Public Speaking di Medsos (2): Tentang Branding - Beberapa hari yang lalu, saya pernah memosting di blog ini tentang public speaking. Kalau di bagian pertama saya cerita tentang trend selfie di medsos, sekarang saya mau cerita tentang branding. Brandingnya bisa tentang branding diri sendiri atau branding produk jualan kita.
Add caption |
Baca dulu ini: Public Speaking di Medsos 1 Tentang Selfie
Sederhananya, branding adalah sesuatu yang identik dengan seseorang atau sesuatu. Mudah dikenali dan dihafal. Misalnya nih, beberapa teman blogger saya udah identik dengan ciri khasnya. Tian yang identik dengan pink, Nchie Hanie sebagai emak biker dan peta berjalan, Fauzia Subhan dengan foto hitam-putihnya, Mira Sahid dengan warna ungu dan yoganya, Tanti Amelia dan Mak Winda 'Gaoel' dengan doodlingnya, Bang Aswi dengan sepeda atau lari, serta Kang Ali sebagai penulis buku yang produktif.
Lah, Saya apa? Apa hayooo? Iyes, penggemar merah (sering banget berfoto dengan pashmina merah), suka nonton bola dan doyan smoothie (meski udah rada lama absen :P).
Dari beberapa ciri tersebut kita juga bisa mengenal seseorang dari redaksi tulisannya di media sosial. Memang sih, ga semua orang mempunyai karakter sama persis antara di dunia maya dengan dunia nyata alias kopdar. Tapi pola redaksi yang konsisten juga bisa kita kaitkan dengan seseorang. Contoh gampangnya misalnya Pidi Baiq, penulis novel Dilan yang gokil abis itu. Teman saya, teh Putu bilang kalau beliau itu gelo. Gelo bukan berarti ga waras, tapi sebagai seorang yang kreatif, out of the box dan membuat kita tanpa sadar menggumam: Oooh, Aha, Iya juga, ya.
Untuk brand besar pun kita mengenal mereka dari beberapa ciri khasnya yang mudah dikenali. Indosat dengan kombinasi warna merah-kuning misalmya. Beberapa selebgram pun punya muansa warna tertentu yang dominan di akunnya.
Seperti halnya di dunia nyata, di dunia medsos pun ada orang yang termasuk kategori leader atau motivator. Masih ingat dong salah satu cuitannya yang makjleb dan diabadikan di salah satu sudut jalan Asia Afrika di Bandung?
Untuk brand besar pun kita mengenal mereka dari beberapa ciri khasnya yang mudah dikenali. Indosat dengan kombinasi warna merah-kuning misalmya. Beberapa selebgram pun punya muansa warna tertentu yang dominan di akunnya.
Seperti halnya di dunia nyata, di dunia medsos pun ada orang yang termasuk kategori leader atau motivator. Masih ingat dong salah satu cuitannya yang makjleb dan diabadikan di salah satu sudut jalan Asia Afrika di Bandung?
Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi.
Syarat lain agar sukses bersosialisasi di media sosial bukan cuma mengandalkan foto-foto yang kita share saja tapi juga memerhatikan kata-kata atau yang kita gunakan saat berinteraksi. Kalau Ellen Degeneres fotonya diretweet lebih dari 2 juta kali, maka fotonya Selena Gomez di jagad Instagram menjadi foto yang paling banyak di-like sebanyak 4juta, sekaligus selebgram pertama yang mendapatkan acungan jempol sebanyak itu (saat ini suda 5,5 juta like) Ckckck... biasa di luar eh luar biasa!
Caption Selena di update ignya yang memegang botol minum Coca Cola berbunyi : When your lyrics are on the bottle
sumber foto: cnn |
Iya sih, kalau soal milih foto itu perempuan jagonya dan bermain kata adalah laki-laki, sebagai pelaku (deuh pelaku) media sosial akan lebih baik lagi menguasai kedua-duanya. Hmmm... sekarang ga heran kan, kenapa perempuan itu identik dengan centil dan laki-laki itu gombal? Ga semua memang, malah ada yang kebalikannya :D. Pada dasarnya perempuan senang keindahan dan merasa nyaman dengan mempercantik diri.
Kalau mau menjadikan media sosial untuk branding diri atau produk jualannya, hal di atas jangan diabaikan. Perempuan cenderung sensitif secara audio (kata-kata) dan pria lebih mudah klepek-klepek secara visual atau melihat penampilan. Kalau bisa menguasai keduanya, target pasar akan lebih bagus. FYI, meski mengalami penurunan user, komposisi pemilik akun fb dari gender perempuan masih banyak, sekitar 53%, dan 44% di twitter.
Kalau mau menjadikan media sosial untuk branding diri atau produk jualannya, hal di atas jangan diabaikan. Perempuan cenderung sensitif secara audio (kata-kata) dan pria lebih mudah klepek-klepek secara visual atau melihat penampilan. Kalau bisa menguasai keduanya, target pasar akan lebih bagus. FYI, meski mengalami penurunan user, komposisi pemilik akun fb dari gender perempuan masih banyak, sekitar 53%, dan 44% di twitter.
Masih soal kata-kata juga, pemilihan diksi yang baik akan menaikkan kelas atau branding. Makanya, mengenali segmen followers itu penting banget untuk memudahkan komunikasi. Buat seumuran saya yang lingkaran pertemanannya udah dewasa (((dewasa))), kan, aneh banget kalau masih ber4l4y alay ria, atau menulis kata-kata terlalu banyak singkatan
Dulu, jaman sms masih 350 perak/140 karakter saya pernah gitu. Demi apa coba? Demi ngirit lah *LOL* Lalu setelah dikomplain kakak kelas yang ga ngerti pesan singkat itu akhirnya saya insyaf, dan mulai menggunakan kata-kata tanpa singkatan, meski cuma ngobrol via aplikasi chat aja. Hari gini kalau masih ada yang nge-chat dengan kata-kata yang ngirit banget, saya jaditerharu, tepatnya pengen nangis. Atuhlah, kan chat mah murah banget, masa masih disingkat?
Dulu, jaman sms masih 350 perak/140 karakter saya pernah gitu. Demi apa coba? Demi ngirit lah *LOL* Lalu setelah dikomplain kakak kelas yang ga ngerti pesan singkat itu akhirnya saya insyaf, dan mulai menggunakan kata-kata tanpa singkatan, meski cuma ngobrol via aplikasi chat aja. Hari gini kalau masih ada yang nge-chat dengan kata-kata yang ngirit banget, saya jadi
Konon, komunikasi yang efektif itu ditentukan oleh 53% body languange, 40% kata-kata, dan sisanya nada bicara atau tone. Karena di dunia maya kita tidak melihat langsung mimik, gesture atau mendengar nada bicara saat ngobrol, penggunaan kata ini jadi perhatian penting.
Coba perhatikan dunia copy writing, penggunaan katanya gak banyak kayak di blog, tapi membutuhkan proses kreatif untuk menghasilkan tagline yang unik dan identik. Jangan envy sama bayaran gede yang diterima para copy writer, effortnya sesuatu sekali alias ekstra kerja keras.
Coba perhatikan dunia copy writing, penggunaan katanya gak banyak kayak di blog, tapi membutuhkan proses kreatif untuk menghasilkan tagline yang unik dan identik. Jangan envy sama bayaran gede yang diterima para copy writer, effortnya sesuatu sekali alias ekstra kerja keras.
Makanya setuju kan, dengan quote ini:
If you change your words, you change your world
Bukan cuma soal alay-alayan aja, tetapi pemilihan struktur kata juga akan memberi rasa. Dalam bahasa sunda, kita mengenal tingkatan bahasa untuk orang tua, sebaya dan yang lebih mudah. Begitu juga dengan dunia media sosial, saya cuma bisa meringis kalau ada yang menyapa sok akrab dengan redaksi yang ga enak-eun atau becanda yang kasar/sarkas. Ga harus ngobrol dengan bahasa yang formal, kok. Saya suka becanda juga, asal masih dalam atasan wajar.
Lalu apa yang harus kita lakukan dengan redaksi yang akan digunakan saat menyapa followers?
- Buat postingan yang menarik perhatian, misalnya menyampaikan data atau fakta untuk memancing diskusi atau obrolan.
- Sesuaikan pilihan kata dengan karakter follower atau yang dituju.
- Kenali komposisi followers dari berbagai kelompok. Misalnya usia, jenis kelamin, strata sosial, tingkat pendidikan, dan sebagainya agar komunikasi tetap nyambung.
- Hindari penggunaan bahasa alay atau singkatan yang bikin pusing.
- Lakukan berbagai eksperimen yang kreatif untuk membuat komunikasi berhasil.
Tentang Penggunaan Tanda Pagar atau Hashtag
- Khusus untuk update di instagram, meski jatah karakter tidak terbatas seperti twitter buka berarti kita leluasa mengimbuhkan tanda pagar semaunya.
- Sebaiknya buat tanda pagar yang unik dan spesial. Beberapa teman di medsos, saya perhatikan, sudah memilik tagar khusus. Saya sendiri mulai menggunakan #ceritaefi dan #catatanefi. Kan, sebel juga, misalnya dengan tanda pagar tertentu pas di-search gambar atau captionnya ga nyambung. Sering yang kayak gini saya nemu di ig atau twitter. Mungkin maksudnya numpang trending topic tapi usahanya jangan gitu juga kali.
- Gunakan hashtag yang pendek, jangan kepanjangan
- Penggunaan tanda pagar juga diibaratkan seperti lemari. Semakin banyak tanda pagar yang digunakan, semakin banyak lemari yang harus diisi.
By the way, ternyata arti dari tanda pagar itu ada artinya, lho. Daan setelah sekian lama saya ber-instagram ria dengan aneka hashtagnya, baru nemu link kece ini. Menarik, lho: http://instagramers.com/destacados/how-to-use-hashtags-in-instagram/
Frekuensi update di Media Sosial
Sekarang kita bahas, berapa kali sih idealnya update di Media Sosial? Antara Facebook twitter dan instargram tidak sama, lho. Di twitter kita lebih leluasa posting berapa kali dalam sehari. Contoh paling gampang sih kalau lagi livetwit. Untuk mengejar tranding topic, biasanya kita rela senam jari selama acara huehehe...
Sementara untuk instagram, meski relatif lebih longgar, dalam sehari kita bisa mengupdate postingan sebanyak 3 kali dalam sehari. Lalu untuk facebook jangan terlalu banyak, maksimal 2 kali saja dalam sehari. Terlalu banyak update yang kita lakukan di FB akan mengganggu teman-teman kita karena timelinenya bakal dipenuhi dengan postingan kita sendiri. Ga mau kan dicap spammer?
Mungkin yang merasa terganggu bakal bilang gini, "ih siapa elu?" Padahal di fecebook, orang cenderung mencari postingan yang bernilai atau informatif. Makanya, kalau ada yang suka share link yang kontennya annoying, saya akan pilih unfollow. Biarlah, yang berseliweran di timeline mah yang asik aja.
Sementara untuk instagram, meski relatif lebih longgar, dalam sehari kita bisa mengupdate postingan sebanyak 3 kali dalam sehari. Lalu untuk facebook jangan terlalu banyak, maksimal 2 kali saja dalam sehari. Terlalu banyak update yang kita lakukan di FB akan mengganggu teman-teman kita karena timelinenya bakal dipenuhi dengan postingan kita sendiri. Ga mau kan dicap spammer?
Mungkin yang merasa terganggu bakal bilang gini, "ih siapa elu?" Padahal di fecebook, orang cenderung mencari postingan yang bernilai atau informatif. Makanya, kalau ada yang suka share link yang kontennya annoying, saya akan pilih unfollow. Biarlah, yang berseliweran di timeline mah yang asik aja.
Lalu kapan jam-jam yang ideal untuk update di media sosial? Kalau dari hasil kekepoan saya, ternyata beberapa hasil riset tidak sama persis. Beti lah alias beda tipis. Tapi setuju dong ya, kalau update di jam-jam kantor itu lebih rame interaksinya dibanding malam hari apalagi waktu-waktu ketika orang sudah tidur. Cuma yang harus dipikirkan di jam-jam rame itu karena banyak sekali yang update status media sosialnya, kemungkinan update-an kita juga akan tertimpa atau tertutup oleh yang lain.
Special case nih, untuk yang kerja kantoran, hindari update akun LinkedIn di jam kantor kalau ga mau ketahuan bos atau atasan. Beberapa kantor atau perusahaan ada yang membuka akses media sosial untuk karyawannya. Nah, kebayang kan kalau kebaca update-annya sama bos? *kecuali di LinkedIn iu kita ga temanan atau ngelink atau punya mutual friend dengan atasan di kantor ya ga apa-apa*
Berinteraksi dengan Follower
Seperti juga berkomunikasi di dunia nyata, interaksi di media sosial pun penting. Misalnya ketika kita mengupdate status di facebook banyak yang komentar, jangan lupa untuk memberikan perhatian. Ga mesti satu-persatu dibalas. Kebayang dong, kalau ada yang komen 100 orang? Balesin satu-satu? Pegel bo! Minimal kasih like deh, buat mengapresiasi interaksi yang datang.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan di dunia media sosial yang sata catat antara lain
- Jangan semua hal diceritakan. Inget, lho medsos bukan diary, yang sifatnya pribadi banget mah ga usah dishare ke publik.
- Saat membuat kultwit, sampaikan dengan runut. Ada benang merah dan tidak loncat-loncat.
- Berikan sentuhan personal, buat followers penasaran. Kisah Cinderella yang alurnya naik turun adalah contoh cerita yang bisa membuat penasaran.
- Berinteraksi dengan followers dengan konten yang edukatif, informatif dan menghibur.
- Jangan memaksakan asal update. Perhatikan konten yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya.
- Abaikan respon negatif di media sosial. Bahasa gampangnya jangan baper di media sosial.
- Hindari bersikap negatif, daripada menjatuhkan lawan, tonjolkan kelebihan yang kita miliki. Secara elegan pastinya, ya.
- Kalau menggunakan media sosial untuk branding produk/jasa, manfaatkan media sosial untuk riset mengenali plus minus kompetitor
Terimakasih banyak sharing kerennya Hilbram, Uli, Bayu dan pastinya Indosat yang sudah mensponsori seminar Women Digital ini.
ini acaranya emang keren banget, materinya juga simple tapi ngena banget pas dengan kegitan sehari-hari kita sebagai pelaku online ya. Hayu ahh membrandingkan diri sendiri terutama branding attitude di medsos :D
ReplyDeleteYoyoi, yuk jadiin medsos buat menebar manfaat dan kebaikan. Have fun aja di medsos mah. No baper, no nyinyir dan no war-waran.
Deletekalau aku ngebranding apa ya teh? hmm...
ReplyDeletemakasih ya sharenya.. manfaat pisaannn.. :)
Dessy mah brandingnya Mamahnya Ahza yang inspiring dan suka baca buku. hayu battle review buku tea, Desss hehehe
Deleteaku mah update status hanya di pagi hari saat masih sepiiiii , sudahnya sih gak pernah lagi
ReplyDeleteAku mah masih random mbak, sesuka hatinya hehehe
DeleteAku juga mau nyari tagar unik ahh, apa ya kira yg cocok buat branding aku.
ReplyDeleteAyo mak! Ubek-ubekin topik yang sering dibahas di blognya. Pasti nemu benang merahnya.
DeleteRame pada jam-jam kantor ya? *catet* Tapi di sisi lain agak nggak respek dengan pegawai kantoran yang pas jam kerja malah buka-buka medsos melulu.
ReplyDeleteIya, teh. Kalau staf peayanan publik gitu emang nyebelin. Kebanyakan kantor-kantor juga menutup akses ke medsos buat karyawannya kalau dari PC.
DeleteSama, mbak, saya juga akan unfollow untuk teman fb yang suka share link atau status yang annoying gitu. Lebih enak kalo kita hanya baca status yang informatif bin inspiratif. Emang di socmed itu jangan gampang baper. Kalo isinya curhat mulu juga yang baca jadi sebel. :D
ReplyDeleteTosss Mbak. Aku juga gitu hehe
Deleteehhh pas pisan postingannya sama saya yang mulai lagi ngeblog nih. Hahahhaha kangen ngumpul euy...
ReplyDeleteHayu teh, sini ke Bandung cepetan hehehe. Sampai kapan kuliah di Jepangnya?
DeleteBagus ini ilmunya cocok banget buat para emak blogger yang dekat keseharianya dengan medsos. Acaranya pasti keren banget ini ya teh.
ReplyDeleteAlhamdulillah, keren pisan acaranya Zia. Meski udah ga muda lagi, tetep ya kita harus update medsos biar bisa mengimbangi anak-anak nantinya.
DeleteAkhirnya...bisa baca sharing hasil acara yang keren nih...
ReplyDeleteNah, kalo saya ? Apa yang khas ya? Belum nemu....*mikirkeras
Nuhuun, sharingnya ya...
Alhamduillah, Teh, Akhirnya posting juga hehehe. Ayo teh, ulik lagi timelinenya.
DeleteTanda pagar yang unik dan spesial itu mengingatkanku sama Tante Inces yang emang hashtagnya suka nyeleneh-nyeleneh. Btw, sekarang aku juga lagi meraba nih instagramku mau dikasih ciri khas apa.
ReplyDeleteHahahaha Iya, Wi. Salut sama pedenya dia juga di medsos. Tapi kalau ikutan pake tagar panjang kayak dia aku mikir dua kali. Ayo, Wi. Cari idenya buat tagar yang unik.
DeleteMantap nih kak artikelnya, berguna banget untuk saya yang seorang pemula dalam dunia internet marketing, jadi pengen banyak belajar tentang kepenulisan dan strategi internet marketing nya hihi. mohon panduanya ya kak
ReplyDeletebagus ka artikelnay, saya suka..
ReplyDelete