“Menghitung hari....detik demi detik...Masa ku nanti akankah ada…”
Wednesday 16 December 2020
Tuesday 8 December 2020
Review Tummy Oil Mama's Choice
Dulu waktu masih kuliah saya tuh sempat ngefans sama aroma minyak telon yang wanginya bikin tentram. Sekaligus ngasih kesan innocent (((innocent). Ya karena aromanya identik dengan bayi yang baru aja mandi. Gemesin gimana gitu. Paling enak dioleksin pas abis mandi atau malam sebelum tidur. Pokoknya relaxing dan damai gitu rasanya. Semacam aroma terapi juga.
Dan pengalaman soal wangi rempah-rempah yang menenangkan ini lumayan nancep di benak saya. Sampai saya nemu lagi sebuah produk untuk bayi. Namanya Tummy Oil, dari Mama's Choice. Ini mah wanginya nyenengin, lebih nyenengin dari minyak telon yang dulu saya pake. Dan saya dibikin jatuh cinta. Cieee yang jatuh cinta hahaha
Kenalan sama Zara
Di rumah saya bisa menghirup aroma yang menyenangkan seperti ini kalau deket-deket bocah kenes satu ini. Hanania Alisha Zara namanya. Panggilannya Zara. Putih, rada sipit, jelas beda sama saya. Dia lebih mirip neneknya sih. Plis jangan nanya kenapa beda banget saya sama dia.
Bocah ini gemesin, lincah, cerewet , pipi tumpahnya jawilable (((jawilable))) dan ga bisa diem. Inget lagunya Vina Panduwinata, kan? Yang ini
Bocah centil yang tidak dapat duduk tenang
Pinggulnya slalu goyang
By the way Zara ini tipe bocah omnivora.
Eh omnivora? Sebentar maksudnya gimana?
Iya, dia tipe balita yang ga susah makan. Apapun di makannya. Ga susah nyuruh dia makan mah. Satu corn es krim sanggup dia habiskan sendiri. Susah dirayu buat berbagi. Dikasih bolu atau cake pun dia bisa masukin semuanya ke mulutnya. Ampun deh. Tapi gapapa sih. Daripada susah makan. Ya kan?
Menjelang usianya yang mau 2 tahun, sense belongingnya emang cukup tinggi. Selain es krim ada juga susu yang jadi kegemaran dia.
Dua jenis cemilan yang satu ini adalah jajanan favoritnya tiap maen ke warung. Di masa pandemi ini memang ga bisa sesering dulu mengajaknya main. Makanya kalau lihat pintu rumah terbuka dan diajak jajan ke warung langganan dia girang banget sambil menjerit senang.
Ah ini jeritannya yang rada jenger itu bukannya gengges, malah makin gemes. Kalau udah gini saya tuh pengen jawilin pipinya. Tapi biasanya berakhir dengan omelan dia hahaha.
Oh ya kalau jalan jajan ke warung dia tetep pake masker dan lagi gini harus tetep dijagain karena remnya rada blong :D Mungkin dia terinspirasi Sonic The Hedgehic itu
Zara dan Calming Tummy Oil
Karena kesenangannya makan banyak dan energinya yang susah abis seneng bereksplorasi di luar (dulu sebelum pandemi oke aja ya, sekarang mah seperluya aja kalau keluar), ibarat kata kayak abis keselek batre yang durasinya lama itu, Zara jadi rentan terkena kembung nih.
Jangankan bocah, kita aja orang dewasa kalau udah kembung rasanya ga nyaman banget kan, ya? Bawaannya pusing dan merusak mood. Kadang-kadang muka jadi ditekuk berlipat-lipat, manyun ga jelas.
Kalau orang dewasa bisa nyari obatnya yang tepat. Beda sama anak-anak seumruan Zara yang belum bisa ngomong lancar. Cuma bisa nangis. Apalagi Zara ini masih pake kamus planet bocil. Harus peka kalau dia ada keluhan seperti kembung atau sakit perut itu.
Tummy oil ini mengandung minyak pala yang manfaatnya untuk balita seperti Zara antara lain meredakan keluhan mual, nyeri dan tegang, melemaskan otot yang kaku, meredakan gangguan pencernaan dan kembung yang timbul, memperbaiki mood, dan memberi sensasi rasa nyaman serta memperbaiki kualitas tidur.
Cocok banget buat diaplikasikan sama bocil kayak Zara ini. Selain sensasi aromanya yang innocent itu juga bisa dipakai kalau pas lagi mens! Ini karena kandungan minyak pala juga bisa melancarkan kerja hormon dan mesntruasi. Nah, kan!
Baik. Orang dewasa kayak saya jadi punya alasan buat pake ini juga hahaha.... Kalau gitu, kita masukan ke list belanjaan bulanan ya.
Aman Dipakai Setiap Hari
Iya, aman banget dong. Tummy oil ini juga sudah teruji secara klinis aman buat kulit, lolos tes hypoallergenic dan ini yang penting banget. Sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Paket komplit banget.
Komposisi Dalam Setiap Botol
Setiap satu botol kemasan 55 ml, Calming Tummy Oil ini mengandung bahan-bahan berupa:
Nutmeg Oil
Berkhasiat untuk meredakan ganggan pencernaan, kram perut atau nyeri pada bayi
Minyak Lavender
Memberi efek rileks dan menenangkan pada bayi yang rewel serta mengurangi gejala kolik.
Minyal Chamomile
Memberikan efek relaksasi agar bayi tidur lebih tenang
Jangan lupa juga lho selain bebas dari bahan-bahan yang bisa memicu alergi pada anak, Calming Oil dari Mama's Choice juga bebas dari mineral oil, paraben, parfum dan bahan preservatif.
Review Mama's Choice Baby Calming Tummy Oil
Zara itu anaknya picky dan punya bakat jadi anak yang persistent alias tegus pendirian, Kalau ga suka dia bakal nolak. eh pas diusapin minyak ini dia anteng aja diolesin tummy oil ini. Apalagi kemasannya juga kucu, gemesin gitu.
Ga perlu banyak-banyak menggunakan minyak ini. Tuangkan secukupnya pada tangan dan usapkan pada bagian dada, perut serta telapak kaki. Yaudah setelah itu dia anteng, Baik kalau lagi maen atau tidur di malam hari.
Dapatkan Diskon Untuk Pembeliannya
Gimana, udah ngebet juga kan buat mengadopsi produk ini dan jadi pendamping bocil kesayangan di rumah?
Saya punya berita bagus nih. Karena ada kode diskon yang bisa dimanfaatkan sama teman-teman. Lumayan banget lho karena setiap pembelanjaan yang memasukan kode MAMAEFI, bakal mendapatkan potongan harga sebesar Rp. 25.000 untuk setiap pembelanjaan minimal senilai Rp. 90.000.
Bukan cuma buat pembelian Tummy oil aja tapi juga berlaku untuk memborong produk lainnya dari Mama's Choice termasuk produk terbaru dari Mama's Choice yaitu rash cream atau hand gel.
Hayu atuh mainkan jarinya buat belanja ya
Tuesday 1 December 2020
Mengenal 4 Pilar MPR dan Mengaplikasikannya Dalam Keseharian
Monday 23 November 2020
Sejarah Arsitektur Art Deco Kebanggaan Kota Bandung
Ngomongin sejarah Bandung tempo dulu selalu menarik perhatian saya. Waktu SMP, koran Pikiran Rakyat terbitan hari minggu itu adalah edisi yang paling saya tunggu. Ada artikel yang ditulis oleh almarhum Haryoto Kunto yang belakang saya baru tahui beliau ini adalah salah satu pakarnya sejarah Bandung.
Kesempatan itu datang lagi ketika The Lodge Foundation menyelenggarakan seminar mini tentang Sejarah Tata Kota dan Arsitektur Bandung. Seminar ini bertempat di Herbal House by The Lodge yang juga bagian dari grup perusahaan The Lodge milik Heni Smith.
Pagi itu, minggu tanggal 8 November 2020 saya memasuki gedung Herbal House by The Lodge yang arsitekturnya masih kental dengan gaya Art Deco, khas assitektur zaman Belanda.
dokumen pribadi |
Hari itu ada Ir Bernardus Djonoputro dan Pak Jefri dari IAI Chapter Jabar yang jadi narasumber seminarnya. Dengan protocol kesehatan yang diterapkan, acara ini membuat peserta asik menikmati paparan hari itu selama kurang lebih 2 jam.
Dulu saya termasuk yang berpikir gedung-gedung antik dengan arsitektur art deco itu ya peninggalan Belanda. Ada kesan muram, horor dan kepedihan yang tertinggal di sana, mengingat sejarah penjajahan Belanda selama ratusan tahun.
Cikal Bandung Tempo Dulu
Tapi ternyata arsitektur Art Deco ini mempunyai makna perjalanan peradaban modern yang dituangkan dalam bentuk visual. Para pemikir dan perancang gedung-gedung pada masa itu punya pemikiriran berbeda.
Dalam paparannya hari itu, Ir Bernardus cerita dulunya penduduk Bandung masih sedikit sekali. Saat didirikan pada tahun 1864 populasinya hanya 11.054 orang saja. Komposisi pun sangat dominan dengan penduduk lokal di mana 11.000 orang terdiri dari orang Sunda, 6 orang Belanda, 15 orang Cina dan 30 orang Arab.
Tahun 1930an jadi titik balik perjalanan arsitektur kota-kota di dunia termasuk Bandung yang pada saat itu pernah diproyeksikan jadi ibukota oleh pemerintah Belanda. Ada yang inget dengan sejarah ini? Saya ga inget, dan bersyukur diingatkan lagi karena hadir di acara ini. Atau malah mungkin saya baru tau hari itu lho.
Titik balik ini yang menarik, karena menjadikan Bandung menjadi begitu istimewa. Konsep astitektur Art Deco yang identik dengan arsitektur gaya Belanda ini ternyata cuma ada di 3 kota dunia saja lho. Selain Bandung, ada Napier di New Zealand dan Miami, Florida Amerika Serikat.
gaya art deco di Napier gaya Art Deco di Napier, New Zealand. Source https://www.smithsonianmag.com/
Bentuk Perlawanan Pada Konsep Kolonial dan Feodal
Saat Bandung dalam rencana dijadikan ibukota tidak lepas dari semangat untuk persamaan status manusia, berlawanan dalam konsep feodal di mana hubungan sesama manusia seperti raja dan rakyat. Pengaruh revolusi Perancis pada 1799 juga jadi salah satu hal yang berpengaruh.
Masih ingat kan, saat itu sistem pemerintahan di Perancis berubah dari yang menganut monarki kerajaan jadi republik?
Konsep perlawanan terhadap penindasan sesama manusia ini dibongkar yang divisualkan dalam konsep Art Deco.Salah satu pemikirnya Charles Prosper Wolff Schoemaker. Karyanya bisa kita lihat adalah Vila Isola yang terletak di kampus UPI Jalan Setiabudhi, Bandung.
Vila Isola di UPI. Source: historia.id |
Pada saat itu, gaya arsitektur kolonial identik dengan gaya segitiga pediment (beberapa peninggalan yang juga ada di Indonesia misalnya White House di Amerika atau museum Fatahillah di Jakarta atau di semarang (saya lupa apa nama gedungnya).
Museum Fatahillah - Jakarta. Sumber:nativeindonesia.com |
Konsep segitiga pediment yang mencerminkan feodalisme ini
ditolak oleh para dosen-dosen di jurusan teknik sipil dan arsitektur di
Bandung. Pemikiran ini juga turut
memengaruhi pandangan politik Ir Soekarno yang juga mahasiswa di Technische
Hoogeschool atau sekarang di kenal ITB.
Huaaa ternyata urusan desain gedung juga punya makna filosofi yang dalam ya. Jadi ga heran kalau Presiden Soekarno juga sangat vokal menyerukan persamaan kedudukan bangsa-bangsa di dunia. Saya makin betah menyimak sejarah Bandung dengan arsitekturnya pada saat itu. Perut yang terasa lapar karena udah masuk waktunya makan siang masih bisa diganjal dengan cemilan yang tersedia.
Konsep Gedung-gedung Bergaya Art Deco
Art Deco ditandai sebagai bangunan yang tidak menekan, tidak menakutkan. Malah gemes, lucu, menarik dengan bentuk-bentuk geometris, bulat dimainkan dengan komposisi yang vital, kadang diulang-ulang.
Makna perlawanan Art Deco terhadap sistem feodal dan kolonial ini memprotes konsep gedung-gedung pada masa lalu di mana rakyat yang masuk ke dalam harus membungkuk. Di sini rakyat dikondisikan dalam mitos melihat raja dalam posisi seperti kodok. Dengan desain Art Deco saat itu, rakyat dikondisikan menjadi sebuah sistem, memiliki kedudukan yang sama dalam hubungan manusia. sebagai sesame khalifah yang menguasai alam.
Baca juga: Monolog 3 Wanodja Soenda
Pada tahun 1910an, gedung-gedung di Bandung masih dominan dengan gedung-gedung instalasi militer, terkesan militeristik, berupa benteng yang memberi kesan represif. Contoh gedung yang masih bisa kita saksikan sampai sekarang ada di jalan Gudang Utara, Jalan Gudang Selatan, dan Makodam.
Gedung Majestic di jalan Braga. Sumber: liputan6.com |
Gedung Sate mempunyai kombinasi konsep modern dan memadukannya dengan konsep lokal tradisional. Puncaknya berupa tusuk sate juga punya latar belakang yang menarik. Kalau yang satu ini silakan cri sendiri ya referensinya.
Konsep Art Deco ini punya tema macam-macam lho. Tidak terpaku sama satu gaya saja. Selain gaya sub marine di Vila Isola, ada juga yang desainnya seperti ekor pesawat, lokomotif kereta api atau Gedung Rumentang Siang yang tampilannya seperti kapal Kargo.
Gedung Rumetneang Siang di jalan Baranang Siang. Sumber: liputan6.com |
Kalau di Bandung para desainer Art Deco punya gagasan seperti yang saya bilang di atas, lain halnya di Miami, Amerika Serikat yang identik dengan Flamingo atau Napier di New Zealand yang mengangkat konsep sakral suku Mauri sebagai penduduk asli di sana. Gaya arsitektunya divisualkan lewat detil-detil tradisional dalam seni modern.
Pernah Direncanakan jadi Ibukota
Sekitar tahun 1918 pemerintah hindia Belanda pernah merencanakan untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda. Kebijakan besar ini bukan saja penting bagi pemerintah belanda. Tapi juga jadi fenomena dunia. Konsep Bandung yang dirancang sebagai kota layak huni sempat dibawa ke Pameran Ciam di Athena.
Desain awal Bandung adalah sinergi dari kerjasama berbagai elemen kerjasama yang berpengaruh yang melibatkan pemerintah dan masyarakat (para pemilik tanah besar di Bandung). Pada tahun Tahun 1930 ada gerakan masyarakat yang dikomandani ekspatriat dan para menak (bangsawan) untuk mempromosikan Bandung yang liveable/cantik.
Bandung yang sudah direncanakan sebagai bagian dari global konten mestinya jadi kebanggaan kita semua. Sayangnya kepedulian dengan warisan legendaris dunia ini mulai terkikis. Rasanya patah hati pas saya denger cerita interior gedung-gedung di jalan Braga sudah mengalami perubahan. Selama ini sebagian besar gedung-gedung yang buat saya berasa kayak di Eropa (padahal belum pernah ke sana hahaha) cuma nampak dari luarnya saja.
Art Deco dan Milenial
Padahal nih menurut para narsum juga Heni Smith yang urun berkomentar, para generasi milineal sekarang punya peran besar untuk mempertahankan konservasi gedung-gedung Art Deco di Bandung ini agar tidak sampai punah.
Perlu banget adanya perhatian dari para pemilik bisnis sekarang agar mempertahankan nilai sejarah juga selaras dengan meningkatkan nilai bisnis. Nilai gedung ini akan tinggi tinggi kalau nilai layak huninya lebih baik sehingga keberlangsungan konservasi gedung bersejarah itu bisa terus berlangsung. PR terbesarnya diperlukan modal yang tinggi untuk melakukannya.
Masih menurut Bu Heni, pihak pemerintah akan mengikuti kalau ada valuenya. Lalu tercetuslah ide untuk membuat eksibisi di Bandung dengan mengundang tim Art Deco dari Miami dan New Zeland. Kesannya simple tapi efeknya bakal dahsyat. Begitu menurut beliau. Huaaa… Saya pengen nyaksiin juga kalau sampai digelar. Beneran saya doain semoga terrealisasikan. Aaamiin.
Di sesi lain, Ir Bernadus bercerita pengalamannya ketika mulai mengumpulkan dok umentasi gedung-gedung bersejarah di Bandung. Aktivitasnya dimulai pada tahun 1990an dengan menggunakan kamera klasik. Aktivitasnya menghasilkan 2 koper berisi gulungan klise yang harus diafdruk dulu lalu dicetak dan dipilih kembali mana yang pas. Beda banget dengan fasilitas kamera jaman sekarang yang sekali jepret langsung jadi. Ga puas dengan hasilnya ya tinggal ulang.
Suka duka yang dialaminya buka hanya harus jungkir balik sampai ‘ngadapang’ alias tengkurap di tanah untuk mendapat angle foto yang pas atau naik turun pohon. Beliau juga sempat kena tampar tentara yang tidak berkenan melihat aktivitasnya itu.
Kami yang hadir dibuat ngakak ketika beliau mengenang saat menyusuri jalan di Dago, bisa sampai lepas satu tangan buat menyapa teman-teman yang berpapasan.
Many thanks buat dedikasi dan perhatiannya buat Bandung ya, Pak. Bandung di jaman dulu kayaknya jauh lebih romantis dari visualnya zaman Dilan saat tepian Bandung masih banyak dipenuhi pohon-pohon di sepanjang jalan dan udaranya yang sejuk.
Selesai acara saya sempat meliaht-melihat galeri foto gedung-gedung di Bandung pada tempo dulu juga beberapa barang peninggalan antik lainnya. Seru, bikin betah dan lupa waktu :)
Andai ada mesin waktu, saya pengen lihat Bandung di tahun 1920-1940 yang konon mempunyai arsitek terbaiknya mulai dari infrastruktur sampai estetisnya.
Monday 2 November 2020
Pengalaman Mengobati Anak Kucing Yang Belekan
Dulu saya suka cuek kalau lihat anak kucing yang belekan. Semacam pikiran gini:
"Ntar juga sembuh sendirinya"
Kayak gitu ...
Jangan Remehin Beleknya Kucing
Plis jangan gampangin belekan kucing, ya. Apalagi kalau kejadiaan ini terjadi di masa pancaroba seperti ini, di mana yang namanya virus penyerang anabul lagi ganas-ganasnya.
Awalnya saya memperhatikan Milo, anaknya Iteung kucing saya yang matanya belekan. Sebentar beleknya berkurang, besoknya kok matanya jadi lengket, ketutup sama belek. Makin tebel!
Duh itu gimana kalau jalan nabrak-nabrak atau pas maen di halaman main kabur aja ke jalan teus kegilas motor/mobil lewat?
Makanya saya buruan bawa ke Pet Care. Kebetulan banget Pet Shop deket rumah baru saja membuka layanan dokter hewan. Ini good news buat saya di saat tanggal tua seperti saat itu. Setidaknya ngirit ongkos ojol hahaha... Kan ga mungkin saya bawa anabul ke sana pake angkot. Bisa gelisah atau kabur dia. Belum lagi reaksi penumpang (mungkin). Mulai ngawur ya :D
Rabu sore, sekitar jam 17.30 saya bawa Milo ke Pet Shop yang jaraknya ga lebih dari 1 km dari rumah. Hari itu dokternya masih praktek sampai jam 18. Waktu saya telpon, petugas yang lagi stand by bilang masih menerima pasien.
Saya dibikin amaze pas dateng ke sana ternyata udah ada beberapa pasien kucing/anjing yang berobat ke sana. Artinya banyak penyayang hewan sekitar rumah yang ga saya sadari. Ternyata banyak yang sayang sama mahluk berbulu ini.
Walau ga kenal, kami saling menyapa dengan seulas senyum wkwkwk.... Saya tersenyum geli ketika ada yang mau ngambil bos bulu yang namanya Rebecca. Sekilas saya kok jadi inget karakter di opera sabun. Ya untungnya bukan Pulgoso namanya. Eh itu mah nama anjing sih ya?
Lanjut ke topik.
Saya diarahkan naik ke lantai 2 ke ruangan praktek dokternya. Selain melepas alas kaki, pengunjung diharuskan tetap pakai masker. Malah sejak dari mulai kedatangan harus lolos screening termo gun dulu bahkan cuma buat belanja sekalipun.
Dokternya seorang perempuan muda, sekitar 20an akhir atau 30an awal. Ya kurang lebih gitu lah. Pas Milo ditimbang saya shock ketika dikasih tahu berat badanmya cuma 300 gr. Padahal normalnya 700-800 gr untuk anabul seusia Milo (sekitar 2 bulanan). Dan ini hasil diagnosa dokternya:
Cacingan
Mungkin karena kena cacingan ini berat badan Milo cuma seuprit. Kalah montok sama sepotong daging ayam krispy di gerai Ayam goreng waralaba *sigh*. Dokternya sempat nawarin saya buat melihat hasil pemeriksaan lewat mikroskop (sebelumnya pantat Milo dicolokin semacam alat buat ngambil sample pupnya).
"Ibu lihat titik hitam di situ kan? Nah itu telur cacingnya," jelas dokternya.
Sebelumnya juga saya bilang sama dokternya kalau Milo ini ga mau makan, maunya nete aja. Sementara Iteungnya udah kayak mau nyapih. Waktu dilihat sama dokter, gigi geligi Milo belum tumbuh sempurna. Hari itu Milo merasakan gimana enaknya jadi kucing sultan karena disuruh makan wet food merek Royal Canin dulu hahaha...
Dehidrasi
Milo emang kurang minum (duh maafkan aku say) jadi ga heran kalau Milo bilang dia kena dehidrasi. Milo dikasih infus buat nambah cairan di tubuhnya. Saya lupa durasiya, tapi ga sampai 5 menit kok. Waktu diukur suhu tubuhnya juga agak sedikit demam. Untungnya ga sampai panas banget.
Virus
Nah ini yang paling horor. Saya lupa apa nama virusnya, tapi di musim pancaroba seperti ini banyak kasus seperti ini. Sebagian besar pasien anabul di sini juga masalahnya kena virus. Beberapa virus tertentu cukup galak dan berisiko kematian kalau ga segera diobatin.
Ada satu diganosa lagi dari dokter, cuma saya lupa. Saya seneng banget pas lihat kerak belek di matanya Milo udah bersih. Beneran terangkat. Cuma matanya Milo masih rada nyipit, belum belo seperti emak atau saudaranya. Tapi ini much better. Dia bisa melihat jauh lebih jelas.
Dokter dan asisten yang bantu ngasih treatmentnya juga tenang dan telaten. Milo ga memberontak atau mau kabur. Cuma sesekali mengeong.
Berapa Biaya Pengobatan ke Dokter Hewan?
Abis ini bakal banyak yang nanya berapa biayanya. Ya kan? (pede amat sih, Fi? hahaha...) Lumayan lah ini bikin saya terharu. Untuk pengobatan Milo saya harus membayar sekitar 309 ribu. Kalau item obat dan treatmentnya Milo dibreakdown ya cukup masuk akal.
O, ya tadi saya bilang kalau Iteung kayak mau nyapih Milo, ya? Eh ternyata setelah pulang dari dokter hewan, Iteung bukan cuma mau netein lagi Milo tapi juga jilat-jilatin Milo. Hiii.... Iteung! Saya gemes sama emak kucing satu ini. Jijik-an apa gimana ya?
Dua hari setelah dari dokter hewan, Milo udah lincah bercanda maen smack down-smack downan dengan saudaranya Leo, meski dia masih kalah gahar. Lucu dan geli lihatnya. Makannya juga udah banyak, ga susah seperti sebelumnya. Padahal waktu sakit, Milo sukanya mojok menyendiri. Ga mau bergabung sama yang lain. Seneeeeng... deh.
- Usahakan Milo dijauhkan dulu dari ibu dan saduaranya karena virus yang menjangkiti tubuh Milo muah banget buat menular
- Berikan wet food agar ia mudah mengunyah makanan
- Milo ga boleh maen di luar untuk mengurangi infeksi pada matanya. Btw walau selalu di dalam rumah, anabul bisa juga terinfeksi virus, lho. Serem, ya?
- Sediakan air minum yang memadai agar Milo tidak dehidrasi
- Sebaiknya Ibu dan saudaranya juga diperiksa karena bisa jadi Milo terkena dari ibunya. Apalagi waktu saya bilang kalau Iteung bermasalah dengan bau mulutnya. Ternyata ini juga gejala ada yang eror sama pencernaannya. Selain itu pengobatan ga akan tuntas kalau Milo udah sembuh tapi ibu/saudaranya sakit.