Nyaris saja saya lupa pernah
melamar untuk meresensi novel Menanti Cinta yang masih fresh dari ovennya
penerbit Mozaik Indie. Kalau tidak dicolek seorang teman di status FB mungkin
saya lupa sama janji saya buet mereview, hehehe...
Nah, hari selasa tanggal 11
kemarin akhirnya saya menerima paket berisi novel yang dimaksud tadi. Jadi
tanpa basa-basi lagi, kita mulai reviewnya, ya.
Judul : Menanti
Cinta
Penulis : Adam Aksara
Penerbit : Mozaik Indie, Februari 2014
Tebal : 227 halaman
ISBN : 978-602-14972-3-4
![]() |
Photo Credit : Mozaik Indie |
Apa jadinya kalau kita merasa seperti orang
asing, terkucilkan dan tidak punya teman berbagi cerita yang kebanyakan duka?
Jangankan yang menyendiri, punya teman banyak di sekeliling pun kita masih
memilah siapa teman yang bisa dipercaya untuk berbagi kesedihan. Setuju?
Tapi masalahnya lain dengan Claire, seorang gadis
yang baru lulus SMA dan dijadikan ‘mesin uang’ oleh ibunya yang nota bene bekas
pelacur. Claire yang polos ternyata tidak mudah dikendalikan Puspita, ibunya
yang menginginkan dirinya jadi pelacur agar mendapat uang lebih banyak dan
memenuhi kebutuhanibunya akan minuman keras yang seolah sudah menjadi candu.
Keberuntungan Claire yang mendapatkan beasiswa
semester awal dan bekerja paruh waktu sebagai seoerang pelayan di sebuah gerai
hamburger ternyata terus berlanjut. Seorang dosen muda benama Alex membuatnya
penasaran karena kerap terlihat diam di kampus hingga pukul 10 malam. Lewat
bantuan ‘detektif kepercayaan’nya Suryo, Alex berhasil mengetahui latar
belakang keluarga Claire dan menyelamatkan Claire untuk terus melanjutkan
kuliahnya dan hidup lebih dari layak.
Benih-benih cinta yang bertumbuh selama 4 tahun
kebersamaan mereka ternyata menemui dilema. Masa lalu Claire yang tiba-tiba
muncul lagi menghadapkan Claire pada pilihan yang serba salah, antara bertemu
dengan 3 ibu angkatnya yang menyelamatkan Claire dari maut atau merenda kasih
dengan Alex dalam sebuah ikatan pernikahan. Di sinilah kesedihan yang
membelenggu keduanya, sama-sama saling mencintai tapi tertahan rasa ewuh
pakewuh dan ego yang tinggi di antara keduanya.
Menyimak jalinan konflik jalin dalam novel ini
sebenarnya cukup asyik. Meskipun pilihan kata dan dialognya terkesan
jadul, alur maju mundurnya cukup menyampaikan latar hingga penyelesaian
cerita dengan baik.
Dalam beberapa jam saja, saya sudah bisa melahap
buku ini hingga tuntas. Secara pribadi, saya belum tentu nyaman ada di
posisi Claire yang seolah mendapat malaikat pelindung sepeti Alex. Alex yang
cerdas, penyayang namun kaku, posesif dan dingin punya potensi
kecenderungan psikopat. Ini terlihat dari bagaimana caranya menyingkirkan
orang-orang yang dianggapnya merusak kebahagiaan Claire. Semudah itukah seorang
Alex menjadikan penegak hukum meluluskan semua skenario yang dibuatnya?
Duh, jangan-jangan kalau ada saru kesalahan Claire yang tidak termaafkan,
Alex juga akan berbuat nekat untuk memberi Claire sedikit pelajaran. Memang sih
tidak sampai terjadi.
Entah kalau saya kurang up date, tapi
profesi sebagai seorang detektif swasta yang dimiliki Suryo sepertinya
tidak umum di Indonesia, sebagaimana yang sering kita lihat di serial tv
produksi barat. Kecuali Suryo adalah penyidik resmi di kepolisian, itu pun
sepertinya terkendala juga dengan ikatan dinas.
Sementara untuk Claire, yang sudah terbiasa
dengan kekerasan, seakan kurang ‘melawan’ dengan sikap ibu dan ayah tirinya
yang sudah keterlaluan. Claire yang juga pemalu tiba-tiba menjadi seorang
wanita yang agresif di depan Alex dalam sebuah kesempatan. Tindakan yang
menurut saya kurang punya alasan kuat, apalagi ada sebuah trauma yang
menghantuinya di masa lalu.
Ending yang mengharukan di bagian akhir buku ini
sedikit terusik saat tiba-tiba penulis menyodorkan satu bab opsional ending.
Padahal menurut saya, dua-duanya sama-sama ngetwist terlepas apakah penulisnya
akan menyajikan sad ending atau sebaliknya.
Satu catatan dari saya adalah beberapa
halaman buku ini yang terlepas dan posisi beberapa halaman yang loncat dan
terbalik. Saya mencoba berbaik sangka kalau penerbit tidak punya itikad buruk
hanya karena buku yang dibagikan kepada 100 resensor ini adalah gratisan.
Keraguan saya akhir terjawab sudah, beberapa waktu sebelum resensi ini
published di blog saya, saya mendapatkan ‘note’ berupa klarifikasi dari penerbit. Intinya adalah
kesalah teknis yang diluar kendali penerbit. Two thumb up buat Mozaik Indie
yang tanggap dengan kasus ini dan menawarkan opsi yang bikin saya suka.
Terakhir, beberapa bagian dalam cerita ini akan
lebih seru jika disampaikan dalam jalinan cerita yang lebih luas, lengkap
dengan dialog mereka yang terlibat di dalamnya, agar gregetnya lebih terasa
ketimbang membaca ringkasannya dalam bentuk narasi saja.
Selayaknya cinta memang tidak pernah
membebani, ia meringankan yang memiliki. Bukan karena hutang budi atau rasa
memiliki yang malah membelenggu. Nah, apa alasan kita mecintai seseorang?
Fisik, materi, balas jasa atau ketulusan tanpa hitungan matematis?
Silahkan baca di buku ini.
7 Comments
Mak Efi... memang sifat posesif Alex sangat dominan ya? Tapi untungnya dia masih mengijinkan Claire untuk mewujudkan keinginannya...
ReplyDeleteDi satu pihak Alex sangat kuat keinginannya utk melindungi Claire tapi disisi lain dia tak punya rasa PD yang cukup untuk mempertahankan Claire disisinya. Kontradiktif ya?
Maakkkk... hurufnya digedein dong... capek bener mataku membacanya :)
Kekecilan gitu, mak? hahaha... maafkan. Sudah kuseting lagi. Sekarang udah gede, kan? :D
DeleteInget ga bagian Claire yang pulang pesta wisuda itu,dia dimarahin Alex, katanyadisuruh lihat dunia luar tapi dia ngambek Clair kumpul sama temen-temennya. Dalam kasus lain, mestinya sih Alex membiarkan Claire menyelesaikan masalahnya sendiri, dan belajar jadi wanta tangguh. Bukan bermain tangan 'tuhan' lewat Suryo. Endingnya as we know lah, Claire tetaplah Claire yang rapuh. ^_^
Wah.... resensinya lengkap. Penasaran deh sama bukunya.
ReplyDeleteBtw, kok aku gak bisa2 ya ngeresensi? Huhuhu... ajarin dong! :D
AIsh, ini masternye review produk. Gak salah, mak? Cuma nulis opini sendiri aja, sambil ngikuti standar biasa hehe. Kalau yang master banget mah ada Mak Haya tuh hehehe, Mak Nia pasti bisa, ciyus, deh. Nanti deh kalau ketemuan, aku kasih pinjem bukunya. :D
Deletemakin penasaran sama novel ini, soalnya jatahku belum nyampe :(
ReplyDeletekalo posesif biasanya ada faktor trauma, mungkin si Alex juga begitu, takut kehilangan orang yang membuat ia nyaman. cuma untuk nyewa detektif kalo di sini memang ga populer ya, mba.
hehehhe..... sabar Ila :) Nanti bisa tahu deh kenapa Alex jadi seperti itu. Mungkin penulisnya ngefans sama film-film detektif gitu
DeleteBagus ni mak reviewnya. Lengkap ya, jadi penasaran. Walopun gue gasuka suka tokoh cewe yg rapuh gt, kayak telenovela. Hihihi
ReplyDeleteSilakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.