Menahan nafas, menutup hidup dengan telapak tangan, tissue atau apalah biasanya suka saya lakukan kalau melewati pasar tradisional. Kesan jorok, bau dan kumuh memang sudah kadung melekat dengan pasar tradisional. Apalagi kalau sudah hujan, perjuangannya jadi ekstra berat. Bau dari sisa sayuran, buahan yang membusuk, limbah dari daging dan ikan yang amis semakin kuat menguar.
Makanya, soal kenyamanan tempat belanja jelas belanja ke supermarket adalah jawabannya, tapi kalau ditanya soal harga, tetep pasar tradisonal juaranya. Soal harga yang lebih mahal ini juga membuat saya jadi picky saat belanja ke supermarket. Saya bakalan milih-milih yang sekiranya masih bisa saya toleransi atau beneran butuh dan sukar ditemukan di pasar tradisional.
Imej ga nyaman itu juga yang ingin dihilangkan Pemerintah Kota Bandung. Pasar Cjihapit, jadi pasar tradisional pertama yang jadi project pilot sebagai pasar tradisional yang bersih dan tertata rapi.
Saya juga pernah mengunjungi Pasar Sederhana, letaknya tidak jauh dari letaknya dari Rumah Sakit Hasan Sadikin. Memang sih, belum sempat menlongok ke dalam, cuma sampai halaman luar saja untuk meliput sebuah acara. Masih ada pedagang yang tumpah sampai ke bahu jalan, tapi masih mending. Ga kumuh seperti Pasar Caringin, Pasar Andir dan Pasar Ciroyom yang aroma khasnya bisa bikin mual perut -_-. Terlepas dari kondisi pasar tradisinal yang memang masih banyak kekurangannya, ada yang bisa kita peroleh dan tidak kita dapatkan di supermarket. lho.
Menawar Harga
Tidak seperti di mall, di pasar tradisional kita masih bisa menawar harga. Dengan komoditas yang sama, kita bisa membandingkan harga dari lapak yang berbeda. Satu kilogram ayam, satu ekor ikan yang masih segar dan utuh sangat mungkin bisa kita dapatkan dengan harga 'miring'. Alasannya mungkin karena langganan, tetangga, penghabisan, borongan atau apalah. Coba kita tawar deh satu kilo daging ayam yang sudah dikemas di chiller super market. Ga akan berani nawar, kan?
Interaksi Sosial
Hal lain yang tidak kita dapatkan di super market namun masih ada di pasar tradisional adalah interaksinya. Kalau di super market biasanya kita ditanyai pertanyaan standard seperti 'punya kartu member?' atau 'bawa kantong sendiri dari rumah?'Baca ini juga ya Tentang Kantong plastik Berbayar
Pertanyaan Dari pedagang di pasar tradisional bisa lebih cair dan friendly. Misalnya kayak gini
Ke mana aja, udah lama ga keliatan belanja?Si Teteh yang sulung sekarang sekolah di mana?Udah pesen tiket mudiknya, belum pak/bu?
Daaan... yang disukai kebanyakan pembeli di pasar yang kebanyakan para ibu yang doyan diskon adalah tester gratis saat belanja buah-buahan. Kan biasanya suka kepo. Beneran sudah matang dan manis ga, buah yang akan dibeli? Sebisa mungkin dapat barang bagus dengan harga murah. Iya, kan? :)
Hari Jumat 20 Mei 2016 kemarin, saya dan 6 blogger Bandung lainnya (Teh Eno, Yasinta, Euis, Syifa, Nchie dan Koko) mendapat undangan lagi untuk menghadiri acara yang berlangsung mulai jam 13.00 setelah salat dzuhur.
Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, kalau para mahasiswa SBM ITB ini secara berkala setiap angkatan akan terlibat mendampingi para pedagang di Pasar Cihapit. Untuk angkatan sekarang yang diketuai oleh Adam Hermawan ini masa tugasnya akan segera berakhir dan dilanjutkan oleh angkatan berikutnya.
Selain melakukan pendampingan untuk para pedagang pasar dan menyelenggarakan sekolah pasar untuk anak-anak, mulai tanggal 20 Mei kemarin juga diresmikan Perpustakaan Alit di kawasan Pasar Cihapit ini. Didukung oleh partisipan berbagai pihak, peresmian perpustakaan ini juga diramaikan dengan cap telapak tangan oleh para penggiat di pasar Cihapit termasuk undangan yang hadir.
Sakola Pasar Cihapit |
Para partisipan yang bekolaborasi |
Berekspresi setelah cap telapak tangan |
Pssst... Ada yang unik juga di pasar tradisional yang jam 13.00 siang aktivitasnya sudah mulai sepi ini. Enggak mau kalah dengan para pegawai negeri di instansi pemerintah kota Bandung, para pedagang pasar Cihapit juga punya program Rebo Nyunda. Selain berpakaian kebaya, para ibu-ibu di sini punya aktivitas menyanyi bareng-bareng. Hasilnya mereka pamerkan pada acara kemarin.
Ramah Anak dan Difabel
Anyway, pasar tradisional juga bukan cuma bisa rapi dan bersih saja. Interaksi yang guyub, harga yang murah dengan komoditas yang berkualitas, akses yang ramah dan mudah bagi anak-anak dan penyandang difabel juga ditawarkan di sini. Saat peresmian Perpustakaan Alit kemarin, anak-anak sekolah pasar ini turut meramaikan panggung stelah sebelimnya menyimak acara mendongeng di panggung bersama Kak Tera.Lucu juga melihat mereka. Ada yang percaya diri, malu-malu atau menangis dan ngumpet di belakang ibunya. Eh tapi testy dari pedaggang pasar di sini, mereka senang sekali. Anak-anak-anaknya yang belum sekolah bisa ikut ke pasar dan belajar banyak hal. Keren, ya?
Saka, bocah yang pegang mike ini lucu banget. Paling pede diantara teman-temanya |
Mudah-mudahan pasar lainnya di Bandung dan Indonesia segera menyusul dengan pasar tradisionalnya yang serba friendly, mulai kenyamanan saat menyusuri setiap lorong dan lapak sampai harga dan kualitas barangnya.
Semoga bisa d ikuti oleh pasar lainnya juga ya teh, kalau pasarnya kaya pasar cihapit jadi semangat ke pasar deeh jadinya hihi
ReplyDeleteIya, kalau semua pasar kayak gini kan asik mau belanja, dan jadi rajin masak (ga yakin juga ding yang ini mah hehehe). Nah, pasar tradisional kalau apik kayak Cihapit gini gengsinya jadi naik.
DeleteKe pasar tradisional itu serunya kita bisa tawar menawar sama penjualnya.. Hayoo siapa yang palin jago nawar, pembeli atau pedagangnya ya..
ReplyDeleteAhahaha mbak, aku ga jago kalau nawar di Pasar. Ga terlalu murah juga, ga tegaan sih.
Deleteahhh kepasar lagi yuuk..
ReplyDeletebeloom puas keliling2
aku sih jarang ke pasar tradisional, maluu uyy di lihatin banyak orang.
hahaa..ntar aku ceritain yaa di blog wkwkkw
sukses terus buat pasar cihapit yaa..
Deuh yang malu diliatin. Masa, sih? Hihi... Harus ke Cihapit lagi, Ci, Kulinerannya enak dan murah.
Deleteduh kang Emil meni hebring euy. kang Emil kudu jadi walikota Cirebon atuh. Aku juga sebetulnay suka dengan apsar tradisional, tapi kalau sudah musim hujan , becek banget.Makanya harus bisa dibuat nyaman ya tapi harga masih bisa dinego
ReplyDeleteHihi Kang Emil harus beres dulu di Bandung, Mbak. Semoga bisa muncul walikota-walikota yang punya program ga kalah keren dari Kang Emil. Enak kan, mbak. Udah nyaman, murah bisa nawar. Di Supermarket mana bisa.
DeleteNyaman ternyata belanja di pasar Cihapit ini, kalau hari minggu pulang dari lari pagi kemarin mampir kesini
ReplyDeleteWaah asik. Terus nyari apa saja di Cihapit, Tian?
Deletewah seru banget tuh kayaknya pasarnya, jadi pengen ikut2an n ke pasar.. :-)
ReplyDeletemenarik...
salam kenal
Nah, kalau udah merit temenin istri belanja ke pasar kayak gini kan enak ya, Mas. Salam kenal juga. Terimakasih sudah berkunjung :)
DeleteFoto akses ramah disabilitasnya mana? Kadang suka nggak percaya kalau yang ramah disabilitas itu benar2 ada
ReplyDeleteEnggak ada fotonya, Mas. Waktu acara ini, ketua psarnya cerita. Pagi harinya baru menghadiri acara, dan Pasar Cihapit mendapat apresiasi sebagai pasar yang ramah difabel itu. Pasar Cihapit emang punya lorong yang lebar, kontur lantai yang rata dan bersih. Udah gitu ga terlalu banyak kios, ini yang memudahkan akses pengunjung termasuk teman-teman kita yang difabel. Coba deh kalau main ke Bandung main ke sini.
DeleteAku penasaran loh dengan aktivitas Sakola Pasarnya. Unik gitu. Etapi, aku kan bukan anak2 yah, gak bisa ikutan. Hehehe...
ReplyDeleteHihihi.. mungki bisa merhatiin lain kali kalau ke sini. Sasa, yang ngundang kita ke acara ii termasuk yang ngajarin anak-anak di Sakola Pasar. Mereka belajarnya pagi-pagi, kan masih belum sekolah formal, dan kalau sudah jam 13 kan pasarnya udah sepi.
Deletemampir dan membaca disini
ReplyDeleteHai, terimakasih sudah mampir dan membaca. Yuk ke pasar tradsional :)
DeleteAda si Mio di sana
ReplyDeleteTeh Eno sempat motoin muralnya si Mio di sini lho, Kang.
Deletesemoga pasar2 lain di Indonesia bisa mencontoh pasar ini ya, jadi bikin nyaman pengunjung juga
ReplyDeleteIya, mbak. Semoga bisa jadi contoh buat pasar Tradisional lainnya. Syukur-syukur bisa lebih baik dan punya ide inovati lainnya yang belum kepikiran. jadinya masing-masing pasar tradisional bukan cuma nyaman tapi punya ciri khas.
DeleteFoto pasar emang artistik
ReplyDeleteAku ni klo ke pasar pesti pengennya jeprat jepret teh
Uda gitu maah diliatin ama pedagang lagi ngapain ini bawa kamera hahhaha
Seru ya teh
Aku baru ke pasar Cihapit ini berani foto-foto. Kalau pasar lain ga berani euy, Nit. Takutnya mereka suuzhan hehehe. Yuk kalai ke Bandung mampir ke sini ya, Nit.
DeletePasarnya bersih, Teh...
ReplyDeleteBersih banget, mbak.. Coba kalau deket dari rumah ya, asik nih balanja di sini.
DeleteSemoga pasar lain menyusul ya, Teh. Saya juga suka belanja di pasar tradisional apalagi kalau lihat sayur2 yang segar2... :D
ReplyDeleteIya, Mbak. Aamiin. Kan asik, ya kalau belanja sayuran yang seger dan murah pula.
DeleteAku paling sebel ke pasar tradisional, mana aku gk bisa nawar :D becek juga, kadang di tengah jalanan pasar yg sempit ada motor yg gak tahu aturan, main klakson aja maksa mau lewat, errrg.
ReplyDeleteWah, serius ada motor bisa masuk ke lorong pasar? pelototin aja, mbak hehehe
Deletekalau pasar tradisionalnya kek gini, bisa betah lama-lama di pasar
ReplyDeleteIya, dan ngajak anak-anak ke pasar juga ga rempong, ya :)
DeleteBener juga sih ._. kelemahan pasar tradisional cuma tempatnya aja yang terkesan jorok, selebihnya mah ngalahin mall banget :D
ReplyDeleteEng... andaikan seua pasar kayak pasar cihapit ya :'
Iya, andai semua psar kayak Cihapit kan asik, ya. Semoga segera terwujud ya, Mas Febri.
DeleteAsyik ya
ReplyDeletePasarnya cukup bersih :)
Waah bukan cukup lagi, mas. Sangat bersih untuk kriteria pasar tradisional, mah.
DeleteAiiihhh meni keren pisan euy...
ReplyDeleteCoba semua pasar tradisional kaya gini ya Mak.. Betah aku mah klo kaya gini pasarnya.
Klo disini, ada sih ya pasar tradisional yang lumayan bersih kaya gini, tapi harganya lebih mahal. Jadi ujung-ujungnya balik lagi ke pasar tradisional yang jorok deh.