Wednesday 23 August 2017

Mengenal Beberapa Karakter dan Insting Kucing

Memberi nama Pipit pada anak kucing adalah ide dari adik saya yang namanya juga sama, Pipit. Dua saudara lain dari Pipit versi kucing juga diberi nama  adik saya yang lainnya, Nanan dan Hasnah. Kesannya kurang kreatif gitu, ya? Kayak ga ada nama lagi aja buat kasih nama kucing-kucing kampung yang dengan senang hati numpang tinggal di rumah saya hahaha... Enggak segitunya juga, sih. Saya sudah nyooba ngasih nama lainnya, tapi sepertinya anak-anak kucing itu lebih suka disapa dengan nama manusia. Ya sudahlah, saya ngalah aja.

Belakangan tidak lama setelah lebaran, saudaranya Pipit  yaitu Nanan dan Hasnah mati Hiks hiks.. sedih, ga bisa menjaga mereka dari penyebab kematian yang entah kenapa. Hasnah ditemukan sudah tidak bernyawa dengan mulut berdarah, sedangkan Nanan tewas terlindas mobil.  

Sekarang ini Pipit yang akhirnya saya panggil Pitbul (Pipit berbulu bisa juga artinya Pipit Gembul) tinggal sendirian saja di rumah. Sebelumnya sih ada emaknya, si Emeng yang entah kenapa memusuhi anaknya ini. Saya pikir hanya untuk menyapih saja tapi bahkan setelah itu pun tetap saja dimusuhi.  Apa karena Pitbul ini juga betina, ya? Bulu yang cantik dan muka menggemaskan bisa jadi ancaman juga bagi si Emeng yang doyan berpetualang cinta (halah). Sama seperti manusia, Kucing juga punya rasa dan ego loh.

Nih, beberapa kelakuaan dan insting kucing yang saya temukan pada  Emeng dan Pitbul:

Tidak suka suara yang mendengung atau berdesing

Kalau saya sedang menyalakan blender/juicer atau mengeringkan rambut dengan hair dryer pas kebetulan ada Emeng, dia akan menegakkan kepala dan telinga yang siaga penuh. Tatapan matanya terlihat gusar dan sebal, alias enggak suka. Barulah setelah noise-nya reda, dia akan meringkuk, menggelung tidur kembali. Saya pernah isengin kembali menyalakan hair dryer, eh Emeng bangun lagi dan menatap sebal hahaha... Hal yang serupa dilakukan juga oleh Pitbul. Like Mother like Daughter.
tatapan jutek, lagi ga suka diganggu. 

Mengeong Resah

Waktu anak-anaknya mati, Emeng belum sadar kalau anak-anaknya sudah tiada. Hanya saja satu waktu dia mengeong kayak mau nangis mencari anak-anaknya yang ga tau ada di mana. Entah ngerti atau tidak waktu saya kasih tau kalau anak-anaknya sudah mati. Dia terus mengeong sampai cape dan berhenti dengan sendirinya.

Ngemodus

Yes, sama kayak manusia, kucing juga bisa ngemodus. Saya paham ketika Emeng atau Pitbul mengelus-ngeluskan kepalanya ke kaki. Bukan manja pengen dipangku tapi lagi merayu minta makan. FYI Emeng ini jual mahalnya selangit. Ga suka dipangku atau diajak bercanda. Judesnya ngalahin manusia. Kalau level laparnya sudah mentok, mereka akan mengeong gaduh.  Di lain waktu, kalau lagi rampus (rakus) sudah dikasih makan pun masih minta lagi. Body sih kucing kampung, selera makan, kayak anak macam abis dipingit seminggu (emang pernah ngurus anak macan, Fi?)

Memberi Makan

Satu waktu saya pernah mergokin si Emeng menggondol bangkai tikus kecil dan disodorkan pada anak-anaknya. Yaiik... Meeeeng! Ngajarin berrburunya apik dikit napa? Gitu omel saya.  Kasih di halaman kek,atau di mana lah. Jangan di dalam rumah pokoknya. Kalau bangkainya nyisa, kan males bersihinnya.  -_-. Di lain waktu saya pernah mergokin juga Si Emeng dan anak-anaknya ngegaratakin lemari makan secara berjamaah. Ikan bandeng yang masih utuh dan belum disentuh manusia penghuni rumah akhirnya diiklhaskan buat  ganknya Si Emeng.  Hadeuh,  dasar kucing!

Suka Iseng

Salah satu alasan yang bikin saya suka kucing sejak bocah dulu adalah karena mereka mahluk lucu. Walau kadang nyebelin, buat saya lebih banyak lucunya. Tertarik dengan sesuatu yang bergerak kadang riweuh sorangan (sibuk sendiri) bermain-main dengan benda yang ditemuinya, ngajak becanda dengan cakaran kecilnya (sungguh  walau lucu kalau udah maen cakar-cakaran saya ga mau ngeladenin kalau ini) sampai-sampai beauty blender buat muka punya saya jadi ga karuan. Kyaaaa... saya kudu belanja lagi ni, mah.
kelakuan Pitbul main-main dengan beauty blender saya.

PW alias Posisi Wuenak

Bukan cuma manusia aja, kucing juga punya posisi wuenak versi mereka.  Tidak diizinkan numpang tidur di kasur di kamar saya, Pitbul dengan santai dan cueknya menggeletakan tubuhnya sesuka hati di kasur adik saya. Lain waktu saya pernah mendapatinya tidur dengan posisi ajaib di meja printer.  Gimana dengan kursi? Jangan ditanya, ini adalah wilayah kekuasaannya paling favorit. Kapan pun dan di mana pun.

Apik dan Resik

Konon  kucing itu ga perlu dimandikan karena lidah mereka yang suka menjilati bulu-bulunya itu udah steril. Subhanallah, ya. Eh tapi jangan ditiru jilatin badan sendiri kalau males mandi. Cape, jelas. Bersih? boro-boro, yang ada bau jigong (liur) :P

Dulu, waktu belum tau soal ini, saya pernah mandiin anak kucing. Sayanya jadi riweuh, karena anak kucing yang saya mandiin gusar dan berontak. Ga mau kalah dan hilang akal, saya tutup pintu kamar mandi biar ga pada kabur. Sambil mengeong kesal dan mencoba melawan akhirnya mereka pasrah ketika dimandikan. Drama berikutnya masih berlangsung ketika saya keringkan bulu-bulunya dengan hair dryer.  Berisik dan agak-agak panas buat mereka. Setelah tubuhnya kering, akhirnya mereka kabur dan ga mau balik lagi.  Maafin atuh lah, Meng.

Ini saya kok kayak Elmira, ya? Itu lho karakter penyayang hewan yang lebay dan bikin ilfil Bugs Bunny bahkan Tazmanian Devil sekalipun hahaha...  Ya itu dulu, sekarang saya ga pernah mandiin lagi. Bagusnya  Emeng dan anak-anaknya apik, jarang keliatan dekil. Kecuali satu waktu saya pernah mengendus aroma bau sampah dari bulunya Pitbull. Jorok ih! Saya omelin  dan melarangnya naik ke kursi (apalagi kasur, langsung saya halau). 

Kadang lucu dan bikin pengen ngakak, di lain waktu ulah Pitbul kadang ngeselin. Tapi yang bikin saya sayang (((sayang))) sama Pitbul adalah tidak jorok pup di mana saja. Kalau tidak di luar entah di mana, Pitbul  pup di toilet. Ini sih gampang, tinggal siram aja.  Mudah-mudahan kalau sudah gede dan mulai mengenal cinta,  ga kecentilan kayak emaknya  yang dikit-dikit bunting, suka berantem dengan rival-rivalnya dan kurang tanggung jawab, karena meninggalkan bahkan memusuhi anak-anaknya setelah disapih.

Share:

Tuesday 22 August 2017

Bermedia Sosial dan Kepekaan Kultural

Kalau ada orang yang saya mau bilang terimakasih banyak sedalam laut Atlantik atau setinggi Himalaya  saat ini, dia adalah John Barger.  Sudah kenal belum? Saya sendiri baru ngeh dengan keberadaan Eyang Barger hari ini, saat mengikuti acara Flashblogging yang digagas oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hari ini, 22 Agustus 2017 di hotel Holiday inn.


Adalah paparan dari Enda Nasution sebagai salah satu narsum hari ini yang mengajak audiens untuk flashback mengingat lagi sejarah dunia blogging. Nah, John Barger ini adalah adalah seorang blogger asal negeri Mamang Sam (Uncle Sam maksudnya) yang menggagas dibuatnya platform weblog yang sekarang lebih populer dengan sebutan yang pendek saja, blog. Bayangin aja, tahun 1995 ketika weblog kali pertama dibuat orang-orang banyak yang belum mengoptimalkan pemanfaatkan komputer secanggih sekarang untuk mengakses informasi dalam hitungan detik. Eh tapi sebelum itu dia sudah aktif memanfaatkan internet untuk menulis semacam FAQs dari tahun 1989. Huaaaa,  bener-bener visioner, ya. Tengkyu pisan, Sir.


Cuma waktu itu fitur yang muncul  belum interaktif serperti sekarang. Untuk navigasinya pun masih rada ribet, harus mengakses link lain dulu untuk bisa membuka  informasi yang ingin kita baca. ya taun segitu kan Mbah Google belum lahir (terus kenapa disapa Mbah, ya?) Kurang lebih seperti ini, nih.

Bersyukurlah kita yang hidup di jaman milenia yang serba digital ini.  Transformasi teknologi yang super cepat juga membuat hidup kita seakan dalam genggaman, satu jentikan jari dan voilaaa. Semuanya langsung terpampang dari layar kecil berdimensi 5 inch, selama masih ada kuota yang memenuhi pastinya.

Sayangnya euforia di jaman digital sekarang ini tidak selalu berdampak positif. Seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, ada juga ekses negatif yang datang mengekori.  Kemunculan berita hoax, boradcasting abal-abal di grup chat, ujaran kebencian dan war-waran yang wara-wiri di media sosial lumayan bikin pening kepala. Gampangnya sih ya dicuekin aja. 

Yakin dicuekin aja? Ga kepikiran untuk mengimbangi atau malah meng-counter konten-konten negatif nan menyebalkan itu?

Dari sambutan yang disampaikan oleh Rosalita Niken Widiastuti selaku Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik  Kementerian Komunikasi dan Informatika, proporsi penulis konten dengan pihak pembaca yang memviralkan adalah 10 persen berbanding 90 persen (ten to ninety). Ngeri deh kalau kita membiarkan 90 persen tangan-tangan yang tidak membaca teliti atau melakukan cross check membiarkan berita-berita palsu, konten  yang nyerempet SARA, ujaran kebencian, radikalisme, pornografi, caci maki dan hal-hal negatif itu tadi dengan mudah tersebar hanya lewat copas atau menekan tombol Share it. 

Komunikasi dunia maya membuat orang lebih ekspresif menyampaikan gagasannya tanpa harus bertatap muka dengn audiens menjadikan nilai-nilai kesopanan dan kesantunan menjadi hal yang perlahan surut. Padahal kalau di dunia nyata, saya yakin deh,  belum tentu mereka yang gahar dan galak di tulisannya punya sikap dan rasa ucapan yang sama seperti tulisannya. Ya, ada juga orang-orang yang memang attitude dan gaya berbicaranya berbanding lurus antara dunia maya dan dunia nyata. 

Tapi kan nulis di blog atau media sosial bisa diedit loh, Fi.
Iya memang bisa diedit, tapi kalau lidah tidak bertulang, yang namanya hentakan jari yang meninggalkan  jejak lewat tulisan di blog atau media sosial jika sudah terlanjur publish alias tayang sudah menjadi milik publik.  Adanya media klarifikasi untuk meluruskan masalah atau meralat rasanya jadi sia-sia. Karenanya pikir masak-masak apakah konten yang kita sebar itu bermanfaat dan tidak akan menyebabkan serangan negara api alias hura-hara, tidak?  Menjadi bagian dari bagian masyarakat digital tanpa kita sadari menciptakan massa pengikut yang loyal atau berbalik menjauh hanya karena kepeleset jari. Nggak mau kan jadi public enemy?


Dari paparan yang disampaikan oleh  Prof Karim Suryadi  yang sehari-harinya aktif sebagai dosen di UPI dan beberapa perguruan tinggi saya tertarik dengan analogi kepekaan kultural antara orang Jakarta dengan saudara-saudara kita di Kupang,  NTT sana. Saya baru tau loh, kalau karakter tanah di sana padat dengan struktur karang yang memerlukan perjuangan ekstra untuk menggali hanya sekadar menguburkan jenazah. Sudahlah hidup terasa berat, saat mati pun ternyata masih repot. Jadi, persepsi yang kita anut belum tentu harus selalu sama dengan persepsi orang lain. 

Sebagai muslim tentunya kita mengenal, minimal pernah membaca firman Allah dalam surat  Al Maidah ayat 48:

"Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu Dijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah Diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Yang saya pahami dari ayat di atas, perbedaan yang Allah ciptakan sebenarnya bukan menjadikan kita saling bermusuhan akan tetapi saling menghargai dan menghormati dalam kerangka toleransi. Sudah banyak sejarah yang mencatat perseteruan di kalangan sendiri hanya menyebabkan yang kalah jadi arang dan yang kalah jadi abu. Ga ada yang untung dengan berantem dengan sodara sendiri apalagi kalau ternyata pencetus keributan itu karena kita sendiri tidak bijak melakukan tabayyun. Mungkin karena kita mengabaikan hal ini, yang namanya media sosial jadi terasa gaduh. Bikin pening yang berakibat putusnya pertemanan (unfriend) hanya karena kita tidak siap dengan perbedaan atau ketidakyamanan dengan sebaran informasi yang wara-wiri di timeline media sosial kita.


Padahal nih, keasikan berselancar di media sosial secara psikologis mempunyai efek positif di mana kegembiraan yang tercipta bisa meningkatkan kadar hormon oksitosin (hormon cinta) sampai 40%. Ini kurang lebih sama dengan kebahagian yang didapatkan oleh seorang bayi yang rewel dan tangisannya mereda setelah mendapatkan ASI dari ibunya. Luar biasa, ya!  

Sebagai khalifah Allah di bumi, manusia sesungguhnya dibekali Allah dengan kecerdasan akal untuk merespon perubahan yang terjadi. Jika hewan menanggapi evolusi alam dengan perubahan pada struktur organ tubuh dan fisiknya, maka sejak jaman nabi Adam as, manusia  manusia dibekali dengan kecerdasan akalnya dengan pola kebudayaan.  Apa yang terjadi di Cina tidak ama dengan di Eropa, Afrika dan belahan dunia lainnya. Makanya, kalau semua harus serba sama,  tidak akan menyelesaikan masalah karena latar belakang permasalahan pun tidak sama, kan. Contoh gampangnya ya seperti analogi struktur tanah antara Jakarta dan Kupang tadi. Ongkos mati pun terasa berat, setidaknya begitu.

Sebagai blogger yang bisa mengakses dunia media sosial, dan pencipta konten, menjadikan blog sebagai media komunikasi dengan pembaca setia memerlukan kecerdasan sosial untuk memilah dan memillih  informasi yang akan disampaikan dan tentu saja pilihan kata yang luwes, tidak menciptakan war-waran yang bikin atmosfir dunia  digital terasa panas. Lubang ozone sudah cukup lebar yang bikin cuaca bumi semakin gerah, mending kita ademkan dengan sharing yang positif dan bermanfaat. Kalau kita bisa menciptakan kebahagiaan buat orang lain,  feedbacknya seperti  gema yang memantul kembali pada kita. Kita ngomong baik yang gemanya baik lagi. Ga akan tertukar. Beneran, deh.

Share:

Monday 21 August 2017

Wajah Baru Taman Cikapayang Dago

Waktu masih kuliah dulu, cukup sering saya melewati kawasan jalan Cikapayang yang terletak di jalan Dago bawah.  Sebelum jadi taman dulunya di sini ada pom bensin. Lumayan juga tahun 2000an kawasan ini termasuk titik hectic dengan kemacetannya.  Kadang saya juga melewati kawasan ini kalau hunting baju FO bareng teman-teman yang lokasinya ga jauh dari pom bensin waktu itu.
 Taman Cikapayang
Taman Cikapayang wajah baru
Belakangan saya baru ngeh kalau taman Cikapayang yang tahun 2006 sudah diresmikan oleh walikota terdahulu Dada Rosada di tahun 2006 ini puluhan tahun silam (sekitar 1960an) sudah dikenal urang Bandung. Yaaa,  walau belum berfungsi sebagai tempat nongkrong anak-anak muda pada masanya. Dulu cuma pom bensin yang entah sekarang hijrah ke mana. Menariknya nama Cikapayang ada  hubungannya dengan cerita cinta *uhuk* 

Nama Cikapayang ini adalah gabungan dua kata Ci dan kapayang. Buah yang proses memasaknya perlu kesabaran dan kehati-hatian kalau tidal mau keracunan atau kelenger.  Makanya hati-hati kalau mabuk cinta. Bisa kelenger juga hahaha...

Buat yang tinggal di daerah Jawa Barat terutama Bandung nama-nama tempat yang berawalan Ci memang banyak. Nah kapayang sendiri kalau dalam kosa kata bahasa Indonesia itu sama dengan kepayang. Pohon-pohon Kapayang ini  bisa kita temukan di sekitar taman ini juga.

Hayo ke mana aja kamu, Fi?  Ya sudahlah ga papa telat tau, daripada enggak. Ya, kan? So bener ya, tak kenal maka taaruf *apa sih*  
 Taman Cikapayang

Tepat di hari ulang tahun Indonesia  ke-72, yaitu 17 Agustus 2017 kemarin saya mendapat undangan untuk menghadiri acara peresmian Taman Cikapayang yang sudah direvitalisasi. Penampakan anyarnya sungguh memesona,  manglingi.   Bulatan batu besar yang ada di tengah taman mengingatkan saya pada ruas jalan di Asia Afrika dan beberapa ruas jalan lainnya di Bandung. Tipikal Kang Emil banget.  
 Taman Cikapayang
Kang Emil menandatangi peresmian Taman Cikapayang

 Taman Cikapayang
Taman Cikapayang wajah baru resmi dibuka
Taman Cikapayang yang merupakan wujud dari program CSRnya perusahaan jasa kurir JNE ini memang dalam proses perancangannya tidak luput dari keterlibatan si Akang yang doyan banget becandain para jomblowan dan jomblowati. Ide sederhana dari gimmick batu bulat ini  bukan soal estetis saja.  Bahu jalan yang sempit dan kurangnya lahan parkir yang tersedia tidak menutup kemungkinan masih saja ada mobil yang slonong boy numpang lewat.

Batu bulat besar ini juga pernah menyelamatkan pedestrian dari ke-slonong boy-annya pengemudi mobil. Begitu kata Kang Emil waktu memberi sambutan malam itu.
 Taman Cikapayang
Splash! Air mancurnya cakep
Selain keberadaan 7  batu-batu bulat yang di tengah arena taman ini, juga ada air mancur yang sesekali muncul dari beberapa titik. Kalau pernah main ke Taman Vanda pasti pernah liat fasilitas serupa juga. Kerennya, gimmick air mancur ini baru keluar ketika para penari tarian daerah mentas di depan penonton. Surprise...!

Basah dong para penari itu?  Ya gapapa, pastinya mereka udah nyiapin baju ganti, lah. So, don't worrry ya. Mereka baik-baik aja, ga akan kabulusan alias berkeriput kedinginan. 

Bukan hanya pas peresmian malam itu saja kemunculan air mancur akan hadir di taman ini. Di hari-hari biasa pun akan kita jumpai. Siapkan kamera dan ruang memori yang cukup untuk selfie, wefie atau mengabadikan momen lainnya dalam bentuk video di sini.
 Taman Cikapayang
performa Angklung dan kostum acaranya, Bandung banget

 Taman Cikapayang
Dah lama ga lihat Ebith Beat A mentas
Dengan menampilkan Ebith Beat A yang ngerap, malam itu audiens yang hadir juga dihibur dengan performa kabaret yang bercerita tentang cerita legenda di  tatar sunda. 
 Taman Cikapayang
performa kabaret 
Konsep acara yang disusun malam itu mengusung tema yang Bandung banget selain  iringan musik angklung, upacara adat mapag ala sunda - yang mengiringi Kang Emil menyingkap tirai  yang menutupi mural yang menghiasi taman - dan kru acara yang berdandan ala lengser. Mirip prosesi adat nikahan yang menjemput pengantin pria.

Walau malam itu sedikit cape karena dari pagi sampai sore saya mengikuti acara 17an di lingkungan rumah,  sajian acara malam di taman itu cukup membantu rasa cape sedikit menguap. *yeee malah curhat*
Foto: Evi Sri Rezeki

Ke depannya Taman Cikapayang yang dilengkapi fasilitas amfiteater dengan kapasitas 300 orang ini terbuka  untuk aktivitas publik, kegitan komunitas dan seni/budaya. Yang saya simak dari paparan malam itu juga, untuk mengadakan acara di sini akan diatur bagaimana mekanismenya. Nah, yang pusing mau mengadakan acara mencari tempat,  nambah lagi deh satu alternatif spot yang keren. Siap-siap saja untuk booking, ya :) 
 Taman Cikapayang
abaikan muka lelah dan hinyainya saya

 Taman Cikapayang
maen ke sini enaknya malam ya pas cuaca cerah dan ga hujan

Kalau cuma nongkrong-nongkrong atau maen skating misalnya, kayaknya sih go head aja, mangga wae. Ga ribet harus izin segala. Saran saya, mending datang ke sini pake angkot atau moda transportasi online karena lahan parkirnya di sini pas-pasan. Jangan bikin Bandung tambah macet lah. Jangan biarkan indeks kebahagiaan urang Bandung yang peringkatnya udah meroket direcoki kemacetan yang bikin baper. Plissss.

Bagi yang belum ngeh, atau belum tau di mana lokasi taman ini, dari perempatan BIP lurus saja terus ke arah Dago sekitar 1 km. Posisinya ada di sebelah kiri, di seberang Bank BCA, di bawah fly over atau menjeda beberapa gedung sebelum Kartika Sari Dago. Nah, ketemu deh Taman Cikapayangnya.

Hatur nuhun pisan buat JNE yang sudah menyisihkan dana CSRnya merevitalisasi Taman Cikapayang ini. Seperti pantun Kang Emil malam itu: 


Share:

Saturday 19 August 2017

BnB dan Altissia: Berjejaring Memperluas Peluang

"Ibu kan sudah bilang dulu, kalau jurusan bahasa itu masa depannya bagus, cerah," kata Bu Epon guru bahasa Indonesia yang saya temui dalam acara reuni akbar dan tausiyah beberapa waktu lalu. Sayangnya saya tidak menyimak dengan baik ucapan Bu Epon 21 tahun silam ketika penjurusan di kelas 3 SMA dulu. 

Mau cerita nih, dulu saya sudah milih jurusan Bahasa untuk penjurusan di  kelas 3, eh dasar galau dan labil. Saya berubah pikiran dan memutuskan untuk pindah jurusan ke IPS. Mama saya dibuat kesal dan pusing dengan keplinplanan saya itu, pun Bu Ema,  wali kelas  kala itu terlihat gemes dengan rajukan saya agar diizinkan pindah haluan. Ada kalanya kita pernah menjelma jadi sosok menyebalkan bagi orang lain, ya? :D 
sumber foto: https://web.facebook.com/bnbandung?
Belakangan, saya menyadari kalau teman-teman atau orang yang saya kenal, punya skill bahasa yang mumpuni, karirnya cederung lebih sukses. Bukan itu saja, akses untuk mendapatkan informasi, berjejaring memperluas lingkar pertemanan lintas negara dan benua pun seperti satu jentikan jari. Voila, dan jalan di depan mata seakan terbentang luas.

Saya terpesona saat membaca kisah perjalanan Agustinus Wibowo - dalam bukunya Titik Nol -  yang mudah sekali beradaptasi dengan berbagai etnis dan suka bangsa di India, Cina, Afghanistan dan negeri-negeri lainnya yang dikunjungi, atau Andrea Hirata ketika nekat jalan-jalan ke Eropa walau diwarnai kisah tragis namun menggelikan dan masih banyak lagi mereka yang punya bekal kemampuan berbahasa selain bahasa ibu punya cerita menakjubkan.

Terlambat sih belum kalau seumuran saya mau ngulik lagi, masalahnya ada di komitmen. Itu saja :). Untuk saat ini saya masih keteteran untuk mengatur waktu. Mudah-mudahan ke depannya saya bisa mengatur waktu lebih baik untuk mengasah kemampuan bahasa asing saya. Maunya sih bukan hanya bahasa Inggris sebagai bahasa wajib untuk bergaul di global village alias kampung global tapi juga bahasa asing lainnya, Jerman dan Perancis.  Sementara ini keinginan saya itu masih tertahan, semoga bukan cuma jadi wacana saja.

Waktu diajak untuk hadir ke acara Gathering Business Networking Bandung (BNB) yang digelar oleh Altissia pada 10 Agustus 2017 lalu saya tidak menyia-nyiakannya. Altissia sendiri adalah sebuah platform pembelajaran bahasa yang berbasis di  University Campus  Louvain-la-Neuve, Belgia. Altissia sudah mengembangkan pasarnya di negara-negara Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Amerika Selatan dan tentu saja Indonesia yang menyasar peserta   untuk  segmen bisnis, seperti kalangan profesional, pengusaha/perusahaan dan akademisi. Di sini mereka difasilitasi untuk mempelajari 6 bahasa internasional. Keenam bahasa yang bisa dipelajari adalah  Inggris, Spanyol, Perancis, Jerman, Belanda dan Italia.

Agar tidak mudah menguap, sebenarnya belajar bahasa itu lebih efektif kalau diaplikasikan langsung lewat ineraksi langsung. Apalagi dengan diberlakukannya MEA dan pasar  global terbuka, mau tidak mau jurus kepepet akan membuat kita menggunakan bahasa asing yang sudah dipelajari lebih intens. Adanya channel untuk itu salah satunya adalah dengan mengikuti  Business Networking Bandung itu tadi.

Pada malam itu juga, Patrick Loge selaku Managing Director Altissia menyampaikan sambutannya. Bandung dipilih sebagai tempat penyelenggaraan event ini karena merupakaan kota besar di Indonesia yang sedang berkembang dengan pesat dan menciptakan peluang-peluang diyakini juga akan menciptakan hal-hal luar biasa pada masa mendatang. Untuk edisi berikutnya masih akan ada ide kreatif lainnya yang akan dipromosikan oleh Altissia bersama Business Networking Bandung. Hmmm...saya penasaran dibuatnya. Kira-kira kejutan apa lagi, yang akan dihadirkan?
sumber foto: http://www.voxteneo.com
Sebagai informasi, sebelumnya acara BnB  sudah digelar juga pada bulan Maret 2017 lalu. Bekerja sama dengan Vox Teneo Asia, Altissia mengundang perusahaan dan pengusaha juga unsur pemerintah  dari berbagai sektor untuk mendiskusikan ide bisnis dan menjalin koneksi.  

Mengapa perlu dadakan acara  BnB? Karena:
  • Untuk Memperkenalkan  Vox Teneo Asia dan Altissia kepada masyarakat Indonesia, terutama kepada warga Bandung
  • Melibatkan calon konsumen yang  potensial
  • Memperkuat kerjasama dengan dengan pelanggan lama
Dengan adanya acara BnB ini membantu  perusahaan untuk  mengeksplorasi kebutuhan pelanggan dan untuk menciptakan peluang di masa depan disamping mendekatkan antara pengusaha dan perusahaan satu sama lain.

Kalau tidak mau kehilangan kesempatan berikutnya, teman-teman bisa  like fanpagenya di facebook: https://web.facebook.com/bnbandung 
dan jangan lupa juga untuk like fanpage Altissia



Share:

Friday 18 August 2017

Pakaian Wangi Sepanjang Hari Dengan Downy Daring


Aktivitas saya yang lumayan sering mobile, membutuhkan  setidaknya dua hal. Stamina yang baik biar ga ambruk karena kecapean dan pakaian (dari hijab) sampai kaos kaki yang nyaman, bersih dan wangi. Catet nih, wangi! Berhubung saya lebih banyak mengandalkan moda transport berupa OjOl alias Ojek Online, risiko pakaian terkontaminasi asap di jalan lebih gede dibanding kalau saya naik angkot, misalnya.

Dulu waktu masih kerja di perusahaan distributor spare part, setiap selesai ashar, sekitar jam 15.30, biasanya ruangan finance mulai deh tercium aroma khas, bau knalpot! Tentu saja bukan knalpot beneran yang baunya nyelonong ke sana, tapi dari pakaian sales yang masuk ke ruangan untuk laporan transaksi hari itu. Hais, awal-awal sih ya annoying, tapi lama-lama ya terbiasa. Mau gimana lagi atuh, ada? :D  Untunglah kalau staf perempuan yang smelly gitu sih,  ga ada. 

Lepas dari dunia kerja kantoran, yang mana sekarang intensitas saya naik motor (sebagai penumpang) naik lebih tinggi membuat saya kudu lebih aware memastikan pakaian saya ga smelly aneh kayak teman-teman saya dulu. Lagian perempuan itu identik dengan parfum, wangi.  Masa atuh smelly? Bisa jatuh pasaran. 

Tidak jarang, saya suka bawa parfum buat spray ulang kalau wanginya di pakaian udah hilang. Yang apes itu kalau pas lupa ga bawa parfum terus abis naik Ojol dapat driver yang helmnya smelly. Huhuhu.... saya pengen nangis kejer dibuatnya. Pashimina atau kerudung segi empat yang dipakai jadi ga karuan baunya. Terus kepikiran deh, gimana caranya biar baju yang dipakai wanginya tahan lama? Ga usah semprot ulang (biar parfum awet dan frekueni repurchase parfum berkurang hihihi...).

 Ahai, kesampaian juga. Di penghujung Juli ini saya barengan emak-emak yang tergabung di KEB mendapat undangan dari Downy untuk menjawab tantangan Downy Daring. FYI, Downy Daring ini adalah varian teranyar dari Downy yang hadir dengan formula baru yaitu Dual Parfum Capsules. Konsentrat wanginya akan terkunci di serat kain saat direndam.Oke, dari kemasan botolnya udah punya imej lux, berkelas. Tapi gimana dengan wanginya? Beneran tahan lama, ga? Harus dibuktikan!


Setelah Mbak Kaka perwakilan dari Downy yang hari itu mendemonstrasikan keunggulan Downy Daring, giliran audiens untuk membuktikan sendiri konsentrasi wanginya Downy. 

Untuk meja pertama, ada Makpuh a.k.a Mak Indah Juli dan Irma Susanti yang menjawab tantangan ini.  Dengan mencelupkan 2 handuk kecil ke dalam mangkuk berbeda, di mana yang satu berisi cairan Downy dan satunya lagi sudah disemprot dengan parfum mahal. Kemudian kedua handuk ini dikeringkan oleh hair dryer dan disetrika dalam waktu yang sama.

Hasilnya? handuk yang sudah dicelupkan ke dalam larutan Downy  masih wangi sementara handuk yang satu lagi wanginya sudah  memudar. Wow, cakeeep! Emak-emak di meja lain pun turut mencoba, dan hasilnya sama, kain yang dicelup dengan Downy tetap wangi.

Giliran saya dong untuk membuktikan sendiri di rumah. Beberapa waktu yang lalu, saya harus pergi dari rumah siang hari selepas dzuhur disambung mengikuti sebuah acara selepas azan Maghrib. Jangan sampai saya jadi malu hati ga enak body alias minder karena  pas datang ke acara terakhir itu tiba-tiba saya muncul dengan pakaian smelly. Ditambah pula yang mengundang ke acara ini adalah Mr Patrick (seorang ekspatriat berkebangsaan Belgia)  bosnya Madame Vivera -  teman saya seorang blogger juga. Tuh, kan jangan sampai deh malu-maluin.

Eh beneran, selain sesi trial tempo hari di acara yang saya ikuti, pakaian yang dikenakan termasuk pashmina yang dipakai wanginya masih nempel, bahkan ketika saya sampai ke rumah pun. Duh, makin  kesengsem  deh sama Downy Daring.
Yipiiii....  wanginya tahan lama :)

walau sudah malam , dengan pakaian yang dipakai sejak siang, tetap pede di acara karena  wanginya awet
Saya pun mencoba tips yang dilakukan teman-teman lainnya yang sudah menjadikan Downy sebagai pengganti parfum. Emang bisa? Pengiritan? Hahaha... kenapa enggak sih klau emang bisa. Sebuah kebetulan juga, ada tuh beberapa pakaian yang sudah dicuci sebelumnya tapi ga direndam pakai Downy Daring. Masa iya juga saya rendam ulang hanya biar dapat wanginya? Lama iya, dan mubazir pula. Untuk itu, saya ambil satu tutup botol Downy Daring dan mencampurnya dengan air ke dalam botol kecil berukuran + 100 ml.

Dengan parfum Downy dadakan ini, pakaian lainnya saya semprotin juga biar wangi. Tidak lupa juga saya selalu membawanya kemana-mana. Sekadar berjaga-jaga kalau apes dapet ojek online yang helmnya smelly, bisa saya netralkan dengan  campuran Downy ini. Bisa dicoba, loh :). Lumayan kan, anggaran buat beli parfum bisa diirit dan dipake buat keperluan lain hihihi... 


Share:

Thursday 17 August 2017

Bandung Planning Gallery: Menuju Kota Teknopolis

"Cintai Bandung dengan aksi dan solusi, bukan caci maki" 
Buat orang Bandung, quote ini  sudah familiar. Iyes, ini quote yang sering dibilang oleh Kang Emil, walikotanya Bandung. Dengan segala keruwetan dan kemacetannya, saya ga bisa move on dari Bandung. Cinta mati, deh. Lebay? Eh tapi yang sudah lama meninggalkan Bandung atau baru mengunjungi lagi Bandung banyak loh yang bilang kalau Bandung banyak berubah. Berubah dalam arti positif tentunya. Jadi bukan saya aja sih yang kadung cinta sama Bandung ini.  

Walau makin panas dan macetnya susah diurai, Bandung bukan dicintai sama penduduknya aja, tapi juga selalu dikangeni turis-turis lokal dan interlokal ah asing maksudnya. Kulineran, wisata belanja dan wisata  alam termasuk taman-tamannya jadi alasan yang membuat Bandung kangenable alias ngangenin.


credit photo: Ali Mukahir

Setelah Taman Jomblo yang fenomenal dan taman-taman lainnya yang menyusul bermunculan di Bandung, akhir bulan Juli lalu bertambah lagi venue, Bandung Planning Gallery.  Apaan sih Bandung Planning Gallery itu? 

Masih dengan ciri khasnya Kang Emil yang mengajak urang Bandung keluar dari zona nyaman, bermain dan bersosialisasi untuk mengunjungi Bandung Planningg Gallery yang diresmikan pada 1 Agustus 2017 ini. Walau venue ini berkonsep indoor, tetap menarik dan seru untuk mengenal Bandung lebih dekat, bukan hanya Bandung sekarang, tapi juga menengok Bandung tempo dulu dan bermimpi bersama-sama mewujudkan masa depan Bandung dengan konsep yang bernuansa futuristik. Sejam main-main di sana? Rasanya enggak cukup.

Jadi begini loh. Bandung Planning Gallery (biar ga ribet, selanjutnya saya singkat jadi BPG aja, ya) ini menempati lahan bekas gedung DPRD Kota Bandung, di jalan Aceh. Kalau suka maen ke BIP, tinggal jalan dikit ke perempatan Yogya Express terus nembus deh via Taman Sejarah atau bisa juga dari Taman Badak melewati taman-taman yang desainnya macam labirin. Cuma ada dua belokan (kanan dan kiri hahaha...) nanti nemu, deh.  

Peresmian BPG yang konsepnya sejak tahun 2015 itu juga dihadiri oleh walikota Pare-pare dan Bupati Sorong yang terpilih serta Paul Smith, perwakilan dari British Council. Waktu nyimak speechnya Mr Paul, saya jadi ngebayangin ke depannya Bandung bakal punya konsep tata kota yang keren ala Eropa sana. Punya jalur kendaraan dan sistem tranportasi yang rapi, bisa bersepeda dengan nyaman, kanal-kanal atau sungai kecil yang jernih mengalir di tengah kota dan suasana klasik khas kampung halamannya Om Paul ini. Duh moga kesampaian ya, Bandung jadi kota yang liveable dan loveable *uhuk*.

Bukan enggak mungkin karena di hari yang sama itu juga dilakukan penandatanganan letter of intent antara BCCF(Bandung Creatiative City Forum) dengan Scotland Creative.  Kreatitas emang ga kenal ruang dan waktu, ya. Berjejaring dengan bule-bule sana kalau bisa dapat transferan sistem tata kota yang apik dan ciamik, kenapa enggak?

Balik lagi ke BPG, setiap warga yang berkunjung ke sini bukan saja bisa melihat sendiri konsep Bandung yang sudah, sedang dan akan dibangun, tapi juga bisa menyampaikan saran dan kritik terhadap proyek pembangunan yang maket atau miniaturnya ditampilkan. Karena memang BPG ini menganut prinsip transparansi.  Di BPG ada satu suut yaitu kubah inspirasi  yang disediakan lengkap dengan stick note dan bolpen untuk menyampaikan uneg-unegnya di sana. Sekali lagi saya ingetin, plis jangan curhatin yang geje kayak gebetan atau mantan :D

Untuk masuk ke BPG ini gratis, kok. Enggak dikenai charge, baik sendiri atau rombongan. jangan lupa untuk mengisi buku tamunya, ya. Setelah itu kita akan menapat kartu ini dan harus dikembalikan setelah selesai berkeliling.




Jam operasional BPG sendiri dimulai pada jam 09.00 dan tutup pada jam 16.00, hanya buka pada hari senin-sabtu. Dengan menyasar target pengunjung utama anak-anak usia SD - SMP, BPG bukansaja diharapkan bisa memberi informasi seperti wajah Bandung tapi juga memancing kreatifitas pelajar setelah berkunjung ke sini.

Biar semakin asik berkunjung dan bisa lebih fokus mengikuti penjelasan dari pemandu, pengunjung yang datang disarankan untuk mengunduh aplikasi Bandung Planning Gallery. Sembari melihat tampilan visual di dalam galeri, dari aplikasinya juga bisa medengarkan penjelasannya. Jangan khawatir kalau sinyal operatotr di hpya mendadak lemah, karena disediakan akes wifi yang kencang. Atau nih kalau ternyata batre hpnya lemah dan ga bawa powerbank, tersedia  juga android untuk dipinjamkan.




Enaknya sih bareng rombongan karena nantinya akan disediakan tour guide yang menjelaskan display atau panel-panel yang ada di sini.  Kalau keukueh mau jalan sendiri ya gapapa juga. Cuma kalau belah-beloh ngoprekin screen di sana  dan nga ngerti apa maksudnya, tanggung sendiri risikonya, ya.

Di dalam BPG ini terdapat 38 layar monitor, di mana 14 layar di antaranya  merupakan layar sentuh. Kalau etiap icon di layar kita tap satu persatu, bakal keluar tuh semua informasi di dalamnya. Semisal apa sih itu Bandung Great Street, Hutan Raya Kota,  Ruang Hijau dan Biru, Konsep Teknopolis,  8 Ide Besar dan konsep-konsep lainnya yang terpampang.






Nah kalau pengunjung ini sedang mencoba simulasi Light Rapid Transportation yang akan dibangun. Bukan sok-sokan bergaya kalau posenya seperti ini karena memang efeknya terasa banget, bahkan semisal terjadi guncangan, lewat kacamata yang dipakai secara reflek kita akan bereaksi seperti itu.  Eh ya jangan  kaget kalau nanti merasa pusing karena berdasarkan pengalaman, 3 dari 10 orang akan merasakan sensasi pusing sesudahnya. Selain ini, masih ada simulasi virtual lainnya yang bisa kita eksplor selama mengunjungi BPG. Makanya saya bilang tadi, sejam mana cukup deh maen-maen di sini.    

Dan ini adalah salah satu display yang saya sukai selama menjelajah BPG. Trully inspiring. Ya ga, sih?

Huaaa, belum puas saya maen ke BPG. Kapan-kapan pengen balik lagi ke sini. Yuuuk ke sini, yuuuk...



Share: