang membahas dunia kecantikan ditinjau dari aspek syariah. Jangan sampai kita tampil cantik eh malah menyalahi aturan, duh apa kabar shalat kita?



Judul Buku           : Fiqih Kecantikan 
Penulis                  : Dr H. Aam Amiruddin, M.Si
Penerbit                : Khazanah Intelektual
Jumlah Halaman  : 102 + x
Dimensi                 : 17 x 17 x 1
Harga                    : Rp. 48.000

Ngomongin soal perempuan, biasanya yang langsung teringat adalah cantiknya. Ehm, buat saya semua wanita itu cantik, enggak ada yang ganteng (ya iyalah). Nah, soal menarik enggak menarik, itu relatif. Buat si A mungkin kriteria cantik itu tampil dengan aneka make up yang tebal dan busana yang glamour. Buat si B, cantik itu sederhana, dengan make up minimalis, buat si C cantik itu tampil anggun seperti putri raja dan bla bla bla...

Islam sendiri tidak melarang kok buat para perempuan berdandan, karena pada dasarnya  fitrah manusia itu menyukai  keindahan. Cuma ada yang harus digaris bawahi,   ada aturan yang harus diperhatikan agar tidak menyalahi aturan. Dalam buku ini lima aturan dasar yang harus diperhatikan:
  • Tidak membuka aurat (berhijab)
  • Tidak Menyambung rambut
  • Tidak mentato, mencukur alis dan mengikir gigi
  • Tidak berpakaian secara berlebihan
  • Tidak memakai parfum yang menyengat

Kosmetik 
Pesatnya teknologi jaman sekarang membuat banyak pilihan kecantikan yang ditawarkan.Mulai dari make up, perawatan tubuh sampai busana. Soal Make Up nih, jangan sampai kita pengen cantik dengan modal asal bin murah meriah tapi membahayakan keselamatan. Boleh saja pakai make up seperti yang sudah dijelaskan 5 poin di atas , dengan catatan tidak membahayakan diri. Kosmetik dengan konten zat-zat berbahaya better dicuekin saja, jangan dipake. Dzalim sama sendiri atuh itu mah.

Soal permak kecantikan alias bdah kosmetik ternyata ada banyak lho. Bukan cuma transplantasi silikon untuk hidung, payudara, mengencangkan perut, facelift dsb. Saya baru  ngeh, ternyata ada juga ya Otoplasty alias bedah telinga atau bdah lainnya, atau chemical peel alias pengelupasan wajah dengan bahan kimia. Bedah yang satu ini membantu pasien yang ingin menghilangkan bekas jerawat, cacar atau bekas luka lainnya.  Soal bedah ini kalau niatnya untuk tampil kinclong ada dua pendapat. Ada yang keras melarang tapi juga ada yang membolehkan asal dilakukan oleh ahlinya. Menyerahkan urusan ini pada yang enggak ahli malah menjerumuskan pada ancaman kegagalan.Itu sih sama saja dengan mendzalimi diri,kan? Mau pilih yang mana? Dua pendapat ini sama-sama punya dasar yang kuat, kok. Monggo.

Parfum
Lalu soal parfum nih, dalam buku ini dibahas kalau sebenarnya parfum itu boleh  kok, asal tidak menguarkan aroma yang menyengat. Seperti hadits berikut
"Allah tidak akan menerima shalat seseorang wanita yang pergi ke masjid sedang aroma parfumnya sangat menyengat sehingga dia pergi dan mandi (H.R Ibnu Khuzaimah)"
So, pake yang aromanya lembut saja, ya. Niatnya bukan buat tebar pesona, tapi menjaga kesegaran dan kita tetep pede. Enggak juga deket-deket sama yang smelly.   

Selain soal bedah-bedahan, buku ini juga  membahas topik lainnya, seperti mewarnair ambut (termasuk mewarnai dengan hitam), meluruskan rambut,  dracula therapy (bukan diterapiin sama drakula, ya) suntik vitamin C yang bikin kulit putih mulus itu, tanning  (proses menggelapkan kulit), Perawatan gigi (behel, kikir gigi, bleaching, gigi imitasi), tato kecantikan, sampai parfum. 

Totok Aura
Pernah dengar Totok Aura? Sebelum ini saya juga sempat berpikir, halal apa haram, ya? habis ada diksi auranya itu. Ih, jangan sampai ada jin ikut-ikutan dalam proses ini, Eh ternyata enggak seperti yang saya cemaskan.  Totok aura adalah teknik menotok beberapa titik pada bagian tubuh untuk memperlancar sirkulasi darah di 14 titik tubuh yang ada di wajah, kepala, leher dan punggung dengan bantuan produk pendukung seperti susu pembersih, toner, krim antioksidan, minyak zaitun dsb.  Peremajaan kulit wajah, hilangnya rasa penat dan metabolisme hormon menjadi normal adalah hasil yang akan kita peroleh. Efeknya, penotokan ini akan mengaktifkan bioenergi positif di tubuh  sehingga memancarkan aura yang lebih kuat.  Hmm, jadi begitu, ya. Mau coba?

Fashion dan Life Style
Untuk  topik yang satu ini, space yang disediakan tidak terlalu banyak tapi tetap padat berisi kok.Secara umum, fashion dan life style ini hukumnya  mubah, alias boleh dilakukan tapi juga boleh tidak dilakukan. tentu saja status mubah enggak berarti jadi serba permisif.   
Tiga Poin pertama diatas umumnya sudah kita pahami ya, nah dua poin terakhir ini yang pengen saya kasih high light. Soal berpakaian, contohnya adalah tidak terlalu panjang sampai menyapu lantai. Selain enggak enak dilihat, bisa jadi ujung pakaian itu terkena najis dan bikin shalat kita enggak sah



Tentu saja terlepas dari tren busana yang lagi marak-maraknya ada batasan yang harus diperhatikan, antara lain : tidak menampakkan aurat, tidak transparan, tidak ketat dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Jelas, ya. Modis boleh-boleh aja tapi luruskan niatnya bukan buat tabarruj alias pamer.

Soal gaya hidup,  nongkrong  di cafe, misalnya. Selama yang dibahas topik yang bermanfaat enggak masalah, semisal membahas networking, bisnis dsb. 

Dalam buku ini sebelum menyampaikan tinjauan dari aspek fiqih dijelaskan dulu seluk beluk, prosedur suatu langkah dari objek yang dibahas. Dengan kemasan redaksi yang moderat, bahasan yang disampaikan jauh dari kesan galak atau menghakimi, tentu saja tanpa melabrak batasan-batasan yang sudah ditegaskan dalam fiqh. Dengan desain buku yang cantik dan full colour, dengan gabungan bahan kertas hvs dan art paper (biasa digunakan untuk majalah) membuat buku tipis ini tampak eye catching. Dengan metode scanning, buku ini bisa dibaca kurang dari dua jam.Percaya deh, dengan redaksi tutur yang ringan  kita enggak dibuat susah buat mencerna bahasan-bahasannya.   

  


Diluar soal trend, cantik sebenarnya buan cuma soal tampilan fisik saja. Ada faktor lain yang punya peran penting, hati.  Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits kalau hati kita baik, baik juga seluruh tubuh, begitu juga sebaliknya. Selaraskan penampakan cantik dengan ahlak yang baik agar jadi pribadi muslimah yang charming.

Seperti apa itu totok drakula? Apa dan bagaimana prosesnya? Gimana status cangkok rambut?  Apa itu teknologi nano, status suntik vitamin c, tanning, tato kecantikan? Apa status parfum yang beralkohol, kecantikan dan aneka pendukung kecantikan? Semuanya ada di sini.  Sebagai catatan terakhir, buku ini sudah mengalami cetak kedua (2012) setelah cetak pertamanya tahun 2010. Jadi, buku ini sangat recomended sebagai panduan berdandan buat para muslimah. 


Share:

Friday, 18 October 2013

The Romantic Girl : Friendloveship, Kisah Para Wanita Karir Menanti Prince Charming

Sebenarnya buku yang nau saya ceritain sekarang udah agak lama, terbit tahun 2011an. Berhubung saya baru  dapat kemaren-kemaren ini (kemana aja, ceu?) dan ternyata sampai ada 3 sequel yang terusannya mau saya bahas juga. Jadi gpp, dong, ya saya ceritain dari pertama. Biar nyambung, enggak terdistraksi (pinjem istilah penulisnya, teh Ifa) kenapa begini, kenapa begitu.


Judul bukunya : Friendloveship.
Yang nulis : Ifa Avianty
Penerbit : Lingkar Pena
Tahun Terbit : 2011
Harga : Bervariasi, berhubung sudah agak lama, silahkan cari di toko online atau toko offline

Ceritanya begini:
Syahdan (kesannya jaman princess-princessan gitu, ya) ada sebuah gank anak SMA, called, The Romantic Girl. Membernya enggak nanggung, ada 12 orang. Awalnya mereka ngumpul karena dikelompokkan oleh seniornya waktu ospek. Tak dinyana, ternyata mereka punya frekuensi yang sama, cepet ngetune,  nyambung dan bersahabat terus sampai masing-masing sukses menapaki karirnya.

Samaan? Bahkan buat urusan jodoh sekalipun. The Romantic Girl, a.k.a TRG - juga dengan pedenya menyamakan diri dengan the wallflowers, kisah klasik para sosialita bangsawan di London - sampai usia mereka 30an, belum satupun ada yang menikah. Tentu saja masing-masing dari mereka mulai direcoki kegalauan. Mulai dari Sophie - seorang redaktur majalah traveling dan kulinner - yang juga adiknya Tino, sang ketua OSIS yang kampret (playboy kambuhan), sampai Ferina, suster yang kalemnya enggak kepalang.

Ferina yang tinggal satu kosan dengan Astrid ternyata tidak sengaja bertemu dengan Bram, sepupu Astrid. Bram yang punya bibit bebet bobot ningrat Eropa - Jawa ini curhat sama Astrid kalau dia ternyata naksir sama Ferina yang masih punya sedikit darah Spanyol. Fe, gitu dia disapa teman-temannya kerap ber-YM ria dengan Bram. Begitu juga dengan Astrid, yang kepo pengen tahu progressnya mereka, saban kali maksa Bram buat cerita, di YM juga. *Ngomongin soal YM-an, apa kabar temen-temen YM saya, ya? sejak BB sukses jadi gagdet sejuta umat, akun sosial saya ini sukses tidur panjang seperti putri Aurora, sepinyaaa*

Ada Puspita, mahluk TRG yang sama-sama dudulnya dengan Sop - panggilan sophie -  bete direcokin fans setianya yang enggak banget,  Pieter. si Meong eh, Puspita alias Pita yang mengklaim diri sebagai kembaran Cut Mini saat antri  di sebuah ATM. Meski dudul, Pita enggak setuju dengan ide gila Sop soal piala bergilir untuk memotivasi sesama mereka agar segea menikah. Bukan cuma enggak mau jadi pemegang terakhir piala bergilir itu tadi, tapi segitu frustasinya kah para gank TRG di mata Pita?
"Jangan-jangan kita dikutuk.."
"Eh, maksud lu?"
"Kita selusin wallfalower ini, belum ada satupun yang married. Kali aja ada kutukan masa lalu, yang kena nenek moyang kita. Terus menurun ke kita semua..."
"Kutukan kok kena dua belas-dua belasnya.."
Itu adalah salah satu dialog Puspita dengan Sop saat ide piala konyol itu muncul.

Tricia alis Tris, another TRG member adalah seorang dosen yang terobsesi pengen jadi pemain film tersohor dan kesengsem sama aktor Indra Hartawan. Saat ia masih ngebet-ngebetnya mengejar karir, Nata, kakak Tris, mendesak Tris buat segera menikah. Selain kondisi ayahnya yang kritis, itu juga jadi permintaan ayahnya, ingin mellihat Tris menikah sebelum meninggal. Karuan saja Tris galau, bersamaan dengan saat itu, Tris nekat ikutan casting sebuah film keren dengan salah satu saingannya Revalina S Temat.  Jadi gimana atuh? Ini si Tris teh dapat peran atau jodoh di casting filmnya? 

Selain Pita yang enggak setuju, ada Tere yang juga terang-terangan menuding Sop udah enggak waras soal ide piala bergilirnya itu. Tere, manajer sebuah bank asing  yang kantornya satu gedung dengan Tino, curhat sama Tino. Tadinya niat Tere curhat buat cari solusi menghentikan kegilaan Sop. Alih-alih ngasih solusi, Tino malah nawarin sesuatu yang bikin Tere jadi pusing, hayooo, ide apa?

Lea yang kalem, asal Minang juga enggak kalah galaunya. Alumni Paskibraka yang bekerja sebagai PR di sebuah perusahaan rekaman itu rencananya dijodohkan dengan seseorang yang masih saudaraan juga. What? Siti Nurbaya, dong? Begitulah, apalagi si cowok (ya iyalah) yang bukan Datuk Maringgih ini usianya 5 tahun lebih mudaan. Meski galau, Lea maksain diri juga akhirnya buat mencoba mengenal Datuk eh Uda berondong ini. Kira-kira, jadian eh nikah enggak, ya? FYI, meski semua gank TRG ini belum berjilbab, mereka punya kesamaan prinsip, enggak mau pacaran dan menjaga diri, sebisa mungkin enggak dua-duaan dengan lawan jenis. Mau nemenin, enggak? biar gantiin posisi setannya, gitu. Kan kalau yang berduaan, yang ketiganya setan. #eeh.... :P

Happy, sohib Sop yang lainnya bekerja di sebuah radio sebagai seorang penyiar dan manajer siaran ini  menolak gelar cenayang dari teman-temannya.  Selain direcokin soal ramal-ramalan Prince Charming in the Future, Happy juga diteror request lagu dari teman-temannya dari segenap penjuru. Mulai dari SMS, telepon, sampai twitteran juga. Diam-diam, Happy ternyata naksir si kampret, eh Tino alias Valentino Gamawan, kakaknya Sop yang emang sebenernya punya sejuta pesona yang bisa bikin perempuan mana aja pada kelepek-kelepek.

Resenya Tino, dengan segala pesona yang dia punay, mulai dari tampang, otak, karir, kok masih jomblo, ya? Kenapa enggak nikah aja malah rajin tebar pesona dan, ehm... petulangannya itu, bikin member TRG mana aja bergidik, ngeriii bo.

Selain Happy, ada Anna , seorang pengelola daycare, playgroup dan kindergarten -yang sampai-sampai hobbinya nonton Shaun the Sheep, Timmy Times, Barney and Friends, etc- diam-diam memendam cinta pertamanya sejak SMA kelas satu. First Love Never Dies, ceritanya. Anna dibuat blingsatan saat Tere bercerita, Tino mengirim salam - entah buat siapa - pas Happy siaran apalagi saat Tere menyampaikan sesuatu yang bikin Anna makin mellow aja. 

Kalau teman-teman Sop yang lainnya masih normal dengan label girly-nya, Sisil lain sendiri. Sebagai seorang pramugari, Sisil terbilang perkasa dengan kemampuan bela dirinya. Saking perksanya, Sisil juga enggak keder buat melabrak seorang playboy kambuhan dan menonjoknya tepat di rahangnya.  Daisy, sobat Sisil yang enggak kalah machonya itu terang aja dibuat kaget dengan aksi spontan Sisil. 

Sonia yang selalu uring-uringan kalau Daisy dan Sisil merokok adalah tipikal mahluk lembut (bukan setan, jin atau sebagainya) adalah seorang perancang busana yang juga enggak kalah kalemnya dengan Fe atau Anna. Ternyata, sejak SD Sonia naksir tetangganya yang masih punya darah bule itu. Enggak tanggung-tanggung, 17 tahun menyimpan cinta lamanya itu sampai si bule itu kembali ke Indonesia. Jadian eh nikah? Masih harus sabar ternyata, karena masing-masing sibuk dengan karirnya.

Dalam perjalanannya, Fe ternyata serius dengan Bram dan bersowan ria ke rumah Eyang Ti-nya Bram ini mulai ragu. Selain kondisi keluarganya yang mulai goyah, Fe menemukan kenyataan satu sahabat lainnya diam-diam mengidamkan sosok seperti Bram. Fe mulai mempertimbangkan bea siswa sekolah S-2 ke luar negeri yang langsung mati-matian dicegah Bram. Bram, meskipun bukan berasal dari keluarga yang ngerti agama, Bram adalah sosok calon suami yang saya banget (ehm). Pembawaannya yang kalem, ngemong, cuek dan bikin penasaran sukses bikin Fe harap-harap cemas takut kehilangan Bram.

Sementara si meong alias Pita menemukan kenyataan pahit saat menemukan koleganya, sesama Manager Director, yang asal Inggris, David Burnett bikin ilfeel. Bule gondrong  nan charming ini  bikin Pita patah hati saat Pita menyaksikan sesuatu yang terjadi saat gathering perusahaan di Amsterdam.  Tragedi yang sukses mengirim Pita kembali lebih awal dan bikin si Pangeran Kodok alias Pieter girang enggak kepalang. 

Sementara saat Tere juga terbang ke Sydney untuk tugas dari kantornya, akses informasi dari dan ke Tere susah didapatkan. Tris yang akhirnya menemukan cintanya (siapa coba?) anteng dengan segala persiapan menuju pelaminan, satu anggota lainnya yang akhirnya dijodohkan dengan kolega bapaknya (siapa lagi ini teh?). Padahal informasi ini sangat penting, menyangkut masa depan Tere dan satu gank TRG lainnya. Happy yang menemukan kenyataan itu, diam-diam akhirnya mundur dari persaingan. Itu juga yang membuatnya kangen untuk menemui mba Winda, guru ngajinya TRG sejak SMA.  Serunya lagi, persiapan pernikahan Tris ini bukan cuma bikin sibuk semua anak-anak TRG, calon suami Tris ternyata membuat para anak-anak TRG, teman-teman lama SMA dan sang pangeran Kampret Valentino terkoneksikan dalam lingkaran kisah cinta yang runyam.

Teh Ifa (sok akrab pisan!) meramu cerita ini dengan gaya khasnya. Tipikal teh Ifa dengan menampilkan latar lagu sebagai bumbu cerita - yang kebanyakan dari tahun 80-90an -  selalu menyajikan teh, kopi dan dessert lainnya sebagai kegemaran para tokoh-tokohnya juga beberapa mall sebagai venue-nya. Dengan alur cerita di mana setiap tokohnya bercerita sebagai si aku - kadang saya atau gue - membuat pembacanya merasa dekat, seperti dicurhatin.  Kalau Cinta semusim dan Simply Love bikin saya senyum-senyum, The Romantic Girl : Friendloveship ini sukses bikin saya ketawa ngakak sekaligus termehek-mehek menghayati (cieee, segitunya) lakon Sop and friends. 

Jadi, siapa aja atuh yang akhirnya nikah diantara mereka? Siapa pemegang terakhir piala konyol itu, dan siapa juga yang akhirnya ber-CLBK saat reunian SMA mereka? Ferina, Tris, jadi nggak nikahnya? Siapa yang dijodohin dan kenapa segitu pentingnya akses informasi dari dan ke Tere? Ya baca aja bukunya ya, hehehe. As ussual, no spoil deh.

Seperti yang dibilang dalam buku ini, 
Ada kalanya cinta lama hanya tinggal sejarah. Ada kalanya dia datang dan datang lagi. Seperti mimpi atau deja vu yang datang berulang. Dan adakalanya  dia seperti harta karun yang tertimbun dan tetap akan dicari hingga kapapun

Kalau begitu,  siapa jadi sejarah,  atau harta karun yang dicari dalam novel ini? Masih ada lanjutannya di seri kedua 9 Wedding and  a Wish dan seri ketiga Love Affair and The Reunion.

Penasaran? Sama dong. *Toast dulu dong, ah* Saya juga mau cari seri kedua sama Ketiganya nih. Jadi rumpiannya kita lanjutin lagi nanti, ya hehehehe....
Share:

Saturday, 12 October 2013

Resensi Buku : Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta

Judul Buku : Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta
Penulis        : Tasaro GK
Penerbit      : Qanita - Mei 2013
Hal               : 264 
Genre           : Fiksi


 
Pecinta fiksi, pelahap novel mana yang tidak tahu dengan buah penanya Tasaro? Mulai dari Kinanthi, Muhammad, Sewindu : Cinta Itu Tentang Waktu, sampai yang teranyar sekarang, Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta,  (TSKDC). Kalau Muhammad 1 dan Muhammad 2 bercerita agungnya perjalanan hidup rasulullah saw, Nibiru mengajak pembacanya berfantasi, maka TSKDC ini mengajak kita, para pembacanya untuk menyalami banyak karakter tokoh di dalamnya. 

Tidak seperti buku-buku sebelumnya, TSKDC ini berisi kumpulan cerita yang semuanya ditulis oleh Tasaro sendiri. berkolaborasi dengan pelukis muda kelahiran Tasik, Dredha Gora Hadiwijaya. Setiap cerita, dibedakan 6 warna ditambah dengan dan goresan kuas Dredha di setiap akhir cerita, membuat TKSDC benar-benar penuh warna. Sampul buku ini juga adalah karya dari Dredha juga. Tentu saja, jangan lupakan diksi khas Tasaro yang membuat pembacanya iri dengan kemahirannya menguntai kata menjadi baris-baris kisah yang apik.

Anda pernah merasa suka dengan seseorang, membuat segalanya terasa hambar  karena perasaan itu tertahan di ujung lidah? Atau kesal dengan seseorang tapi tidak bisa menggesernya begitu saja dari ruang hati? Tidak Bisa Ke Lain Hati, kalau lagu lawas Kla Project boleh mewakili.  Atau mungkin pernah menghadapi seseorang yang mati-matian ingin kita enyahkan dari kehidupan. Kalau bisa menghapusnya dari folder kenangan kita. Ehm, coba  dengan membaca kisah lain yang tidak tidak biasa, seperti kumpulan 9 cerita dalam TSKDC ini. 

Kisah pertama dibuka dengan cerita Dr Smile, dokter lajang yang mempunyai segalanya tapi pecundang dalam bercinta. Pembawaannya yang hangat membuat seorang pasien, Aryati memercayainya untuk menjadi penyambung Aryati dengan penggalan masa lalunya. Dr Smile memenuhi permintaan Aryati untuk menjalankan misi sucinya itu dengan menempuh ratusan km ke sebuah desa di kaki gunung Wilis. Dr Smile  menemui lelaki sepuh yang dirajam perasaan bersalah selama puluhan tahun. Bagaimana akhir misi ini? Ada apa antara Aryati dengan masa lalunya itu, sehingga membuat Dr Smile dicekam rasa iri?

Berlanjut dengan kisah lainnya, ada Roman seorang penggemar fotografi. Pembawaan dan cara pandangnya yang nyeleneh membuat teman-teman dan Gendhis, kekasihnya mencap Roman sakit jiwa. Jorjie, kucing kesayangan Roman tak ayal membuat Gendhis kesal dibakar cemburu. Demi meluluhkan Gendhis yang juga model fotonya, Roman berfikir keras untuk memberi Gendhis sebuah  hadiah. Hadiah yang sukses membuat Gendhis terkejut,  memekik panjang. Kira-kira, kado apa yang diberikan oleh Roman, ya?

Bukan Tasaro kalau tidak pandai membuat emosi pembacanya seperti merasa naik wahana halilintar, setelah hanyut dengan misi Dr Smile, terpana dengan ajaibnya kejiwaan seorang Roman atau merinding  setelah terjebak dalam teka teki di  sebuah galeri lukis, kisah Angaraka dan Arumdhatilah yang paling saya suka.

Dengan judul cerita yang juga menjadi judul buku ini, pembaca diajak untuk merangkai potongan asa yang mengembara jauh untuk kembali menemukan cinta sejatinya di kaki gunung Brahma. Cinta sejati sebenarnya tidak pernah jauh. Sekalipun resonansi kerinduan yang bersambut itu memerlukan waktu menemukan frekuensi yang sama setelah menanti bertahun-tahun berkelana. Arumdhati menemukan firasat itu setelah lembaran-lembaran rupiahnya yang dikumpulkannya ternyata gagal memboyong hadiah untuk seorang ibu yang memahami apa yang terjadi diantara ia dengan Angaraka. Apa yang membuat Arumdhati ditarik pusaran gelombang rasa, terkadang putus asa, sesekali harapnya membuncah? No spoile, baca saja kisahnya di sini. 

SImak cerita Sutha, aktivis liqa yang gelisah dengan visi ideal yang mendekati  malaikat,  Bhumi wartawan muda yang galau menghadapi realita tiba-tiba diusik oeh temannya sendiri (yang membuat Bhumi ilfil). Atau seseorang yang puluhan tahun memendam cintanya yang tidak akan pernah tersampaikan. Lalu ada  juga pelesirannya Tasaro  di negri Singa bersama seorang penulis fenomenal. Kalau kita jeli membaca cerita dan cukup 'ngeh' dengan kehebohan yang pernah melanda seorang penulis tanah air, kita bisa segera menyimpulkan siapa sosok yang dimaksud dalam cerita berjudul Atarih

Terakhir, Tasaro menutup buku ini dengan surat cinta yang panjang seorang anak kepada ibundanya. Mengenang putaran waktu yang telah berlalu dan merangkum kamus hidup yang tidak ada habisnya. Membaca surat ini, menyadarkan pembaca, cepat atau lambat peran seorang anak akan berganti menjadi seorang orang tua, suatu keniscayaan yang tidak bisa ditahan waktunya. Akhirnya, belajar kearifan adalah cara terbaik sebagai bekal kita di masa depan. 

Kalau Atarih, tokoh dalam buku ini mengatakan tugas seorang penulis hanyalah menulis, mengkritik adalah tugas pembacanya, sulit buat saya mengorek kelemahan buku ini.

"Itu karena kamu ngefans berat sama tulisan-tulisan dia," cecar seorang teman saya.

Hmm, mungkin, ya. Terlepas dari itu, saya angkat lima jari saya, salut! Selain ending yang unik, meminjam istilah Isa Alamsyah sebagai Twist Ending, saya memuji keberanian  Tasaro yang mengangkat latar Angaraka-Armudhati yang berbeda keyakinan, diskusi panjang Bhumi dengan Zain menghadapi perbedaan atau kesimpulan yang kita tarik siapa dan bagaimana tokoh utama dalam cerita Separuh Mati memendam cintanya. Satu tambahan dari saya, ending dari cerita Tuhan Tidak Pernah Iseng sedikit banyak bikin saya gregetan. Yaaa, kok gini, ya?

Jadi,...
Mau kubilang lantang....
... atau kupendam dalam diam
Tetap saja kusebut  (dia) cinta.
Share:

Thursday, 12 September 2013

Resensi Buku : Sekotak Cinta Untuk Sakina

Judul Buku : Sekotak Cinta Untuk Sakina
Penulis        : Irma Irawati
Penerbit       : Qibla - Buana Ilmu Populer
Cetakan       : I/2013
Tebal           : 126 halaman
ISBN 10      : 602-249-318-8
ISBN 13      : 978-602-249-318-1



Apa yang terlintas dalam benak kita mendengar kata 'pesantren'?
Bagi sebagian banyak orang pesantren identik dengan tempat buangan, santri yang kumuh, dekil dan sederet negatif lainnya.

Betulkah?
Ehm, waktu SMP-SMA dulu, hampir setiap libur sekolah, orang tua saya selalu mewajibkan untuk 'nyantri' kilat. Awalnya, saya sempat bete juga. Apaan sih? Orang pengen asyik-asyik liburan, ini malah disurun ikutan mesantren. Ga asyik! Itu yang saya pikirkan. Well, itu awalnya, satu-dua hari setelah adaptasi perlahan saya mulai enjoy dengan atmosfirnya, mengikuti semua jadwal yang meski padat tapi sayang dilewatkan, seperti cross country, jalan ke kebun bunga, camping sampai jurit malam! Saya mulai enjoy dengan teman-teman baru dan merasa kehilangan setelah -tanpa terasa- waktunya mesantren usai.

Itu juga yang dirasakan oleh Sakina, gadis cilik murid kelas 3 SD ketika uminya memutuskan untuk menitipkan Sakina di sebuah pesantren yang dikelola oleh Umi Haya, yang juga teman lama uminya saat mondok dulu. Khawatir Sakina tidak bisa mengikuti materi pelajaran sekolah karena ayahnya yang kerap ditugaskan berpindah-pindah kota sebenarnya membuat uminya Sakina juga berat melepaskan Sakina. Demi pendidikan yang lebih baik, Sakina memaksakan diri untuk menerima keputusan itu, dengan harapan cukup satu semester saja, tidak perlu berlama-lama tinggal di pondok Pesantren putri Halimah Sa'diyah.

Sakina mulai membuat ulah dengan melanggar peraturan pesantren dan membanding-bandingkannya dengan sekolahnya yang dulu. Hingga suatu ketika, saat Sakina dan Vinka - teman sekamar Sakina - sama-sama menjalani hukuman, keduanya bertengkar hebat. Vinka yang saat itu dihukum karena makan sambil berdiri tidak terima Sakina menjelek-jelekkan pondok pesantren.

Saat 'diem-dieman' itulah, Sakina justru mulai menemukan 'asyiknya' mondok. Lewat sahabat-sahabat lainnya yang memberikan perhatian pada Sakina, kelembutan Umi Haya seperti layaknya seorang ibu kandung, kokok si Blorok ayam kesayangannya hingga cita-cita setekad baja yang dimiliki seorang murid kelas satu bernama Lana.

Nah, kebandelan apa yang dilakukan oleh Sakina,  bagaimana serunya hari-hari Sakina dan apa yang dimilliki seorang Lana hingga membuat Sakina terenyuh? Apa isi kotak yang dihadiahkan teman-teman Sakina di hari ultahnya? Akankah Sakina bertahan di pondok setelah Sakina akhirnya mendapatkan keluarga barunya?

Penulis menuturkan kisah Sakina selama di pondok ini dengan karakter natural khas anak-anak. Ketika seorang anak menunjukkan protesnya terhadap keputusan orang tua, bagaimana sebenarnya hati seorang ibu juga merasakan kesedihan saat harus melepaskan putri tersayangnya disampaikan dengan penuturannya yang ringan, mengalir dan  tentu saja mudah dicerna untuk segmen pembacanya. Dengan cover yang catchy serta pilihan font yang sedang, pembaca anak-anak tidak akan merasa 'njelimet' membacanya. Sayangnya kita tidak menemukan ilustrasi lain di dalam buku yanng mungkin bisa membuat anak-anak lebih tertarik lagi.

Lewat buku ini, penulis mengajak anak-anak untuk mengenal dunia pondok pesantren tidaklah sesuram dan 'garing' seperti yang dibayangkan. Ada banyak ibrah yang bisa dipetik pembaca anak-anak setelah membaca buku ini. Bukan sekedar patuh pada orang tua, atau membina hubungan yang baik dengan sesama teman atau mengajarkan kemandirian. Ada cita-cita luhur yang akan menjadi kebanggaan dan kebahagiaan orang tua saat anaknya mencintai dan menghapal Al Quran dan berbua mahkota bertabur cahaya saat hari akhhir nanti.

Saya tersenyum satire, malu sebenarnya dengan tokoh anak-anak dalam novel ini, bahkan dalam kehidupan nyata, ketika seorang bocah sudah mempunyai banyak hafalan Quran dengan tajdwid dan makhraj yang baik dan benar. Duh, saya sendiri harus bersusah payah menghafal juz 30. Satu surat hafal, beralih ke surat lain, surat yang sudah saya hafal malah jadi samar-samar. Hehehe.. Saya teringat lagi sebuah acara  yang digelar di sebuah stasiun TV saat Ramadhan kemarin yang menampilka bocah-bocah cilik yang mempunyai hafalan Quran yang luar biasa.

Ketika saat seorang anak dalam masa keemasannya, ia akan begitu mudah menyerap, menangkap dan menghafal informasi yang diterimanya. Sayang sekali kalau dibiarkan berlalu dan tidak mengisinya dengan hafalan Quran. Saya yang sudah usia kepala 3 mungkin tidak akan semudah mereka untuk menghafal, tapi tidak boleh menyerah. Bukankah Allah menghargai usaha hamba-Nya terlepas dari bagaimana hasilnya, kan?




Share:

Friday, 10 May 2013

Resensi Buku : Sewindu - Cinta Itu Tentang Waktu


Judul                      : Sewindu, Cinta Itu Tentang Waktu
Penulis                   : Tasaro GK
Halaman                : 382 + x 
Penerbit                 : Metagraf – Tiga Serangkai,  Cetakan I – Solo 2013
ISBN                      : 978-602-9212-78-5
Harga                    : Rp. 82.000,




Akhir bulan lalu saya dicolek seorang teman di jejaring sosial twitter, ada lomba resensi buku terbaru Tasaro yang digelar penerbit Tiga Serangkai. Sebenernya nih, jujur aja saya sudah rindu berat pengen mengkhatamakan seri ke-3 trilogi Muhammad, Para Pengeja Hujan. Rupanya, saya harus lebih bersabar menanti kehadiran buku ketiga itu.  Baiklah, untuk mengobati kerinduan, saya segera meluncur ke toko buku untuk memburu novel Tasaro yang sebagian bukunya menghiasi jajaran buku di rak lemari saya.

Sedikit intermezzo, saya termasuk pembaca yang telat mengenal tulisan-tulisan Tasaro. Saya baru ‘ngeh’ keberadaan Tasaro di awal tahun 2011 saat berbagai blog dan akun di facebook riuh membahas Muhammad Penggenggam Hujan. Beruntung, selang berapa waktu kemudian saya berkesempatan bertemu langsung Tasaro dalam diskusi 3 bukunya di Pameran buku Bandung dalam 3 waktu berbeda. Nah, pengalaman konyol yang enggak bisa saya lupakan saat menghadiri diskusi buku Nibiru dan Ksatria Atlantis. Saat itu moderator diskusi yang juga tim dari Tiga Serangkai yang datang bersama Tasaro menggelar kuis. Saya yang masih ‘lupa-lupa inget’ nama asli Tasaro mengacungkan tangan dan sukses menjawab pertanyaan moderator dengan sedikit ngaco. Waktu itu Saya cuma inget nama depan Tasaro, dan akronim GK. Jadi, waktu itu saya bilang kalo saya Cuma inget Taufik apa gitu, GKnya ya Gunung Kidul, kampung halamannya Tasaro. Sambil ngasal sedikit maksa, saya bilang kalo Ro untuk suku ketiga nama depan Tasaro itu, kalau enggak salah Rohman, gitu, ya?

Bwhahahahaha.... saya masih ingat reaksi moderator saat itu. “Kok jadi kayak ayat-ayat cinta, ya?” candanya. Aiiih, malu deh saya.  Tapi untunglah, waktu itu moderatornya berbaik hati, hadiah buat saya enggak diurungkan. Satu kaos hitam dengan desain Nibiru berhasil saya bawa pulang dan tentunya buku Nibiru milik saya  juga dibubuhi tandatangannya Tasaro. Sejak itu, saya jatuh cinta dengan ramuan kata Tasaro yang sederhana, kadang meliuk, menukik dan ‘nendang’.

Nah, sedikit berbeda dengan buku Tasaro lainnya Muhammad yang beraroma faksi, atau Kinanti tokoh  fiksi, atau petualangan  fiksi fantasi Daca Suli dalam Nibiru, buku teranyar Tasaro ini bertutur perjalanan hidupnya. Sewindu :  Cinta itu Tentang Waktu bertutur perjalanan kisah Tasaro bersama Istrinya mengarungi bahtera rumah tangga. Eh, Autobiografi? Mungkin terlalu singkat untuk menekuri kisah seorang pesohor dalam rentang waktu 8 tahun, ya? Jujur saja, awal pembuka kisah, ada sedikit kebosanan yang menyergap saya. Di mana gregetnya, ya? Perlahan, saya terus membaca cerita Tasaro saat awal-awal tinggal bersama dengan Alit Tuti atau ‘Eneng’ – panggilan Tasaro untuk istrinya. Diksi khas Tasaro yang sederhana tapi sarat makna itu akhirnya berhasil meyakinkan saya, Sewindu-nya Tasaro itu bukan sekedar sharing kisah seorang penulis semata.

Bagian kedua dari buku ini, mulai menggairahkan buat saya. Dengan alur maju mundur dari setiap potongan episodenya, Tasaro bercerita pergulatan Tasaro untuk memperbaiki diri, bermetamorfosa berusaha  menjadi seorang muslim yang lebih baik. Tanpa sungkan-sungkan, Tasaro bertutur usahanya untuk menaklukan lidahnya membaca setiap huruf demi huruf Al Quran yang terasa mbulet, kerap tertukar. Dalam waktu bersamaan kehilangan dua orang yang dicintai (Ummi dan Mih), hingga akhirnya kehadiran buah hati yang meramaikan suasana rumah. Nah, di sinilah, Tasaro mulai membuat dua sudut mata saya mulai basah, menganak sungai. Setelah harus mengalami dua kali keguguran, ‘Neng’ yang kemudian disapa dengan ‘Nda’ akhirnya mengandung putra pertama meski harus menjalani proses operasi Cesar yang bisa membuat wanita manapun meringis ngilu mendengarnya. Tidak mudah mengatasi trauma sakit itu, apalagi sebelumnya Nda juga harus sempat melalui operasi kuret dua kali sebelumnya.

Saat kelahiran putri keduanya, Tasaro memposting tulisannya di akun FB, lebih dari cukup untuk membuat pembacanya meleleh.
Di mana lagi aku temui perempuan semacammu?
Tilawahmu tidaklah terlalu merdu, keimananmu pun seolah bersandar padaku.
Tapi, dimanakah lagi perempuan seikhlasmu?
Wajahmu tak cantik melulu, makananmu pun tidak lezat selalu.
Tapi, katakan kepadaku,  di mana lagi aku jumpai perempuan seperkasamu?
...............
(Persembahan buat setiap perempuan, dan ibu yang hatinya semembentang samudra)

O, ya, dua nama dari putra-putri Tasaro, Senandika Himada dan Pairidaeza Pawestri, diambil dari bahasa Persia, mengingatkan saya pada sosok heroik, Atusa  dan Baginda Rasulullah SAW dalam dua logi novel Muhammad. Sepertinya Persia yang eksotik punya tempat yang istimewa buat Tasaro. Seperti yang kita tahu, Himada adalah sebutan lain untuk Muhammad dalam bahasa Persia. Sedangkan Pairidaeza adalah akar dari kata Paradise dan Firdaus yang bermakna surga.

Lembaran berikutnya, Tasaro berbagi masa lalunya yang perih dan tidak seindah anak-anak yang tumbuh dari keluarga yang  tidak lengkap. Tumbuh bersama Ibunda, sosok guru tiga jaman yang gigih menghidupi anak-anaknya, kecintaannya pada buku sudah tersemai sejak di bangku SD. Nah, kabar bagusnya buat saya dan teman-teman lainnya yang merasa  payah dalam soal eksak, Tasaro pun mengalami hal yang sama  (hiyaaa, giliran beginian kok malah girang, ya? hehehe). Mengambil pendidikan jurnalistik setara diploma, perlahan Tasaro menemukan ‘chemistry’ hidupnya yang menghantarkannya pada kelihai-annya mengolah kata, meramu makna dalam setiap bukunya yang kita baca. Mungkin nih ya, kita tidak akan pernah menikmati kisah manusia akhir jaman yang begitu menginspirasi, Muhammad saw atau fantasi yang sangat meng-Indonesia, Nibiru dan luar biasanya Kinanti kalau saja Tasaro memilih jalan lain.

Masa lalu Tasaro yang tidak lurus-lurus saja, seperti halnya gambaran lelaki shalih lainnya seolah mengingatkan kita. Setiap manusia, selama nafas masih terhembus, selama itu juga dia masih punya kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Filosofi ini juga yang kemudian mencairkan kebekuan hubungan antara Tasaro dengan sang Ayahandanya setelah sekian tahun terpisah.

Errrr, dengan banderol Rp. 82.000, sekilas buku ini terkesan mahal, ya? Eh, tapi dengan cover dan lay outnya yang berwarna, harganya sepadan lho dengan yang kita dapatkan. Nah, penasaran, bagaimana sih heroiknya Ummi? Sosok guru tiga jaman, seorang ibu yang luar biasa yang begitu menginspirasi lembaran perjalanan hidup Tasaro? Seistimewa apa sih Nda di mata Tasaro sampai catatannya di Facebook mengundang banyak komentar?  Apa sih, arti dari Senandika dan Pawestri, ya?

 Lalu, seperti apa sahabat-sahabat Tasaro yang berragam latar belakang meluruskan pandangan kalau kesalehan seseorang tidak melulu dari sisi rutinitas ritual to? Bagaimana Mimpi-mimpi Tasaro untuk membentuk wisata buku di tempat tinggalnya,  juga perdamaiannya dengan masa lalu bersama sang Ayah?  Silahkan temukan kisahnya dalam buku ini. Jangan lupakan juga, ciri khas Tasaro dalam meracik setiap pilihan katanya yang sarat makna. Seperti satu quote dari Tasaro sangat mengena, membuat saya merenung arti kebesaran hati, Memaafkan bukan hanya berarti tak mendendam, namun juga menyemai bibit cinta pada sisa-sisa ladang yang dulu porak poranda.
    
Share: