Thursday 24 March 2011

Cara Mudah Menghafal Nama-nama Surat Dalam Al-Quran Dengan Metode Cerita

Cara Mudah Menghafal Nama-nama Surat Dalam Al-Quran Dengan Metode Cerita
Bismillah...

I. Menghafal nama – nama Surah dengan metoda cerita.
Metoda yang penulis buat ini sebenarnya terinspirasi dari metoda
Quantum Learning melalui pelatihan yang telah diikuti. Prinsipnya
bagaimana belajar itu mudah dan menyenangkan. Dan tidak ada salahnya
kita gunakan dalam proses mengenal Al-Qur’an dari sisi-sisi tertentu.
Salah satunya adalah menghafal nama – nama surah dalam Al-Qur’an.
Mulai saat ini anda diajak untuk mengenal nama-nama surah dalam
Al-Qur’an. Anda akan dibawa keluar dari zona nyaman menuju satu
pengalaman baru yang mengasyikkan. Membuat anda sadar dan melek dari
mitos – mitos yang menyesatkan tentang ghuluw atau bahkan ekstrim yang
terlalu jauh menyimpang dalam mensikapi keutamaan Al-Qur’an. Al-Qur’an
dianggap sebagai suatu yang mistik. Padahal sebenarnya Al-Qur’an itu
mu’jizat. Al-Qur’an memiliki hayawiyyah atau dinamis penuh makna.
Dan metoda berikut ini merupakan salah satu pensikapan dinamis dan
unik. Bisa dinikmati manfaatnya bagi setiap muslim yang ingin lebih
akrab bermu’ayasyah ma’l qur’an dari sisi nama-nama surahnya yang
berjumlah 114 surah. Karena itu cobalah metoda ini;


a. Cara menghafal
Dalam metoda cerita ini pendekatannya melalui arti atau terjemah dari
nama surah yang berbahasa Arab. Yang perlu diperhatikan di sini adalah
bukan kebenaran ceritanya tetapi bagaimana anda bisa menghafal dan
mengingat nama – nama surah dalam Al-Qur’an dengan mudah, karena
cerita ini bersifat imajinatif bukan hakiki.
Cerita berikut dibuat bersifat penggalan – penggalan (per sepuluh
surah kecuali surah yang ke-91 – 99 dan ke-100 sampai terakhir). Hal
ini akan membantu anda mempermudah dalam menghafal dan mengingat
kembali nama – nama Surah dalam Al-Qur’an. Ingat yang dihafal bukan
ceritanya tetapi alur cerita nama – nama surah Al-Qur’an (dalam
terjemah) yang tertulis dengan huruf tebal dan kapital. Seperti;
PEMBUKAAN, SAPI BETINA dan seterusnya.

Praktisnya adalah sebagai berikut;

1. Bacalah cerita tersebut (misalnya cerita I; 1-10) sambil tersenyum.
2. Boleh dibaca dalam hati atau dengan suara. Perhatikan pada kata -
kata bercetak tebal dan berikan tekanan bunyi yang berbeda dari kata
yang tidak bercetak tebal.
3. Bayangkan anda sendiri sedang manjadi pelaku atau terlibat langsung
dalam alur cerita tersebut. Kalau bisa sambil membayangkan dan
gerakkan anggota tubuh anda sebagai bentuk kreasi dari imajinasi anda.
4. Tulis ulang kata – kata yang bercetak tebal sesuai yang anda ingat
saja, lalu cocokkan dan urutkan sesuai urutannya.
5. Setelah anda berhasil menulis ulang kata – kata yang bercetak
tebal, dengan melihat kata – kata tersebut cobalah anda
mengulang(mengingat) kembali alur ceritanya tanpa harus sama persis.
6. Berikutnya anda melihat grafik kata – kata yang bercetak tebal dan
bacalah dalam bahasa Arabnya. Ingat jangan dihafal terlebih dahulu
teks arab yang ditulis dengan huruf latin tersebut (hal tersebut akan
dibahasa tersendiri).

b. Cara Mengingat ulang
Bila anda lupa dengan nama surah tertentu, misalnya saja anda lupa
dengan nama Surah ke-13, maka langsung saja anda mengingat -ingat alur
cerita tersebut. Dimulai dari urutan surah yang ke-11 yaitu HUD. Maka
anda akan teringat bahwa HUD dan YUSUF disambar PETIR. Secara otomatis
dalam hitungan menit atau bahkan detik, anda akan dengan cepat
mengingatnya kembali bahwa surat yang ke-13 adalah Surah PETIR (yang
Bahasa Arabnya AR RA’D). Menyenangkan bukan?
Selamat mencoba dan menikmati. Semoga anda benar – benar puas.
c. Tekhnis Menghafal

Berikut ini teknis dan cara menghafal nama – nama surah dengan metoda
cerita yang dibagi dalam 11 bagian (cerita) agar memudahkan kita dalam
penguasaan maksimal dan cepat.


Cerita I; (Surah 1 – 10)
Aku membaca Al-Qur’an dimulai dengan PEMBUKAAN. Kebetulan waktu itu
tetanggaku sedang memotong SAPI BETINA untuk KELUARGA IMRAN yang punya
anak wanita bernama AN NISA. Ia lapar makan HIDANGAN, sisanya ia
berikan untuk BINATANG TERNAK yang berkandang di TEMPAT-TEMPAT YANG
TINGGI, di sana dibagikan HARTA RAMPASAN PERANG yang dilakukan setelah
TAUBAT seperti taubatnya YUNUS
NO KRONOLOGI CERITA


1 PEMBUKAAN – AL-FATIHAH
2 SAPI BETINA – AL-BAQOROH
3 KELUARGA IMRAN – ALI IMRON
4 AN NISA (WANITA) – AN NISA
5 HIDANGAN – AL MAIDAH
6 BINATANG TERNAK – AL AN ‘AM
7 TEMPAT-TEMPAT YANG TINGGI – AL A’ ROF
8 HARTA RAMPASAN PERANG – AL ANFAL
9 TAUBAT – AT TAUBAH
10 YUNUS -YUNUS


Cerita II; (Surah 11 – 20)
HUD dan YUSUF disambar PETIR sementara itu IBRAHIM sedang berada di
PEGUNUNGAN HIJR tempat dimana LEBAH memulai PERJALANAN MALAM menuju ke
GUA tempat bersembunyinya MARYAM dan TOHA.
NO KRONOLOGI CERITA


11 HUD – HUD
12 YUSUF-YUSUF
13 PETIR – AR RA’D
14 IBRAHIM -IBRAHIM
15 PEGUNUNGAN HIJR – AL HIJR
16 LEBAH – AN NAHL
17 PERJALANAN MALAM – AL ISRO
18 GUA – AL KAHFI
19 MARYAM – MARYAM
20 TOHA – TOHA


Share:

Horeeee.... First Antologi

Yeeee, senengnya!
Malem tadi akhirnya diumumkan juga  3 orang pemenang plus 100 orang kontributor terbaik lomba menulis Long Distance Friendship (LDF) yang digelar di FB. Ini kali kedua saya ikutan lomba Flash FIction, setelah yang pertama saya ga berhasil kali yang kedua ini masih belum beruntung. Hehehe

Lho, apa bedanya?
Beda lah, meski gak jadi juara, 100 kontributor terpilih naskahnya akan dibukukan. Nah, siapa ga seneng? Biasanya orang mesti besusah payah mengirim tulisannya buat diterbitkan. Ada sih  cara lebih mudah, pake jalur indie (self) publishing.Nah yang ini perlu modal juga biar bisa naik cetak. 
Buat lomba LDF ini, kita gak usah berrepot-repot ria mencari penerbit yang sudi menerbitkan tulisan, karna sudah dikoordinir sama panitianya.

Dari notes yang ditulis sama Fiani Gee salah satu juri, kami diminta menngirimkan kembali data tentang kami dalam bentuk narasi. Oke, no problem. Ketik sebentar dan langsung saya kirim data yang diminta lewat inbox beliau. Eh, ada yang lupa! Ternyata  juga dimintai foto buat disertakan dalam buku.
Gubrak!
Karna saya bukan banci kamera, ga gampang nyari koleksi foto pribadi. Yang ada juga foto yang banyakan dan kalau di-crop ga bagus kayaknya. Trus saya coba cari di album foto yang  di-tag sama temen. Belum puas juga, ga ada yang cocok. 

Pake pas foto? jiaaaaah, resmi banget! Kalau bukan buat ikutan seminar,  sertifikat dan hal-hal yang resmi (termasuk buat ke KUA nanti? hehehhehe) deuh, ga deh.  Biar bukan banci kamera kayaknya ga asyik deh. Dan.... akhirnya pagi tadi sebelum berangkat saya nyempetin dulu berpose pake kamera HP. Nah, kalau mau liat fotonya seperti apa (please, jangan muntah ya! aman koq :D )silahkan beli Antologinya kalau udah terbit ya. *mode promosi on*

Nah, selai note & FB akhirnya tulisan saya juga mejeng dalam bentuk buku. Semoga bisa nulis lagi dengan mutu yang lebih baik. *wink*


Share:

Horeeee.... First Antologi

Yeeee, senengnya!
Malem tadi akhirnya diumumkan juga  3 orang pemenang plus 100 orang kontributor terbaik lomba menulis Long Distance Friendship (LDF) yang digelar di FB. Ini kali kedua saya ikutan lomba Flash FIction, setelah yang pertama saya ga berhasil kali yang kedua ini masih belum beruntung. Hehehe

Lho, apa bedanya?
Beda lah, meski gak jadi juara, 100 kontributor terpilih naskahnya akan dibukukan. Nah, siapa ga seneng? Biasanya orang mesti besusah payah mengirim tulisannya buat diterbitkan. Ada sih  cara lebih mudah, pake jalur indie (self) publishing.Nah yang ini perlu modal juga biar bisa naik cetak. 
Buat lomba LDF ini, kita gak usah berrepot-repot ria mencari penerbit yang sudi menerbitkan tulisan, karna sudah dikoordinir sama panitianya.


Dari notes yang ditulis sama Fiani Gee salah satu juri, kami diminta menngirimkan kembali data tentang kami dalam bentuk narasi. Oke, no problem. Ketik sebentar dan langsung saya kirim data yang diminta lewat inbox beliau. Eh, ada yang lupa! Ternyata  juga dimintai foto buat disertakan dalam buku.
Gubrak!
Karna saya bukan banci kamera, ga gampang nyari koleksi foto pribadi. Yang ada juga foto yang banyakan dan kalau di-crop ga bagus kayaknya. Trus saya coba cari di album foto yang  di-tag sama temen. Belum puas juga, ga ada yang cocok. 


Pake pas foto? jiaaaaah, resmi banget! Kalau bukan buat ikutan seminar,  sertifikat dan hal-hal yang resmi (termasuk buat ke KUA nanti? hehehhehe) deuh, ga deh.  Biar bukan banci kamera kayaknya ga asyik deh. Dan.... akhirnya pagi tadi sebelum berangkat saya nyempetin dulu berpose pake kamera HP. Nah, kalau mau liat fotonya seperti apa (please, jangan muntah ya! aman koq :D )silahkan beli Antologinya kalau udah terbit ya. *mode promosi on*


Nah, selai note & FB akhirnya tulisan saya juga mejeng dalam bentuk buku. Semoga bisa nulis lagi dengan mutu yang lebih baik. *wink*



Share:

Wednesday 16 March 2011

Kembalikan Bandungku yang Dulu


 Perhatikan para pengemudi motor di atas ini. Seharusnya meraka ga ada di lajur ini karena lajur ini disediakan buat kendaraan dari arah sebaliknya (searah dengan mobil pick up). Niatnya mau instan, cepet tapi karna volume kendaraan jadi numpuk ga jelas tepat di lintasan kereta malah jadi macet. Jarak ke perempatan berikutnya yang cuma butuh waktu 2-3 menit jadi molor sampai 30 menit!








Dan ini, para pengemudi motor yang keukeuh maksa nyari celah sempit  di kiri jalan. Mau nyalip harusnya ngambil dari sebelah kanan kan? Dengan kondisi macet sulit buat memacu kendaraan di atas rata-rata. Sementara tepi jalan sudah mentok, kalau pun ada malah jadi lahan pedagang. Kadang jalur trotoar  ini bebas dari pedagang, truk yang parkir ngasal  dan  masih saja dipake sama (lagi) pengendara motor yang ga sabar pengen cepet sampai.



 Padahal panjang jalan relatif cuma segitu-gitunya (kecuali dibuatkan jalan layang). Kalaupun dilakukan perlebaran jalan juga ga bisa selalu dilakukan. Belum lagi kalau pelebaran jalan, pohon-pohon ini yang jadi korban harus di tebang. Udara makin panas aja karna secara berkala cabang-cabang yang sudah rimbun harus ditebang demi keselamatan Pengguna jalan.

Solusinya sih sarana transportasi masal, seperti Transbus yang sudah digagas Pemkot Badan. Tapi ternyata aplikasinya ga semudah teori. Selain infrastruktur, anggaran,  juga penolakan dari para supir angkutan umum yang merasa ladang nafkahnya terancam. Padahal, dengan semakin masifnya volume kendaraan (terutama motor)  bikin konsumsi BBM makin meningkat. CO2 yang dilepaskan ke udara makin banyak dan bikin udara Bandung  tambah sumpek dan panas.

Kangen banget sama Bandung yang dulu. Bandung yang adem, Bandung yang hijau.....
Share:

Tuesday 15 March 2011

Review Rumah Tanpa Jendela

Wiih, akhirnya kesampean juga nonton film Rumah Tanpa Jendela.  

 Deuh telat banget ya, secara film ini premiernya akhir Februari  dan hari gini malah baru nonton hehehe. Tak apalah, yang penting ga ketinggalan. 
Jadi film ini awalnya diangkat dari novel yang judulnya sama, Rumah tanpa Jendela karyanya Asma Nadia. Sebenernya novel ini pun hasil dari perluasan cerita dari judul cerita "Jendela Rara" yang diambil dari kumcer Emak Ingin Naik Haji.

Film ini mengangkat tokoh Rara yang diperankan oleh Dwi Tasya  yang bermimpi punya rumah yang berjendela. Rara tinggal bersama Ayahnya Raga (Rafi Ahmad) dan Neneknya (Ingrid Widjarnako) di sebuah perkampungan kumuh bersama para pemulung lainnya. Saat belajar dengan Bu Alya, Rara menceritakan mimpinya untuk memiliki jendela rumah yang disambut dengan tawa teman-temannya. 
Rara mulai menemukan jalan meretas mimpinya saat ia mengojekan payung di tempat Aldo (Emir Mahira)  les menggambar. Perkenalan Rara dan Aldo berlanjut menjadi persahabatan, apalagi neneknya Aldo, Nek Aisyah (Ati Kanser) yang tinggal bersama Aldo kerap mengundang Rara dan teman-temannya bermain di Rumah.

Kehadiran Nenek Aisyah dan Rara menjadi hiburan tersendiri buat Aldo penderita autis yang kerap ditinggal ayah ibunya yang sibuk. Sebenarnya Aldo punya dua orang kakak Adam dan Andini. Berbeda dari Adam dan pembantu-pembantu di rumahnya, justru Dini merasa malu dengan keberadaan Aldo hingga saat pesta ulang tahunnya Andini berusaha menyembunyikan keberadaan Aldo dari Rio teman sekolah Andini yang ditaksirnya.


Nah, di lain pihak, Nek Aisyah yang 'gaul' itu punya agenda tersendiri untuk memberi kejutan buat Andini. Saat Adam tampil bersama band-nya Nek Aisyah mengajak Aldo, Rara dan teman-temannya jadi penari latar Adam. Andini menjadi kesal dibuatnya, malu karna merasa Rio sudah mengetahui keadaan Aldo, Andini mulai menjauh dari Rio.

Rio yang berusaha mencari jawaban atas sikap aneh Andini malah menemukan Aldo dan ngobrol akrab dengan Aldo. Semakin sebal lah Andini dibuatnya. Tidak tahan dengan kekesalan Andini yang tetap merasa malu, Aldo kabur dari rumah dengan Rara. Saat Aldo hilang  Andini baru mengetahui kalau ternyata Rio mempunyai saudara kembar, Roy yang juga mempunyai kelainan. Roy  sudah meninggal karna penyakit yanng dideritanya. 
"Justru karna ketidaksempurnaannya Rio itu yang membuat dia sempurna. Kadang saya dibuat iri karnanya," papar Rio saat menceritakan saudaranya itu. 

Andini menangis dibuatnya, Mama Aldo yang juga terkesan cuek juga dibuat panik saat Aldo hilang. Dalam pelariannya, Aldo menemukan ketulusan Rara sebagai teman. "Terima kasih sudah mau menjadi teman Aldo" kata Aldo saat Rara menjawab pertanyaan Aldo. Bersama Rara pula Aldo merasakan pengalaman pertama mencicipi keringatnya sendiri.

Ada banyak pesan moral yang hadir lewat rangkaian dialog dalam film ini. Nek Aisyah yang lembut, dermawan tapi gaul. Adam kakak yang sayang dengan Aldo, Alya guru muda  yang ikhlas mendidik anak-anak jalanan dengan bayaran kecil, Pak Syahri yang tenang dan tentu saja Aldo yang dengan keterbatasannya itu punya hati yang lembut dan peka.

Kalau di kota teman-teman tidak ada bioskop, mungkin bisa mencari VCD/DVDnya. SIlahkan lihat thriller dan video OSTnya di bawah ini. 
O, ya jangan lupa ya siapkan tissue saat menonton film ini, karna ga perlu waktu lama untuk membuat muara sungai mengalir dari mata kita.







Share:

Monday 14 March 2011

Berhenti Sejenak

Hari ini baru saja selesai validasi data siswa peserta UN SD. Sementara kepala sekolah mengikuti rapat, saya dan staf tata usaha lainnya ditempatkan di ruangan lain. Mengoreksi data siswa yang harus dibetulkan mulai dari nama, tempat dan tanggal lahir sampai data ortu. Syukurlah menjelang dzuhur acara itu sudah beres, males rasanya kalau harus berlama-lama berkutat di sana karna saya cuma perlu waktu sebentar saja untuk membereskannya. 


Selesai validasi, teman saya Dadi (perempuan lho) mengajak saya mampir ke rumahnya. Cuaca Bandung yang lagi panas-panasnya ditambah janji mampir ke tempat teman untuk suatu keperluan membuat saya menolak ajakannya. Lagi pula saya pengen segera sampai rumah. Setelah berganti angkot dan turun di depan terminal Leuwi Panjang, saya meneruskan perjalanan pulang dengan angkot rute Cimahi. Nah, di perempatan Pasirkoja, sekitar 1 km dari Leuwi Panjang seorang bocah kecil menghampiri angkot yang saya tumpangi dan mulai memainkan kecrekan sederhananya. Dan mengalun lah "Bukan Bang Toyib"nya Wali dari mulut kecilnya.
ilustrasi pengamen cilik

Ah, Bang Toyib? Apakah ayahnya seperti Bang Toyib juga sampai sesiang itu dia harus mengamen. Apakah oranng tuanya tidak menyekolahkannya? Bukannya ada Dana BOS? Sekolah bisa gratis? Mungkin seperti itu kebanyakan yang terpikir sebagian orang.
Buat saya (meski tidak selalu ngasih sekedar receh sama pengamen), dengan membiarkan dia menyanyi dan tidak memberinya uang bukan satu solusi yang bijak. Bukan cuma potongan dari adegan sinetron atau film kalau seorang anak dieksploitasi orang lain atau malah orang tuanya sendiri untuk mengamen. Saya dan seorang teman pernah mengamati di tempat yang sama itu juga saat anak-anak itu mengamen tidak jauh dari mereka ada orang-orang dewasa (lai-laki dan perempuan) memperhatikan mereka. Entah siapa mereka, tapi yang terbayang dalam pikiran saya mereka seperti penadah setoran. Saya ga tega membayangkan anak-anak itu jika tidak bisa memenuhi harapan mereka. Dipukul? disiksa? Pikiran yang terlalu berlebihan mungkin tapi ya itu tadi kalau tujuannya mendidik bagi saya sasarannya salah. Lain cerita kalau pengamen atau pengemis yang kita jumpai itu sudah dewasa dan badannya bugar. 

Kalau dengan tidak memberinya apa lantas membuat anak itu mikir dan berhenti mengamen kah? Buat saya justru mereka yang memaksa anak-anak itu mengamen dulu yang harus dibereskan. Ngomong-ngomong soal sekolah gratis tidak lantas semua serba gratis kan? lagi pula mungkin kalau mereka memang tidak mampu keadaanlah yang memaksa. padahal  pasal 33  UUD 1945 jelas koq menyebutkan anak-anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Nah Lho!


Bicara soal keluarga miskin pun yang nota bene mendapat bantuan raskin dan BLT  juga tetep harus melaui mekanisme nan ribet. Seperti BLT misalnya, untuk membuktikan seorang warga berhak mendapatkan BLT dia  harus bisa menunjukkan Kartu keluarga, sementara di sisi lain birokrasi (lagi) yang ribet kerap meminta 'biaya administrasi' buat membereskannya. Ah, pusing, seperti Lingkaran setan saja ya? Saya berharap akan segera ada sosok seperti Muhamad Yunus (tau kan? beliau seorang tokoh dari Bangladesh yang konsen soal kemiskinan dan pernah diwawancara oleh Oprah karna kepeduliannya itu) di negeri ini. Mungkin ada dan tidak terekspos atau saya sendiri tidak tahu? Wallahualam, sya juga pengen seperti Muhamad Yunus yang bisa menyisihkan lebih banyak rejekinya buat mereka. Semoga yaaa, Amiin.




Nah, bicara soal pemberdayaan masyarakat miskin, saya jadi teringat satu judul buku "Berhenti Sejenak" tulisannya Bayu Gwatama. Sudah lama sekali saya membacanya. Waktu itu adik saya yang pinjam dari temen dan saya nimbrung ikutan baca. Ada satu bagian yang menginspirasi soal pengamen tadi. Saya tidak tahu apa masih bisa dicari atau tidak tapi mungkin ada teman atau saudaranya yang punya, silahkan baca. Isinya menyentuh kita akan kepedulian mereka yang malang.


Jadi, dalam salah satu bagian itu diceritakan (seingat saya itu yang dialami penulis dengan temannya, maaf kalau lupa ya). Dia heran dengan sikap cuek temannya yang tidak pernah mau mengulurkan barang sedikit receh untuk pengamen/pengemis yang dijumpai di jalan. Ah, pelit sekali sih kamu, protesnya. Temannya itu cuma tersenyum menanggapinya. Hingga satu waktu temannya ini mengajak beliau  mengunjungi seorang ibu di daerah pemukiman yang padat penduduk.  Ternyata temannya itu mengajaknya menemui seorang ibu penjual pecel. Akhirnya dalam obrolan itu terungkaplah kalau dulunya si Ibu penjual pecel itu seorang pengemis.
"Bu, saya mau ngasih ibu. Ibu mau pilih apa, saya kasih receh atau saya kasih modal buat usaha? kalau ibu mau modal usaha, ibu harus bisa mempertanggungjawabkan  modal yang saya kasih," kurang lebih seperti itu dialognya. Subhanallah, ternyata si ibu pengemis ini memang mengemis karna terpaksa. Akhirnya disepakati si Ibu ini mendapat bantuan modal.  Setelah mendapat modal usaha itu,  si temannya ini selalu menemui si Ibu dan memantau perkembangan usahanya. Memperhatikan apa saja yang harus dibenahi dalam usahanya. Dan.... berhasil! ternyata beliau bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dari usaha itu.


Nah, proses mendidik seperti inilah yang menurut saya benar, bukan diam tidak memberi. (Duh, saya sih masih jauh dari sikap temannya Bayu Gawtama ini). Kalaupun kita tidak yakin dan mampu bisa memonitor bantuan si Ibu tadi, bukankah ada banyak  Lembaga Amil Zakat yang bisa kita titipkan dana untuk membantu mereka yang tidak mampu? Mudah-mudahan cuma saya aja yang su'uzhan melihat mereka yang tidak mau memberi sedekah dan diam-diam menyalurkan dananya lewat lembaga amil zakat atau cara lain yang menurut mereka lebih baik.
Semoga yaaaa





Share:

Sunday 13 March 2011

Seishi O Kika Sete

Well. saya mulai mengenal Jepang waktu kecil dulu, kira-kira kelas 2 SD. Waktu itu hiburan tv cuman ada TVRI aja dan salah satu serial yang lagi happening diantaranya adalah serial Oshin. Nah, ketauan deh setua apa saya ya? hehehe

Jadi, yang masih tersisa dalam ingatan saya tentang Oshin, adalah gambaran wanita Jepang yang hidup perih sejak kecil. Mulai dari karakter Ayahnya yang keras dalam mendidik, suaminya yang nyebelin, hidupnya yang ditimpa kesulitan bertubi tubi diceritakannya dengan penuh bijak dan tenang pada sosok cucunya yang etnah lupa lagi siapa nama figurnya hehehe. Ya, seperti itu lah yang saya ingat.

Inget dong siapa Ayako Kobayashi (Oshin kecil) Yuko Tanaka (Oshin Muda dewasa) dan Nobuko Otowa (Oshin tua)?

Sejak mengenal film Oshin, semakin nambah yang terrekam dalam ingatan saya selain pendudukan tentara Jepang di Indonesia, Bom Hiroshima dan Nagasaki, atau serial hero lainnya seperti Voltus, Zabogar, Ksatria Baja Hitam, sampai serial komik macem Dora Emon dan Detektif  Conan kayaknya cuma serial Oshin  yang paling berkesan.

Share:

Tuesday 1 March 2011

LDF : Paket Dari Jepang

Memenuhi request seorang sahabat, saya posting naskah LDF saya di blog ya :)

“Fi, ada paket tuh buat kamu. Dari Jepang,” kata Mama siang itu ketika saya baru saja pulang.

“Dari siapa sih?” Tanya Mama dan adik saya kompak seperti koor paduan suara.

“Ah, pasti kiriman dari Mba Dina,” jawab  saya sambil buru-buru masuk ke kamar, mencari paket yang di maksud.
Paket bersampul coklat  itu segera saya buka.  La Tahzan For Student yang dijanjikan beliau sudah berpindah tangan di antara kami yang terpisah ratusan mil. Padahal lebih mudah dan cepat ya  kalau saya pergi ke toko buku tanpa harus menunggu sekian waktu. Otak gretongan? Iya sih,  tapi tunggu dulu! Jangan protes ya. Selain buku itu memang special saya dapatkan langsung dari salah satu kontributor seri antologi itu tapi juga pertemanan yang saya jalin dengan Mba Dina  lewat salah satu milis yang saya ikuti.

Saya mengenal Mba Dina setelah saya memposting sebuah thread. Waktu itu Mba Dina menanggapi thread saya langsung secara japri. Obrolan yang ringan dan santai membuat kami cepat nyambung dan tidak terputus begitu saja dalam satu kali balas-balasan email.

Sejak itu lah kami mulai intens bertukar cerita, link blog, mengoreksi penulisan nama katakana saya yang ‘rada’ salah,  dan obrolan-obrolan seru lainnya. Dari blognya Mba Dina, saya juga mengenal si kecil Luna yang sebenarnya lahir di siang bolong. Ah manis dan lucu sekali melihat tingkahnya dalam video yang diunggah mama-nya di blog. Hebat ya, bocah usia 4 tahun itu sudah banyak menguasai kosa kata bahasa Jepang hehehehe. Ya iya lah, secara dari lahir dia berinteraksi dengan mereka yang berbahasa Jepang.

Selain melihat lucunya tingkah Luna, saya juga bisa menyaksikan kemeriahan  sebuah festival di Jepang yang juga diunggah Mba Dina. Subhanallah saya semakin ngebet  menyaksikan langsung Sakura mekar yang Cuma 7 hari saja dalam setahun itu.

      “Kalau kamu maen ke Jepang, ga usah  repot-repot cari penginapan Fi. Kamu nginep aja di apartemen saya, gratis! Saya dan suami memang sengaja menyediakan satu ruang khusus untuk tamu yang menginap. Kami seneng banget kalau kedatangan tamu dari tanah air.  Beberapa waktu yang lalu juga ada tamu dari tanah air lho nginep di apartemen saya. Hitung-hitung menambah perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia  buat Luna”

      Siapa nolak? Lumayan banget kan bisa menghemat biaya penginapan di Jepang. Tau sendiri lah seperti apa biaya dan segala tetek bengeknya di Jepang sana.  Semoga kesampaian ya… Amin ya Allah.

      Satu waktu saya pernah memposting tulisan di blog saya tentang budaya dan watak orang Jepang yang membuat saya terkagum-kagum. Mba Dina menanggapi dan mengamini apa yang saya tulis. Mba Dina cerita kalau kita meninggalkan sesuatu di keranjang sepeda kita selama berjam-jam dijamin ga akan hilang, atau barang yang tertinggal di kereta,  99% kemungkinan besar  bakal balik lagi sama pemiliknya, soal budaya antri yang rapi dan kebiasaan lainnya.  Tapi, Mba Dina juga mengimbuhkan soal kerinduannya pada rasa persaudaraan yang kuat cuma terasa di Indonesia.  Semoga kalau kembali ke tanah air bisa segera ketemuan alias kopi darat ya.

Bukan Cuma sharing dari email dan facebook saja, lewat paket buku yang Mba Dina kirimkan saya juga belajar beberapa hal. Bagaimana keteguhan hati seseorang dicoba ketika jauh dari tanah air. Mulai dari menjaga kehalalan makanan,  semangat belajar yang pantang menyerah dan keyakinan akan pertolongan Allah ketika kita merasa berada di titik kritis.
Alhamdulillah, dari email terakhirnya saya mendapat kabar kalu kuliah S-3nya sudah selesai dan sedang menunggu yudisium maret nanti.  Wow, selama komunikasi yang saya jalin dengan beliau, kesan hangat, low profil dan lucu yang saya dapatkan. Senang sekali rasanya punya teman yang meskipun terpisah ratusan mil sebaik Mba Dina. Duh Mba Din, menjadi temanmu indah ya?

Saya tersenyum geli ketika membaca “7 Ter”nya. Salah satunya  ceritanya tentang teman Jepangnya yang tidak bisa membedakan babi dan baby  itu. Salah paham dalam kosa kata ternyata bukan cuma monopoli orang Indonesia aja ya?
Impian saya untuk menyaksikan sakura mekar mungkin harus tertunda dulu tahun ini tapi saya masih punya harapan untuk mengunjungi Jepang tahun-tahun yang akan datang. Tentu saja saya juga berharap segera bertemu Mba Dina satu waktu, entah itu di tanah air atau malah menemani saya jalan-jalan di Jepang sana. Ya, rencana Allah, siapa tahu kan?

****

Tulisan ini saya sertakan dalam lomba Long Distance Friendship yang digelar oleh dua orang teman di FB, sudah ditutup deadlinenya, sedang menunggu pengumuman. Hadiahnya lumayan, paket buku yang menarik :)
Share: