Wednesday 16 December 2020

Kenalan dengan Aplikasi Virtual Meeting #CloudXbyTelkomsel

Lagu lamanya Kris Dayanti mungkin paling ngena untuk suasana yang kita rasakan saat wabah Covid-19 saat ini,

 “Menghitung hari....
detik demi detik...
Masa ku nanti akankah ada…” 

Kapan sih pandemi ini akan selesai? Tak ada yang tahu. Rencana liburan sepertinya harus dijadwal ulang. Kerja kantoran mungkin tidak bisa setiap hari atau rencana sekolah tatap muka yang maunya kita mulai di awal tahun 2021 pun belum tentu terwujud dengan situasi seperti ini. Semua masih harus serba online, apa-apa harus virtual meeting dan video call-an. Dan tagihan kuota internet mau nggak mau meningkat. Pengeluaran pun semakin besar, ya. 

Adaptasi Kebiasaan Baru 

Tapi yang jelas kita harus beradaptasi. Salah satunya dengan memindahkan aktivitas yang biasa kita lakukan di luar jadi pindah ke rumah. Work from home alias bekerja dari rumah atau school from home alias PJJ alias BDR sudah jadi rutinitas baru buat kita semua. 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/kenalan-dengan-aplikasi-virtual-meeting.html

Saya mau cerita nih soal kebiasaan meeting online yang jadi bagian adaptasi kebiasan baru kita semua. Keponakan saya yang masih sekolah SD aja paling sering membuat gurunya kagum. Saat gurunya sampaikan materi ketika hadir di kelas Zoom, keponakan saya mengganti background tampilannya menjadi lebih berbeda. 

Sementara saya juga udah biasa sama yang namanya kegiataan meeting online. Mulai jadi peserta sampai jadi host. Pokoknya kegiatan tatap muka dengan menggunakan aplikasi virtual meeting sudah jadi kebiasaan. 

Di awal Desember ini setiap pagi keponakan saya lebih sering numpang di laptop saya untuk ‘setor muka’ saat mengerjakan Penilaian Akhir Semester (PAS) dari sekolahnya. Wajib absen dengan menggunakan aplikasi virtual meeting dengan space layar yang lebih besar. Kebetulan dua keponakan saya ini barengan sekolahnya. Setor muka di depan layar HP tak mungkin dong. 

Untungnya kebijakan sekolah ini membolehkan keponakan saya yang masih kecil ikut ‘setor muka’ di room kakaknya. Jadi tak harus rebutan pinjam layar hahaha… Absen adiknya nitip sama kakaknya yang lebih besar. Begitu terus sampai selesai Penilaian Akhir Semester (PAS) nanti. Demi pakai laptop saya buat sekolah, akhirnya ponakan saya sering banget numpang ke kamar saya. 

Kira kira kenapa yaa pada numpang di kamar saya? 

Karena kebetulan sinyal paling bagus ya di kamar saya. Lokasinya deketan dengan modem di ruang tengah. Di tambah kalau ngerjain di kamar mereka tak akan fokus karena ada adiknya yang tak bisa diem dan suka merecokin. 

Semenjak pakai CloudX jaringan Telkomsel selalu aman, jadi saya nggak harus selalu dikamar demi mendapat sinyal.

Awal Mula Virtual Meeting dengan CloudX 


By the way, ngomong-ngomong soal aplikasi meeting online, saya pengen banget ada aplikasi virtual meeting yang bisa punya waktu lama dan bisa ngumpulin orang banyak dalam satu layar. Saya cari tahu dong ada nggak aplikasi selain Zoom yang bisa memuat banyak orang tapi jaringannya tetap lancar dan nggak boros kuota. 

Akhirnya saya baru tahu lho ada aplikasi selain Zoom, namanya adalah CloudX. Saya tahu tentang CloudX dari salah satu teman saya yang terbiasa menggunakan #CloudXbyTelkomsel untuk kegiatan kerjanya sehari-hari. 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/kenalan-dengan-aplikasi-virtual-meeting.html

Pertama kali dikasih tahu adanya aplikasi ini, saya juga punya pikiran sama dengan teman-teman. Apa itu CloudX? Bagaimana cara menggunakan CloudX? Apa saja keunggulan menggunakan CloudX? 

Berhubung sehari-hari saya berkutat dengan dunia maya untuk kerjaan, saya semakin penasaran untuk tahu tentang CloudX. 
https://www.catatan-efi.com/2020/12/kenalan-dengan-aplikasi-virtual-meeting.html

Jadi, aplikasi CloudX ini bisa diakses dari ponsel atau laptop, loh. Yang mau puas lihat tampilan layar, enaknya ya buka di laptop. Saya suka males buka meeting di ponsel karena dimensi layarnya yang sempit hehehe. 

Untuk bawaan juga sudah support berbagai sistem operasi. Bisa dari ponsel berbasis Android, iOS, atau kalau di laptop bisa dibuka dari perangkat yang sistem operasinya Windows sampai Mac. Komplit lah pokoknya. 

Saya juga nggak kesulitan saat pertama kali menggunakan aplikasi ini. Soalnya nggak ribet. 

Paket Langganan CloudX 


Di aplikasi CloudX ini, ada paket langganan dengan harga terjangkau yakni Rp250 ribu (sudah termasuk pajak) dengan masa aktif 30 hari. Oh ya, penawaran paket CloudX ini hanya berlaku bagi seluruh pelanggan prabayar Telkomsel yaitu simPATI, KARTU As dan LOOP. Dengan hanya membayar Rp250 ribu, sudah bisa melakukan meeting online yang dapat diikuti hingga 100 partisipan meeting. Seneng dong saya bisa ngumpulin banyak orang dalam satu layar hehehe. 

Kuota khusus aplikasi CloudX ini pun hingga 30GB. Tapi kalau kuota khusus aplikasi CloudX habis, kita dapat membeli kuota conference atau akan mengonsumsi kuota utama pelanggan. 

Dengan memilih paket CloudX Rp250 ribu, kita bisa menikmati layanan online video conference dengan berbagai macam fitur, seperti share screen, whiteboard, dan on-room chat. 

Setelah data-data yang diperlukan sudah disubmit, kita akan mendapat panggilan masuk dari operator untuk melakukan verifikasi. Kita akan ditanya nama, tanggal lahir, alamat email, serta pencocokan nomor HP yang didaftarkan. Oiya ditanyakan juga nama meetingnya apaan. Dan ga sampai sejam, saya udah nerima notifikasi di email. 

Kalau sebagai host wajib punya nomer Telkomsel untuk menjalankan acara meeting CloudX, maka untuk audiens ga diwajibkan harus punya. Jadi kalau teman-temannya tidak punya nomer Telkomsel cukup install aplikasi ini saja dan masukan nomor id untuk bergabung. 

Kalau akses masuk untuk host seperti ini tampilannya 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/kenalan-dengan-aplikasi-virtual-meeting.html

Nomor dan email yang dimasukan harus sesuai dengan data yang masuk saat kita registrasi. Pastikan juga password-nya tak lupa, biar nggak kelabakan pas mau login. Jangan sampai meetingnya gagal gara-gara lupa sama passwordnya. 

Sedangkan akses masuk untuk peserta meeting ini berbeda. Jadi bisa langsung masukkan nama tampilan dan ID pertemuan yang sudah di-share atau klik aja langsung klik tautan yang sudah dikasih oleh host meeting. 

Setelah mencoba CloudX, saya berpikir untuk melakukan pertemuan keluarga menggunakan CloudX. Kebetulan, akhir tahun ini kami sekeluarga besar akan melakukan pertemuan. Tapi karena wabah pandemi ini, tampaknya pertemuan online dan menggunakan CloudX adalah pilihan yang tepat. 

Saya pikir keluarga saya akan dengan mudah juga menggunakan aplikasi #CloudXbyTelkomsel ini. Saya aja nggak kesulitan. Telkomsel CloudX emang begitu praktis digunakan. 

Kelebihan Aplikasi CloudX 


CloudX ini bukan cuma user friendly tapi juga dari sisi dana untuk membeli paket yang disiapkan juga hemat. Bukan cuma tak perlu CC untuk metode pembayaran paket bulanan, tapi juga cara pembayarannya fleksibel karena paket CloudX bisa dibeli dengan pulsa Telkomsel atau LinkAja. 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/kenalan-dengan-aplikasi-virtual-meeting.html

Gimana, praktis, kan? Langsung aja download dan gunakan aplikasi ini, ya. Dan temukan berkomunikasi tatap muka secara virtual yang menyenangkan dengan telkomsel CloudX ini.
Share:

Tuesday 8 December 2020

Review Tummy Oil Mama's Choice

Dulu waktu masih kuliah saya tuh sempat ngefans sama aroma minyak telon yang wanginya bikin tentram. Sekaligus ngasih kesan innocent (((innocent). Ya karena aromanya identik dengan bayi yang baru aja mandi. Gemesin gimana gitu.  Paling enak dioleksin pas abis mandi atau malam sebelum tidur. Pokoknya relaxing dan damai gitu rasanya. Semacam aroma terapi juga.

Dan pengalaman soal wangi rempah-rempah yang menenangkan ini lumayan nancep di benak saya. Sampai saya nemu lagi sebuah produk untuk bayi. Namanya Tummy Oil, dari Mama's Choice. Ini mah wanginya nyenengin, lebih nyenengin dari minyak telon yang dulu saya pake. Dan saya dibikin jatuh cinta. Cieee yang jatuh cinta hahaha

https://www.catatan-efi.com/2020/12/review-tummy-oil-mamas-choice.html


Kenalan sama Zara

Di rumah saya bisa menghirup aroma yang menyenangkan seperti ini kalau deket-deket bocah kenes satu ini. Hanania Alisha Zara namanya. Panggilannya Zara. Putih, rada sipit, jelas beda sama saya. Dia lebih mirip neneknya sih. Plis jangan nanya kenapa beda banget saya sama dia. 

Bocah ini gemesin, lincah, cerewet , pipi tumpahnya jawilable (((jawilable))) dan ga bisa diem. Inget lagunya Vina Panduwinata, kan? Yang ini

Bocah centil  yang tidak dapat duduk tenang

Pinggulnya slalu goyang



By the way Zara ini tipe bocah  omnivora. 

Eh omnivora?  Sebentar maksudnya gimana?

Iya, dia tipe balita yang ga susah makan. Apapun di makannya. Ga susah nyuruh dia makan mah. Satu corn es krim sanggup dia habiskan sendiri. Susah dirayu buat berbagi.  Dikasih bolu atau cake pun dia bisa masukin semuanya ke mulutnya. Ampun deh. Tapi gapapa sih. Daripada susah makan. Ya kan? 

Menjelang usianya yang mau 2 tahun, sense belongingnya emang cukup tinggi. Selain es krim ada juga susu yang jadi kegemaran dia. 

Dua jenis cemilan yang satu ini adalah jajanan favoritnya tiap maen ke warung. Di masa pandemi ini memang ga bisa sesering dulu mengajaknya main. Makanya kalau lihat pintu rumah terbuka dan  diajak jajan ke warung langganan dia girang banget sambil menjerit senang. 

Ah ini jeritannya yang rada jenger itu bukannya gengges, malah makin gemes. Kalau udah gini saya tuh pengen jawilin pipinya. Tapi biasanya berakhir dengan omelan dia hahaha.

Oh ya kalau jalan  jajan ke warung dia tetep pake masker  dan lagi gini harus tetep dijagain karena remnya rada blong :D Mungkin dia terinspirasi Sonic The Hedgehic itu


Zara dan Calming Tummy Oil

Karena kesenangannya makan banyak dan energinya yang susah abis seneng bereksplorasi di luar (dulu sebelum pandemi oke aja ya, sekarang mah seperluya aja kalau keluar), ibarat kata kayak abis keselek batre yang durasinya lama itu, Zara  jadi rentan terkena kembung nih. 

Jangankan bocah, kita aja orang dewasa kalau udah kembung rasanya ga nyaman banget kan, ya? Bawaannya pusing dan merusak mood. Kadang-kadang muka jadi ditekuk berlipat-lipat, manyun ga jelas. 

Kalau orang dewasa bisa nyari obatnya yang tepat. Beda sama  anak-anak seumruan Zara yang belum bisa ngomong lancar. Cuma bisa nangis. Apalagi Zara ini masih pake kamus planet bocil. Harus peka kalau dia ada keluhan seperti kembung atau sakit perut itu. 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/review-tummy-oil-mamas-choice.html

Untungnya  nih ada minyak untuk bayi Tummy Oil dari Mama's Choice yang saya ceritain tadi. Ini sih bakalan jadi printilan ritual wajib buat Zara setiap selesai mandi atau mau tidur. 

Tummy oil ini mengandung minyak pala yang manfaatnya untuk balita seperti Zara antara lain meredakan keluhan mual, nyeri dan tegang, melemaskan otot yang kaku, meredakan gangguan pencernaan dan kembung yang timbul, memperbaiki mood, dan memberi sensasi rasa nyaman  serta memperbaiki kualitas tidur. 

https://www.catatan-efi.com/2020/12/review-tummy-oil-mamas-choice.html

Cocok banget  buat diaplikasikan sama bocil kayak Zara ini. Selain sensasi aromanya yang innocent itu juga bisa dipakai kalau pas lagi mens!  Ini karena kandungan minyak pala juga bisa melancarkan kerja hormon dan mesntruasi. Nah, kan! 

Baik. Orang dewasa  kayak saya jadi punya alasan buat pake ini juga hahaha.... Kalau gitu, kita masukan ke list belanjaan bulanan ya.

Aman Dipakai Setiap Hari

Iya, aman banget dong. Tummy oil ini juga sudah teruji secara klinis aman buat kulit, lolos tes hypoallergenic dan ini yang penting banget. Sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Paket komplit banget.


Komposisi Dalam Setiap Botol

Setiap satu botol kemasan 55 ml, Calming Tummy Oil ini mengandung bahan-bahan berupa:

Nutmeg Oil 

Berkhasiat untuk meredakan ganggan pencernaan, kram perut atau nyeri pada bayi

Minyak Lavender

Memberi efek rileks dan menenangkan  pada bayi yang rewel serta mengurangi gejala kolik. 

Minyal Chamomile

Memberikan efek relaksasi agar bayi tidur lebih tenang

https://www.catatan-efi.com/2020/12/review-tummy-oil-mamas-choice.html

Jangan lupa juga lho selain bebas dari bahan-bahan yang bisa memicu alergi pada anak, Calming Oil dari Mama's Choice juga bebas dari mineral oil, paraben, parfum dan bahan preservatif. 


Review Mama's Choice  Baby Calming  Tummy Oil

Zara itu anaknya picky dan punya bakat jadi anak yang persistent alias tegus pendirian, Kalau ga suka dia bakal nolak. eh pas diusapin minyak ini dia anteng aja diolesin tummy oil ini. Apalagi kemasannya juga kucu, gemesin gitu.

Ga perlu banyak-banyak menggunakan minyak ini. Tuangkan secukupnya pada tangan dan usapkan pada bagian dada, perut serta telapak kaki.  Yaudah setelah itu dia anteng, Baik kalau lagi maen atau tidur di malam hari.


Dapatkan Diskon Untuk Pembeliannya

Gimana, udah ngebet juga kan buat mengadopsi produk ini dan jadi pendamping bocil kesayangan di rumah?

Saya punya berita bagus nih. Karena ada kode diskon yang bisa dimanfaatkan sama teman-teman. Lumayan banget lho karena setiap pembelanjaan yang memasukan kode MAMAEFI, bakal mendapatkan potongan harga sebesar Rp. 25.000 untuk setiap pembelanjaan  minimal senilai Rp. 90.000.

https://www.catatan-efi.com/2020/12/review-tummy-oil-mamas-choice.html

Bukan cuma buat pembelian Tummy oil aja tapi juga berlaku untuk memborong produk lainnya dari Mama's Choice termasuk produk terbaru dari Mama's Choice yaitu rash cream atau hand gel. 

Hayu atuh mainkan jarinya buat belanja ya










Share:

Tuesday 1 December 2020

Mengenal 4 Pilar MPR dan Mengaplikasikannya Dalam Keseharian

Kalau mengalami masa-masa sekolah tahun 90an, teman-teman pasti familiar dengan mata pelajaran PKn atau mata kuliah Pancasila kalau di kuliah semester satu. Masa-masa segitu, tiap ketemu pelajaran atau mata kuliah ini biasanya ga jauh-jauh dari yang namanya butir-butir pancasila yang ada 36 butir. Dari sila satu sampai terakhir. 

Kalau dikasih soal pas ujian ga boleh salah. Harus persis sama. Dulu saya sempat hafal lho juga sebagian isi UUD 45 (sebelum diamandemen).

Sekarang? Duh, udah pada menguap :)

https://www.catatan-efi.com/2020/12/mengenal-4-pilar-mpr.html

Sebagai reminder, ini lho poin-poin dari 4 Pilar MPR :

1. Pancasila

2. UUD Negara Republik Indonesia 1945

3. NKRI (Negara Kesatuan republik Indonesia)

4. Bhineka Tunggal Ika.

Beberapa waktu lalu, dalam rangkaian acara yang digelar oleh MPR yang melakukan kunjungan ke Bandung, saya barengan temen-temen yang hadir di sini membahas lagi soal ini. Beberapa peserta bisa menyebutkannya dengan benar namun urutannya ada yang kebalik. Ice breaking yang dilakukan oleh Raja yang didaulat sebagai MC lumayan bikin melek. Jangan sampai pas ditunjuk eh salah. Ya, kan? malu soalnya :)

Sesi yang bikin deg-degan itu untungnya cuma sebentar. Obrolan hari itu menghangatkan suasana saat hembusan ac lumayan bikin merem melek mata. 

Roadshow MPR dalam rangka sosialisasi 4 Pilar MPR ini adalah kali keempatnya. Setelah tahun 2016, 2018 dan 2020 kemarin. Dalam acara ini jumlah blogger ga banyak mengingat situasi pandemi yang mengharuskan penerapan protokol kesehatan dengan ketat. Selain jarak duduk yang sudah diatur, peserta juga menggunakan masker. Untuk snacking selama acara ada petugas dari Trans Hotel yang siap melayani kami. Insya Allah aman, ya.

Acara pertama dibuka oleh Ibu Siti Fauziah, Kepala Biro Humas dan Sistem Informasi MPR . Dalam kesempatan ini beliau meluruskan kembali apa sih 4 Pilar MPR itu dan mengajak para netizen Bandung (juga perwakilan media yang hadir) untuk menyebar luaskan tentang ini.
https://www.catatan-efi.com/2020/12/mengenal-4-pilar-mpr.html

Dalam acara hari itu bukan cuma merefresh lagi pengetahuan saya dan audiens yang hadir soal 4 Pilar MPR ini tapi juga bikin saya serasa memutar masa-masa kuliah dulu. Saat itu pertama kainya UUD 1945 diamandemen dan berlanjut dengan pemilihan presiden secara langsung. Dalam masa pemilihan presiden yang diawali dengan pemilihan wakil rakyat yang juga dilakukan secara langsung saya sempat terlibat jadi relawan yang memantau jalannya pemungutan langsung. 

Jadi inget deh ketika itu saya ditugaskan di daerah Sukahaji, deket Pasar Burung, ga jauh dari Festival City Link. Eh tapi waktu pemilu yang berjalan tahun 1999 saat itu sih mall ini belum ada deh. 

Saya ditungaskan di sini sampai penghitungan suara selesai, dan baru beres jam 11 malam lho. Sambil nahan-nahan ngantuk saya bertahan di situ.  Animo petugas TPS di tempat saya bertugas juga menyenangkan. Selain dijamu untuk makan siang dan makan malam, pas mau salat pun warga di sana dengan senang hati menyiapkan tempat buat saya. Padahal bukan siapa-siapa. Nah pas perhitungan suara itu warga sekitar begitu antusiasnya melihat jalannya perhitungan suara. Walau semakin sore dan beranjak malam, massa yang bertahan semakin surut. Lumayan lelah sih, ya.

Kini setelah 21 tahun berlalu (ternyata cukup lama ya) suasana seperti itu masih kita rasakan. Perbedaan pendapat soal dukung-dukungan pilihan bukan cuma jadi fenomena yang kita amati di sekitar, tapi juga meramaikan dunia sosial media. 

Jadi inget deh sama semboyan Bhineka Tunggal Ika. Kalau dulu perbedaan yang dipahami lebih ke perbedaan suku, agama atau ras, soal beda juga mencakup soal beda pilihan. Waktu pemilu terakhir saya punya pilihan berbeda dengan orang rumah. Berantem? Enggak lah. Buat apa? Toh saya ga sampai disuruh pindah tidur juga gara-gara beda pilihan ini. :D

Berbeda tapi santai itu karena kita sayang. Makanya menurut saya yang namanya rasa sayang ini juga bakal mengalahkan perselisihan yang timbul karena beda itu. Coba deh perhatikan kalau lagi ada penggalangan bencana, kan ga kita tanya-tanya dulu. Kamu agamanya apa? Pilkada atau Pilpres kemarin dukung siapa? Enggak kan?

Dari dara statistik yang terhimpun, Baru 82, 76 juta orang Indonesia yang mendapatkan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan MPR. Yuk kita dorong biar lebih banyak lagi yang tercerahkan. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah sebanyak 268.583.016 (data bulan Uni 2020). Kurang lebih baru sepertiganya yang baru mengakses informasi sosialisasi 4 Pilar ini. 

Makanya itu tadi, MPR mengajak netizen Bandung untuk mengenalkan 4 Pilar MPR ini ke lebih banyak orang. Ga usah door to door dengan cara klasik jaman dulu. Dengan adanya kemudahan akses media sosial, upaya ini jadi terfasilitasi untuk mewujudkannya.
https://www.catatan-efi.com/2020/12/mengenal-4-pilar-mpr.html


Bu Siti yang juga hari itu ditemani oleh pak Budi Mulyawan selaku Kepala Biro Pemberitaan dan Hubungan Lembaga MPR RI cerita di daerah lain usaha sosialiasi ini sungguh luar biasa. Segitunya dibela-belain, sampai bukan cuma memanfaatkan perahu tapi juga sampai ke daerah yang susah air. Di kota-kota besar di Indonesia, akses lisitrik dan internet memang gampang. Tapi ternyata masih banyak daerah di Indonesia, di mana boro-boro sinyal yang ga stabil, listik pun masih merupakan sesuatu yang mahal, lho.

Dulu kalau bahas soal ini rasanya ribet, rumit. Saya inget becandaan guru PKn saya yang bilang gini: "paling gampang lho nyari jawaban soal PKn itu. Cari aja yang jawabannya paling panjang dan muluk-muluk. Nah itu aja pilih kalau kalian males mikir"

Tapi kenyataannya dalam beberapa kali try out yang saya ikuti di tempat bimbel pas SMA dulu saya ga bisa mendapatkan angka 100 buat soal tes mata pelajaran PKn itu. Ternyata bukan soal muluk-muluk aja sih hahahaha....

Dulu sih terikat penilaian dari guru atau dosen soal ini ya. Saat lepas ke masyarakat, pengaplikasian 4 Pilar MPR ini sebenarnya ga berat dan ga muluk-muluk. Mulai aja dari hal terkecil dan dari diri sendiri. Seperti yang suka dibilang Aa Gym kalau kasih tausiyah. Berbuat kebaikan itu ga harus nunggu orang lain. Lakukan aja dari diri sendiri, dari hal terkecil dari sekarang juga. Rasa males itu yang sebenarnya harus kita kalahkan. Betul?

Contoh lain yang bisa kita lakukan adalah ga menyebar hoax yang sering bertebaran di sekitar kita. Bukan soal agama atau politik, bahkan ketika PSBB tempo hari berlangsung, grup WA RT saya rame sekali membahas video yang ternyata informasinya ada yang hilang. Sikap krtis dari kita akan membantu mengatasi khebohan ga jelas yang ditimbulkan. Caranya juga gampang kan. Cukup stop di kita, jangan disebar. Lalu penyebar hoax ini juga bisa kita kasih tau baik-baik, jangan dibully karena udah menyebarkan informasi yang salah.

Di lain waktu ketika PSBB berjalan berjalan ketat, di lingkungan saya, warganya rame-rame mengumpulkan bantuan baik beruapa uang, beras, telur bahkan sebungkus mie untuk membantu warga terdampak. Tidak ada aturan minimal untuk membantu. Sekecil apapun akan berharga.  Dan seperti yang kita saksikan di berita-berita, upaya saling menggalang danayang beritanya ramai di tv dan media sosial menghangatkan hati dan bikin haru. Ah, semoga saja setelah wabah ini berlalu, kepekaan sosial kita tetap terjaga dan makin terasah ya.
https://www.catatan-efi.com/2020/12/mengenal-4-pilar-mpr.html



Share:

Monday 23 November 2020

Sejarah Arsitektur Art Deco Kebanggaan Kota Bandung

Ngomongin sejarah Bandung tempo dulu selalu menarik perhatian saya. Waktu SMP, koran Pikiran Rakyat terbitan hari minggu itu adalah edisi yang paling saya tunggu. Ada artikel yang ditulis oleh almarhum Haryoto Kunto yang belakang saya baru  tahui beliau ini adalah salah satu pakarnya sejarah Bandung. 

sejarah arsitektur bandung tempo dulu

Kesempatan itu datang lagi ketika The Lodge Foundation menyelenggarakan seminar mini tentang  Sejarah Tata Kota dan Arsitektur Bandung. Seminar ini bertempat di Herbal House by The Lodge yang juga bagian dari grup perusahaan The Lodge milik Heni Smith.


Pagi itu, minggu tanggal 8 November 2020 saya memasuki  gedung Herbal House by The Lodge yang arsitekturnya masih kental dengan gaya Art Deco, khas  assitektur zaman Belanda. 

sejarah arsitektur art deco di bandung
dokumen pribadi

Suasana vintage dengan interior luar dan dalamnya serasa membuat saya  memencet tombol mesin waktu. Jalan-jalan ke Bandung tempo dulu. Waas kata orang Sunda mah. Semacam perasaan takjub, seneng, bahagia dan haru yang campur aduk.  Kurang lebih begitu.

Hari itu ada Ir Bernardus Djonoputro dan Pak Jefri dari IAI Chapter Jabar yang jadi narasumber seminarnya. Dengan protocol kesehatan yang diterapkan, acara ini membuat peserta asik menikmati paparan hari itu selama kurang lebih 2 jam.

sejarah arsitektur art deco di bandung

Dulu saya termasuk yang berpikir gedung-gedung antik dengan arsitektur art deco itu ya peninggalan Belanda. Ada kesan muram, horor dan kepedihan yang tertinggal di sana, mengingat sejarah penjajahan Belanda selama ratusan tahun.  

Cikal  Bandung Tempo Dulu

Tapi ternyata arsitektur Art Deco ini mempunyai makna perjalanan peradaban modern yang dituangkan dalam bentuk visual. Para pemikir dan perancang gedung-gedung pada masa itu punya pemikiriran berbeda.

Dalam paparannya hari itu,  Ir Bernardus cerita dulunya penduduk Bandung masih sedikit sekali. Saat didirikan pada tahun 1864 populasinya hanya 11.054 orang saja.  Komposisi pun sangat dominan dengan penduduk lokal di mana 11.000 orang terdiri dari orang Sunda, 6 orang Belanda, 15 orang Cina dan 30  orang Arab. 

Kelihatan banget ya, cikal bakal Bandung ini terbentuk dari dari kumpulan ekspatriat dan lokal. Perlahan-lahan populasinya berkembang pesat jadi 47.000 orang pada tahun 1900, lalu jadi 166.000 pada tahun 1930 dan sampai sekarang jadi 3 juta pada tahun 2020. Ledakan populasinya gede banget banget. Coba itung berapa persentase kenaikannya?

Tahun 1930an jadi titik balik perjalanan arsitektur kota-kota di dunia termasuk Bandung yang pada saat itu pernah diproyeksikan jadi ibukota oleh pemerintah Belanda.  Ada yang inget dengan sejarah ini? Saya ga inget, dan bersyukur diingatkan lagi karena hadir di acara ini. Atau malah mungkin saya baru tau hari itu lho.

Titik balik ini yang menarik, karena menjadikan Bandung menjadi begitu istimewa. Konsep astitektur Art Deco yang identik dengan arsitektur gaya Belanda ini ternyata cuma ada di 3 kota dunia saja lho. Selain Bandung, ada Napier di New Zealand dan Miami, Florida Amerika Serikat.

gaya art deco di napier new zealand
gaya art deco di Napier gaya Art Deco di Napier, New Zealand. Source https://www.smithsonianmag.com/

Bentuk Perlawanan Pada Konsep Kolonial dan Feodal

Saat Bandung dalam rencana dijadikan ibukota tidak lepas dari semangat untuk persamaan  status manusia, berlawanan dalam konsep feodal di mana hubungan sesama manusia seperti raja dan rakyat.  Pengaruh revolusi Perancis pada 1799 juga jadi salah satu hal yang berpengaruh. 

Masih ingat kan, saat itu sistem pemerintahan di Perancis berubah dari yang menganut monarki kerajaan jadi republik?

Konsep perlawanan terhadap penindasan sesama manusia ini dibongkar yang divisualkan dalam konsep Art Deco.Salah satu pemikirnya Charles Prosper Wolff Schoemaker. Karyanya  bisa kita lihat adalah  Vila Isola  yang terletak di kampus UPI Jalan Setiabudhi, Bandung.

vila isola upi
Vila Isola di UPI. Source: historia.id

Pada  saat itu, gaya arsitektur  kolonial identik dengan gaya  segitiga pediment (beberapa peninggalan yang juga ada di Indonesia misalnya White House di Amerika atau  museum Fatahillah di Jakarta atau di semarang (saya lupa apa nama gedungnya).

segitiga pediment museum fatahillah
Museum Fatahillah - Jakarta. Sumber:nativeindonesia.com


Konsep segitiga pediment yang mencerminkan feodalisme ini ditolak oleh para dosen-dosen di jurusan teknik sipil dan arsitektur di Bandung.  Pemikiran ini juga turut memengaruhi pandangan politik Ir Soekarno yang juga mahasiswa di
Technische Hoogeschool atau sekarang di kenal ITB.

Huaaa ternyata  urusan desain gedung juga punya makna filosofi yang dalam ya.  Jadi ga heran kalau Presiden Soekarno juga sangat  vokal menyerukan persamaan kedudukan bangsa-bangsa di dunia.  Saya makin betah menyimak sejarah Bandung dengan arsitekturnya pada saat itu. Perut yang terasa lapar karena udah masuk waktunya makan siang masih bisa diganjal dengan cemilan yang tersedia. 

Konsep Gedung-gedung Bergaya Art Deco 

Art Deco ditandai sebagai bangunan  yang tidak menekan, tidak menakutkan. Malah gemes, lucu, menarik  dengan bentuk-bentuk geometris, bulat dimainkan dengan komposisi yang vital, kadang diulang-ulang. 

Makna perlawanan Art Deco terhadap sistem feodal dan kolonial ini memprotes  konsep gedung-gedung pada masa lalu di mana  rakyat yang masuk ke dalam harus membungkuk. Di sini rakyat dikondisikan dalam mitos melihat raja dalam posisi seperti kodok. Dengan desain Art Deco saat  itu, rakyat dikondisikan menjadi sebuah sistem,  memiliki kedudukan yang sama dalam hubungan manusia. sebagai sesame khalifah yang menguasai alam.

Baca juga: Monolog 3 Wanodja Soenda

Pada tahun 1910an, gedung-gedung di Bandung masih dominan dengan gedung-gedung  instalasi militer, terkesan militeristik, berupa benteng yang memberi kesan represif. Contoh gedung yang masih bisa kita saksikan sampai sekarang ada di jalan Gudang Utara, Jalan Gudang Selatan, dan Makodam.

gedung art deco majestic bandung
Gedung Majestic di jalan Braga. Sumber: liputan6.com

Selain Vila Isola ada  bekas gedung Bioskop Majestic di Jalan Braga,  Hotel  Preanger,  Gedung Rumentang Siang atau Gedung Sate di Jalan Diponegoro yang saat ini jadi kantor Gubernur Propinsi Jawa Barat. 

Gedung Sate mempunyai  kombinasi konsep modern dan memadukannya dengan konsep  lokal  tradisional. Puncaknya berupa tusuk sate juga punya latar belakang yang menarik. Kalau yang satu ini silakan cri sendiri ya referensinya. 

Konsep Art Deco ini punya tema macam-macam lho. Tidak terpaku sama satu gaya saja. Selain gaya sub marine di Vila Isola, ada  juga yang desainnya seperti ekor pesawat,  lokomotif kereta api atau Gedung Rumentang Siang yang tampilannya seperti kapal Kargo.

Gedung Rumetneang Siang di jalan Baranang Siang. Sumber: liputan6.com

Kalau di Bandung para desainer Art Deco punya gagasan seperti yang saya bilang di atas, lain halnya di Miami, Amerika Serikat yang identik dengan
  Flamingo atau Napier di New Zealand yang mengangkat konsep sakral suku Mauri sebagai penduduk asli di sana. Gaya arsitektunya divisualkan lewat detil-detil  tradisional  dalam seni modern.

gaya art deco di miami florida

Pernah Direncanakan jadi Ibukota

Sekitar tahun 1918 pemerintah hindia Belanda pernah merencanakan untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda. Kebijakan besar ini bukan saja penting bagi pemerintah belanda. Tapi juga jadi  fenomena dunia. Konsep Bandung yang dirancang sebagai kota layak huni sempat  dibawa ke Pameran Ciam di Athena. 

Desain awal Bandung adalah sinergi dari kerjasama berbagai elemen kerjasama yang berpengaruh yang melibatkan pemerintah dan masyarakat (para pemilik tanah besar di Bandung). Pada tahun Tahun 1930 ada gerakan masyarakat yang dikomandani ekspatriat dan para menak (bangsawan)  untuk mempromosikan Bandung yang liveable/cantik.

Bandung yang sudah direncanakan sebagai bagian dari global konten mestinya jadi kebanggaan kita semua. Sayangnya kepedulian dengan warisan legendaris dunia ini mulai terkikis. Rasanya patah hati pas saya denger cerita interior gedung-gedung di jalan Braga sudah mengalami perubahan.  Selama ini sebagian besar gedung-gedung yang buat saya berasa kayak di Eropa (padahal belum pernah ke sana hahaha) cuma nampak dari luarnya saja. 

Art Deco dan Milenial

Padahal nih menurut  para narsum juga Heni Smith yang urun berkomentar, para  generasi milineal sekarang punya peran besar untuk mempertahankan konservasi gedung-gedung Art Deco di Bandung ini agar tidak sampai punah.

Perlu banget adanya perhatian dari para pemilik bisnis sekarang agar mempertahankan nilai sejarah juga selaras dengan meningkatkan  nilai bisnis. Nilai gedung ini akan tinggi tinggi kalau nilai layak huninya lebih baik sehingga keberlangsungan konservasi gedung bersejarah itu bisa terus berlangsung. PR terbesarnya diperlukan modal  yang tinggi untuk melakukannya.  


Masih menurut Bu Heni, pihak pemerintah akan mengikuti kalau ada valuenya. Lalu tercetuslah ide untuk membuat eksibisi di Bandung dengan mengundang tim Art Deco dari Miami dan New Zeland. Kesannya simple tapi efeknya bakal dahsyat.  Begitu menurut beliau. Huaaa… Saya pengen nyaksiin juga kalau sampai digelar. Beneran saya doain semoga terrealisasikan. Aaamiin.

Di sesi lain, Ir Bernadus bercerita pengalamannya ketika mulai mengumpulkan dok umentasi gedung-gedung bersejarah di Bandung. Aktivitasnya dimulai pada tahun 1990an dengan menggunakan kamera  klasik. Aktivitasnya menghasilkan 2 koper berisi  gulungan klise yang harus diafdruk dulu lalu dicetak dan dipilih kembali mana yang pas. Beda banget dengan fasilitas kamera jaman sekarang yang sekali jepret langsung jadi. Ga puas dengan hasilnya ya tinggal ulang.

Suka duka yang dialaminya buka hanya harus jungkir balik sampai ‘ngadapang’ alias tengkurap di tanah untuk mendapat angle foto yang pas atau naik turun pohon. Beliau juga sempat kena tampar tentara yang tidak berkenan melihat aktivitasnya itu.

Kami yang hadir dibuat ngakak ketika beliau mengenang  saat menyusuri jalan di Dago, bisa sampai lepas satu tangan buat menyapa teman-teman yang  berpapasan.

Many thanks buat dedikasi dan perhatiannya buat Bandung ya, Pak.  Bandung di jaman dulu kayaknya jauh lebih romantis dari visualnya zaman Dilan saat tepian Bandung masih banyak dipenuhi pohon-pohon di sepanjang jalan dan udaranya yang sejuk.

Selesai acara saya sempat meliaht-melihat galeri foto gedung-gedung di Bandung pada tempo dulu juga beberapa barang peninggalan antik lainnya. Seru, bikin betah dan lupa waktu :)

sejarah arsitektur art deco di bandung

sejarah arsitektur art deco di bandung

sejarah arsitektur art deco di bandung

Andai ada mesin waktu, saya pengen lihat Bandung di tahun 1920-1940  yang konon mempunyai arsitek terbaiknya mulai dari infrastruktur sampai estetisnya.

Terimasih Herbal by The Lodge sudah menghadirkan acara keren ini. Semoga warisan sejarah arsitektur Bandung tetap lestari. 



Share:

Monday 2 November 2020

Pengalaman Mengobati Anak Kucing Yang Belekan

Dulu saya suka cuek kalau lihat anak kucing yang belekan.  Semacam pikiran gini:

"Ntar juga sembuh sendirinya"

Kayak gitu ...

Jangan Remehin Beleknya Kucing

Plis  jangan gampangin belekan kucing, ya. Apalagi kalau kejadiaan ini terjadi di masa pancaroba seperti ini, di mana yang namanya virus penyerang anabul lagi ganas-ganasnya. 

Awalnya saya memperhatikan Milo, anaknya Iteung kucing saya yang matanya belekan. Sebentar beleknya berkurang, besoknya kok matanya jadi lengket, ketutup sama belek. Makin tebel! 

Duh itu gimana kalau jalan nabrak-nabrak atau pas maen di halaman main kabur aja ke jalan teus kegilas motor/mobil lewat?

Makanya saya buruan bawa ke Pet Care. Kebetulan banget Pet Shop deket rumah baru saja membuka layanan dokter hewan. Ini good news buat saya di saat tanggal tua seperti saat itu. Setidaknya ngirit ongkos ojol hahaha... Kan ga mungkin saya bawa anabul ke sana pake angkot. Bisa gelisah atau kabur dia. Belum lagi reaksi penumpang (mungkin). Mulai ngawur ya :D

Rabu sore, sekitar jam 17.30 saya bawa Milo ke Pet Shop yang jaraknya ga lebih dari 1 km dari rumah. Hari itu dokternya masih praktek sampai jam 18. Waktu saya telpon, petugas yang lagi stand by bilang masih menerima pasien.

Saya dibikin amaze pas dateng ke sana ternyata udah ada beberapa pasien kucing/anjing yang berobat ke sana. Artinya banyak penyayang hewan sekitar rumah yang ga saya sadari. Ternyata banyak yang sayang sama mahluk berbulu ini.

Walau ga kenal, kami saling menyapa dengan seulas senyum wkwkwk.... Saya tersenyum geli ketika ada yang mau ngambil bos bulu yang namanya Rebecca. Sekilas saya kok jadi inget karakter di opera sabun. Ya untungnya bukan Pulgoso namanya. Eh itu mah nama anjing sih ya?

Lanjut ke topik.

Saya diarahkan naik ke lantai 2 ke ruangan praktek dokternya. Selain melepas alas kaki, pengunjung diharuskan tetap pakai masker. Malah sejak dari mulai kedatangan harus lolos screening termo gun dulu bahkan cuma buat belanja sekalipun.

Dokternya seorang perempuan muda, sekitar 20an akhir atau 30an awal. Ya kurang lebih gitu lah. Pas Milo  ditimbang saya shock ketika dikasih tahu berat badanmya cuma 300 gr. Padahal normalnya 700-800 gr untuk anabul seusia Milo (sekitar 2 bulanan). Dan ini hasil diagnosa dokternya:

Cacingan

Mungkin karena kena cacingan ini berat badan Milo cuma seuprit. Kalah montok sama sepotong daging ayam krispy di gerai Ayam goreng waralaba *sigh*. Dokternya sempat nawarin saya buat melihat hasil pemeriksaan lewat mikroskop (sebelumnya pantat Milo dicolokin semacam alat buat ngambil sample pupnya). 

"Ibu lihat titik hitam di situ kan? Nah itu telur cacingnya," jelas dokternya.  

Sebelumnya juga saya bilang sama dokternya kalau Milo ini ga mau makan, maunya nete aja. Sementara Iteungnya udah kayak mau nyapih. Waktu dilihat sama dokter, gigi geligi Milo belum tumbuh sempurna. Hari itu Milo merasakan gimana enaknya jadi kucing sultan karena disuruh makan wet food merek Royal Canin dulu hahaha...

Dehidrasi

Milo emang kurang minum  (duh maafkan aku say) jadi ga heran kalau Milo bilang dia kena dehidrasi. Milo dikasih infus buat nambah cairan di tubuhnya. Saya lupa durasiya, tapi ga sampai 5 menit kok.  Waktu diukur suhu tubuhnya juga agak sedikit demam. Untungnya ga sampai panas banget. 

Virus

Nah ini yang paling horor. Saya lupa apa nama virusnya, tapi di musim pancaroba seperti ini banyak kasus seperti ini. Sebagian besar pasien anabul di sini juga masalahnya kena virus. Beberapa virus tertentu cukup galak dan berisiko kematian kalau ga segera diobatin.

Ada satu diganosa lagi dari dokter, cuma saya lupa. Saya seneng banget pas lihat kerak belek di matanya Milo udah bersih. Beneran terangkat. Cuma matanya Milo masih rada nyipit, belum belo seperti emak atau saudaranya. Tapi ini much better. Dia bisa melihat jauh lebih jelas.  

Dokter dan asisten yang bantu ngasih treatmentnya juga tenang dan telaten. Milo ga memberontak atau mau kabur. Cuma sesekali mengeong.

Sebenarnya beberapa hari sebelum memutuskan pergi ke dokter hewan, saya sempat cari info gimana cara membersihkan beleknya Milo. Sempet beli obat mata kucing tapi ga membantu. Matanya Milo melek dikit tapi beleknya ga hilang. Mau nyomot sendiri kerak beleknya kok ga tega. takut bikin luka.  Itu dia yang jadi alasan pertama saya bawa Milo ke dokter hewan. Ga taunya masalah kesehatan Milo lebih rumit.

Berapa Biaya Pengobatan ke Dokter Hewan?

Abis ini bakal banyak yang nanya berapa biayanya. Ya kan? (pede amat sih, Fi? hahaha...) Lumayan lah ini bikin saya terharu. Untuk pengobatan Milo saya harus membayar sekitar 309 ribu. Kalau  item obat dan treatmentnya Milo dibreakdown ya cukup masuk akal.  


Tapi kalkulator di kepala saya tetep on karena mikirin berapa yang harus saya keluarkan buat ngobatin Iteung dan Leo (saudaranya Milo) kalau seekor anabul aja menghabiskan segitu. Ini karena dokternya nyuruh saya bawa Iteung dan Milo besoknya buat berobat. Ternyata nih, estimasi saya meleset. Buat pemeriksaan dan obat Iteung & Leo biaya total yang harus dibayarkan adalah 188 ribu. 

O, ya tadi saya bilang kalau Iteung kayak mau nyapih Milo, ya? Eh ternyata setelah pulang dari dokter hewan, Iteung bukan cuma mau netein lagi Milo tapi juga jilat-jilatin Milo. Hiii.... Iteung! Saya gemes sama emak kucing satu ini. Jijik-an apa gimana ya? 

Dua hari setelah dari dokter hewan, Milo udah lincah bercanda maen smack down-smack downan dengan saudaranya Leo, meski dia masih kalah gahar.  Lucu dan geli lihatnya. Makannya juga udah banyak, ga susah seperti sebelumnya. Padahal waktu sakit, Milo sukanya mojok menyendiri. Ga mau bergabung sama yang lain. Seneeeeng... deh.

Ini beberapa saran dari dokter buat saya hari itu:
  • Usahakan Milo dijauhkan dulu dari ibu dan saduaranya karena virus yang menjangkiti tubuh Milo muah banget buat menular
  • Berikan wet food agar ia mudah mengunyah makanan
  • Milo ga boleh maen di luar untuk mengurangi infeksi pada matanya. Btw walau selalu di dalam rumah, anabul bisa juga terinfeksi virus, lho. Serem, ya?
  • Sediakan air minum yang memadai agar Milo tidak dehidrasi
  • Sebaiknya Ibu dan saudaranya juga diperiksa karena bisa jadi Milo terkena dari ibunya. Apalagi waktu saya bilang kalau Iteung bermasalah dengan bau mulutnya. Ternyata ini juga gejala ada yang eror sama pencernaannya. Selain itu pengobatan ga akan tuntas kalau Milo udah sembuh tapi ibu/saudaranya sakit. 

Saya dikasih 3 jenis obat berbentuk sirup (untuk anti diare, anti bakteri dan vitamin) juga obat cacing bentuk tablet dan salep mata yang harus dioleskan secara rutin buat tiap hari.

Kenapa ga dibawa ke Puskeswan?

Bisa lebih irit emang karena ada subsidi seperti halnya Puskesmas.  Saya sempat googling untuk layanan ini. Selain jam operasinal yang singkat (dari jam 6-12) jumlah pasien pun dibatasi. Satu orang cuma boleh membawa 1 ekor anabul/anjing untuk diperiksa di sana.  Repot kalau mau ngobatin anabul sekaligus.

Dengan jarak yang lumayan jauh dari rumah (sekitar 4 km dari rumah) ongkos yang harus saya keluarkan bakal lebih boros belum lagi harus dateng pagi banget biar tetep dapat jatah.

Sementara kondisi Milo udah bikin saya khawatir. Sebelumnya, tahun lalu saya gagal menyelamatkan Unyil anak kucing yang kena virus dan keburu mati setelah besoknya dibawa ke dokter hewan. Pergi ke puskeswan bakal jadi pilihan saya kalau nanti mau kasih vaksin atau steril anabul.

Ini kondisi Milo terbaru pas saya nulis postingan
hari ini. Lebih seger dan sedikit berisi. Sehat selalu ya, Milo sayang ❤❤❤









Share: