Wednesday 31 May 2017

Enaknya Digombalin Ikan Asap Rame-rame

Ada yang belum pernah makan atau beli nasi dan lauknya di warung nasi Padang? Rasanya nyaris enggak ada deh.  Saya sendiri termasuk yang jarang
 Sesekali saja, sih. Olahan bumbu Padang itu ga diragukan lagi, enak. Hanya saja rasa bersalah yang tertinggal sesudahnya itu, lho. Lemak! Hihihi.... Makanya sesekali saja  saya makan atau beli makan di sana. 

Dan... kalau ngomongin menu makannya, ikan kembung adalah salah satu favorit saya. Malas mengolah sendiri, meski bisa beli di pasar yang sudah dibersihkan sama penjualnya adalah salah satu alasannya :). Alasan lain yang jadi dalih bagi kebanyakan orang Indonesia yang konsumsi ikannya mengharukan adalah bau amis atau bau tanah. Ikan patin misalnya, ikan ini entah mengapa di lidah saya terasa pekat sekali aroma tanahnya.  

Padahal kalau sudah diolah, ikan itu enak. Apalagi kalau ikannya gurame atau ikan mas (yee ga usah dibahas lagi atuh ini mah). Tapi kenapa ya masih saja minat konsumsi ikan itu kecil sekali di Indonesia? Padahal  dengan luasnya lautan yang mengelilingi kepulauan Indonesia, stok ikan di nusantara ini bejibun, banyak pake banget.

Kalau makan di tempat lain seperti pujasera pun, biasanya saya lebih suka makan ikan yang dibakar atau dipepes. Alasannya gampang saja, karena kalau digoreng khawatir minyaknya  sudah melewati ambang batas tolerasi ke-jenuh-annya (maafkan kalau istilahnya maksa :D).  Protein yang bikin pintar dan kolestrol baik yang terkandung dalam daging ikan jadi terusik sama minyak  goreng yang dipakai. 

Eh tapi bagaimana kalau ikannya diolah dengan cara diasap? Nah, sejujurnya ini pengalaman perdana saya mencicipi ikan asap.  Duh ke mana aja,  Neng?

Pekan kemarin bersama 8 emak-emak KEB Bandung, saya menyambangi Gombal Asap di jalan Taman Cibeunying Selatan miliknya Mbak Cicil dan suaminya, Mas Indra. Kedainya sendiri baru dirintis sekitar Februari 2015.  Berawal dari kesukaan yang sama-sama hobi makan ikan, juga mendukung program konsumsi ikan yang digagas oleh Bu Menteri Susi, keduanya mantap merintis usaha kuliner yang khusus menyajikan olahan ikan dengan nama Gombal Asap.
Ikan Tongkol Asap
Ikan Kakap Asap
Sempat bingung apa hubungannya ikan dan kegombalan? Eh ternyata nih, Gombal Asap  berarti Sego dan Sambal. Lucu, ya? Pemberian namanya bukan cuma unik, tapi pas dan mudah diinget. Kedai Gombal Asap  yang hanya ada satu-satunya di Bandung ini buka setiap hari mulai jam 11 siang sampai jam 20.30. 
Ikan Kuwe (Putihan)
Sambil mencicipi aneka sajian khas dengan sambal fresh yang dibuat dadakan (bahkan terasinya pun original lho, karena diracik sendiri oleh mamanya Mbak Cicil), kami sempat nanya ini itu dalam obrolan yang seru dan hangat. Sehangat nasi dan ikan asapnya. Gombal Asap menyajian berbagai olahan ikan asap seperti ikan pari (iwak pe) termasuk mangutnya, ikan putihan (kuwe), ikan bawal, ikan kakap dan ikan tongkol.  Ikannya sendiri didatangkan khusus dari Probolinggo  dan sudah diasapi di sana.  Jadi, begitu sampai ke Bandung sudah siap diolah dengan kehigienisan dan kualitas yang terjaga karena dikerjakan oleh ahlinya langsung. 
Ikan Bawal
Mana yang paling enak, Fi? 
Semuanya enak, tapi paling berkesan (((berkesan))) adalah sajian ikan pari ini.  Tanpa banyak bumbu, rasa originalnya terasa banget di lidah, apalagi kalau dicocolkan dengan sambal matah plus lalapannya.  Beuh, berasa punya surga sendiri! Yang lain mah ngontrak aja hihihi...
Ikan Pari Asap
Bagi yang menyukai olahan berkuah, Gombal Asap menyediakan juga Mangut ikan Pari yang disajikan dengan tahu dan tempe. Berhubung saya juga penyuka tahu, mangut ini pun tidak saya biarkan lolos dari sergapan lidah (lebay).  
Mangut Pari
Setiap memesan ikan, kita akan mendapatkan nasi panas, sambal dan lalapannya. Ada empat sambal ala Gombal Asap yang bisa dipilih. Selain sambel terasi, ada sambal matah, sambal mangga dan sambal wuluh yang sayangnya stoknya lagi kosong. Penasaran deh, kira-kira seperti apa ya rasanya sambal wuluhnya. Mudah-mudahan kalau nanti saya ke sana lagi sudah ready alias ada.
Sambal Mangga

Sambal terasi, foto: Dydie Prameswarie

Sambal matahnya. Foto Dydie Prameswarie
Penasaran berapa harganya?
Satu paket komplit nasi, ikan, sambal plus lalapannya cuma Rp. 29.000an saja. Murce alias murah cekali, kan? Kalau cuma mau makan ikannya saja kita cukup bayar Rp. 27.000an.
Nasi dan lalapannnya jangan lupa
Tuh, sekepal nasi, sambal dan lalapannya cuma dihargai dua ribu. Tapi masa sih, dateng ke sini cuma beli nasi dan sambal serta lalapannya saja? Huehehe...
Ikan asap kemasan frozen
Kalau tidak sempat mampir ke lapaknya Gombal Asap yang beralamat di jalan Taman Cibeunying Selatan No. 33 bisa kok, pesan  delivey order atau Go Food. Bisa pesan paket ikan yang sudah lengkap  atau mentahan frozenya untuk diolah di rumah. Kalau beli yang kemasan frozen, harganya bisa bervariasi tergantung ukurannya. Sebelum pulang saya sempat memesan ikan putihan dan pari frozen untuk dimasak di rumah plus dikasih bonus trio sambal fresh yang dibuatkan langsung oleh Mbak Cicil. Nyam nyam....

Yang di Bandung atau punya rencana liburan ke Bandung, pastikan untuk mampir ke Gombal Asap, ya. Saya jamin deh akan merasakan surganya kuliner yang berbeda. 

Gombal Asap
Jalan Taman Cibeunying Selatan No 33 Bandung (halaman Gudeg Banda)
IG: @Gombalasap
WA:  081939647496




Share:

Monday 29 May 2017

Menu Istimewa Iftar Buffet dan Iftar Indulgence Bersama The Trans Luxury Hotel

Menu Istimewa Iftar Buffet dan Iftar Indulgence Bersama The Trans Luxury Hotel - Hanya garam dan lada hitam lalu ditambahkan minyak zaitun  yang digunakan oleh Chef Lukman Hakim yang berduet bareng Chef Marco  untuk memasak steak sore itu di sisi luar The Restaurant Trans Luxury. Wanginya sukses memancing alarm lapar di perut saya bereaksi lebih peka. Ah, wanginya saja terasa  perfecto! Apalagi rasanya, ya?  Sebelum menyaksikan kehandalannya memasak, saya sempat berkenalan dengan Chef Marco yang ramah. Beliau lebih dulu menyapa. "Nice to meet you,"  Dengan senang hati, saya membalas dengan modal bahasa Inggris yang lumayan. Lumayan pas-pasan  maksudnya :).


Sore itu, Saya bersama teman-teman food blogger dan media mendapat undangan untuk mencicipi menu andalan The Restaurant dan  The 18th Restaurant and Lounge. Kali ini The Trans Luxury Hotel yang tahun ini mengusung tema buka puasa  Iftar Buffet at The Restaurant dan Iftar Indulgence at The 18th Restaurant.  Kurang lebih ada 100an menu yang akan disajikan selama bulan puasa oleh The Trans Luxury Hotel. Wuih,.... Banyak sekali, ya? 

Seperti yang sudah saya bilang tadi, kalau di sesi pertama ada Chef handal asal Italia, Chef Marco Megdalia  dan Chef Lukman Hakim yang mendemonstrasikan cara mengolah Steak. Namanya cukup panjang, Roasted Australian Beef Strip Loin with Herb Crusted and Beef Jus.  

Daripada pusing-pusing menghafalkan namanya, mari kita sepakati dengan sebutan pendek, Steak saja.  Di sela-sela memasaknya,Chef Lukman juga bilang kalau The Trans Luxury ingin menjadikan sajian steaknya sebagai steak paling enak yang ada di kota Bandung. 

aneka bagian daging yang diola jadi steak di Trans Luxury Hotel
Hmmm..... Jadi tak sabar membuktikannya. Dan ternyata emang steaknya enak, pake banget. Seingat saya, ini pengalaman saya mencicipi steak dengan tingkat kematangan medium rare. Tidak terlalu matang memang. Walau masih kemerahan, dagingnya empuk, tidak sulit dikunyah dengan sedikit rasa juicy.  Tanpa menggunakan bahan penyedap, rasa gurih steak ini dihasilkan dari komposisi rempah-rempah yang digunakan saat dimasak bersama dengan tulang dengan panas 200 derajat selama 45 menit. Hmmm... sepertinya ini salah satu rahasianya. Rahasia lainnya? Ah sudahlah tidak usah banyak bertanya, datang saja dan buktikan sendiri rasanya.



Dan.... seperti ini tester yang saya cicipi.  Kecil, ya? Tenang. Ini baru penjajakan (((penjajakan))). Soalnya masih ada 2 varian lagi yang akan saya cicipi plus menu utama dinner setelah sesi demo.  Harus menyisakan ruang yang cukup di perut saya, dong :)


Di sesi ke dua ada Chef Reni yang mendemokan cara mengolah Bread Butter Pudding with Raisin and Cinnamon Powder.  Kalau gampangnya sih kita sebut saja puding roti saja, ya. Sebenarnya roti apa saja bisa kita gunakan untuk membuat puding ini. Hanya saja kalau ingin mendapatkan rasa yang mateh, Chef Reni menyarakan menggunakan Croissant sebagai bahan utama. Kalau memang cuma ada roti biasa, ya sudah gunakan saja roti biasa dan tinggal menambahkan butter ke dalam adonannya. Puding ala Chef Reni ini dimasak dalam oven dengan cara disteam. Aroma eksotis cinnamon dan manisnya kismis serta legitnya susu bakal menjadikan sajian buka puasa dengan puding ini jadi terasa semakin nikmat. Afdol!


Di sesi penutup acara petang itu, gilirannya Chef Rizki yang menyajikan cara mengolah Mix Grill. Dengan menggunakan bahan daging kembali (lamb rack) yang disajikan bersama garnish berupa mash potato yang digoreng penampakannya mirip perkedel, eh roti goreng kecil yang sekilas mirip tahu bulat juga hahaha. Ah kenapa saya galau mendeskripsikannya? Rasanya yang pasti terasa garing dan gurih. Pasangan serasi untuk Mix Grill dan lelehan sausnya.  Guys, you must try it! Kalian harus mencoba.

Selain ketiga menu di atas, mulai jam 18.00 s/d  22.00 WIB  The  Restaurant   akan menyajikan lebih dari 100 hidangan iftar secara bergantian selama bulan Ramadan dengan  harga yang dipatok Rp. 229.000 net/orang untuk hari senin sampai dengan kamis atau dikenai charge Rp. 335.000 net/orang jika berbuka di sini pada hari Jumat sampai dengan Minggu. Masih ada Australian Rib Eye, Beef Stroganoff dan Pecking Duck plus hidangan cuci mulut termasuk diantaranya esk krim Baskin Robbins. Hmmm... yummy! Bila mempunyai kartu kredit  Bank Mega, kita akan mendapatkan potogan harga  yang lumayan. 50%, lho! Sedangkan untuk pemegang kartu Bank Mandiri, akan mendapat diskon juga sebesar 35%. Lumayan, ya?

Sajian puding ini juga bisa dinikmati saat berbuka di sana

suasana berbuka puasa di sisi luar The Restaurant, Hotel Trans Luxury lantai 3
Sementara itu kalau berbuka di arena The 18th Restaurant, Culinary Team The Trans Luxury sudah menyiapkan Sharing Menu dengan menu spesial yang sudah merangkum Tajil Sharing Selection, Appetizer, dan menu utama berupa 950 gram US Prime Flamegrilled Meats (terdiri dari Herbs and garlic Sausage 300 gram, Tajima Robatayaki 150 gram, Lamb Rack 200 gram, dan Prime Sirloin 300 gram) dengan paket harga per orang sebesar  Rp. 400.000++ (minimal reservasi untuk dua orang).  

Sebagai informasi, The Restaurant sudah mengantongi Sertifikat Halal dari LPPOM MUI.  Jadi, tidak perlu khawatir komposisi bumbu atau bahan dan peralatan memasak yang digunakan di sini terkontaminasi   bahan makanan/minuman yang diharamkan bagi umat Islam.

Sebelum pulang, saya sempat mencicipi beberapa hidangan lainnya. Selain infused tea, salad, dan es krim Baskin Robbins, saya tidak melewatkan bistik ini Paling susah mengabaikan sajian ini. Kalau yang menyukai pasta (saya menyebutnya seblak ala Italia hihi), mie dan aneka roti atau  nasi perasmanan juga bisa mencicipi saat berbuka.  



Tertarik? Untuk informasi lengkap atu sekalian mau reservasi promo buka bersama di The Trans Luxury langsung saja telepon ke +62 022 8734 8888, chat via WA ke +62 0812 2317 1391 atau bisa juga  via email ke reservation@thetranshotel.com

Selamat memilih dan jangan melupakan esensi puasa untuk menahan hawa nafsu, termasuk nafsu makan. Ga mau kan, keenakan 'kulineran' saat berbuka pas sahunya malah begah karena kekenyangan?
Share:

Saturday 27 May 2017

Mengelola Waktu dan Keuangan Selama Bulan Puasa

Ramadan tiba... Ramadan tiba.... 
Marhaban ya Ramadan....

Lirik lagunya Opick ini tiba-tiba saja membenak lagi di kepala saya saat aroma Ramadan semakin kuat menguar.  Seperti yang sudah-sudah, kalau sudah masuk bulan puasa begini,  selalu deh ada yang berubah dalam rutinitas kita selama 30 hari ke depan. Khususnya soal waktu dan uang.

Mengatur Waktu

Kalau hari-hari biasa sebagian besar kita bangun sekitar jam 4 atau setengah 5 pagi, mau tidak mau saat bulan puasa jam biologisnya jadi maju. Bangun lebih awal dan menggeser sarapan pagi 3-4 jam lebih dini.Yang enggak biasa sarapan pagi pun, rasanya jarang banget melewatkan waktu sahur. Kecuali kalau kesiangan *huhuhu....* Lagi pula selain memasok amunisi tenaga, dalam setiap suapan sahur yang meluncur ke perut juga membawa keberkahan di dalamnya. Rugi rasanya kalau dilewatkan begitu saja. 

Setelah waktu bangun lebih awal, bagi yang bekerja juga jadi berubah waktu aktvitasnya. Berangkat lebih awal dan bubar kantor lebih awal, tapi enggak jaminan bisa sampai rumah lebih awal. Alasannya? Macet! Belum lagi kalau ada agenda acara buka puasa bersama yang berderet-deret menanti. Misalnya dengan teman kantor, alumni sekolah/kampus, komunitas atau relasi.
Saat bulan puasa bisanya jadwal bukabersama padat merayap
Kalau sudah begini skala prioritas juga harus dipikirkan.  Kalau jam sahur jadi bounding time dengan keluarga, setelah berbuka jadi waktu yang tepat bersilaturahmi dengan tetangga usai tarawih. Biasanya kan, cuma saling sapa seperlunya. Nah, selesai tarawih pulang bareng menuju rumah itu waktu yang pas buat bertukar cerita dengan tetangga. Bertanya siapa yang sakit, lalu nengok bareng, berbagi tugas menyiapkan takjil untuk yang berbuka di masjid atau Ikut senang ada tetangga beda gang yang anaknya lulus kuliah. Eh, siapa tahu jadi jalan rejeki juga. Nawarin hijab, kue kering atau paket lebaran misalnya hihihi... Ya enggak apa-apa, dong? Kan salah satu berkah silaturahmi memang meluaskan rejeki. Ya, kan?

Mengatur Keuangan

Setelah soal manajemen waktu selama puasa, yang juga mau tidak mau harus dipikirkan adalah manajemen keuangan. Memindahkan waktu makan dari siang ke sore, yang hitungan kasarnya cuma dua kali sebetulnya tidak selalu identik dengan kata irit. Malah yang ada semakin membengkak. Bikin girang hatu inflasi gentayangan aja.  

Sesekali makann sahur seadanya hanya dengan mie instan atau nasi goreng karena waktu mepet, ya selow aja alias ga masalah. Tapi kalau tiap hari? Ga sehat juga. Lalu untuk menu berbuka, mesti deh ada takjil. Semacam kurma, kolak, sup buah, puding atau apapun. Sunah mengawali buka puasa dengan makan yang manis, walau tidak selalu bersama yang manis (hus!) jadi ladang rejeki buat punya usaha makanan seperti ini. Salah? Ya Enggak. Tapi jangan kebanyakan juga karena terlalu banyak makan yang manis bisa 'ngomporin' kadar gula melesat. Masa sih, lebaran nanti mau dihabiskan meringkuk di rumah atu tepar di rumah sakit? Yaaa, jangan atuh lah. 
kapan terakhir kali reunian dengan teman sekolah? foto: Fitri
Bukan soal variasi makanan saja yang jadi konsennya manajemen keuangan selama puasa. Selain menyiapkan anggaran untuk buka puasa (kan ga mesti selalu buka puasa disponsorin melulu :D), yang suka masuk daftar antrian pengeluaran selama Ramadan sampai hari lebaran nanti adalah  paket lebaran, pos THR (kalau punya ART/sopir atau karyawan lainnya), ongkos mudik (kalau pulang kampung pake kendaraan sendiri ongkos service motor/mobil ke bengkel juga ikutan masuk),  dan membeli pakaian lebaran, khususnya baju muslim wanita lengkap dengan aneka printilannya seperti hijab/pashmina dan sepatu yang matching :D
foto: Zalora
Mahluk Tuhan yang belabel perempuan memang paling peduli soal mix and match pakaian.  Kan ga asik misalnya  dress atau blouse pake warna ungu, tapi hijabnya warna hijau misalnya.  Bahkan untuk pashmina warnah merah biasanya ga plek satu warna. Ada warna merah cabe, fusia, maroon,  magenta, pink, merah bata dan entah warna turunan lainnya.

Lalu Gimana?

Berhubung setiap orang kondisinya, kebutuhannya, dan pemasukannya ga sama persis  mendingan dari sekarang dibuat deh to do list dan skala prioritas anggarannya. Jangan sampai tekor. Syukur-syukur dari THR tahun ini tidak habis menguap semuanya seiring menghilangnya opor, ketupat dan kastangel dari meja makan. Kebutuhan lainnya setelah lebaran masih ngantri dengan manis. Tahun ajaran baru dan hari raya qurban suhdah masuk barisan, tuh.

Share:

Thursday 25 May 2017

The Autopsy of Jane Doe, Tentang Analisa Anatomi Tubuh dan Teror dari Jenazah

Ada yang masih ingat lagunya Frente yang judulnya Open Up Your Heart and Let The Sun Shine In? Saya mengenal lagu ini sekitar tahun 1996-1997an. Lagi jaman boomingnya lagu alternatif dengan balutan musik yang  lebih nge-pop. Lebih enak didengar walau sebagian besar diusung dengan aliran cadas. 

Band macam Collective Soul atau Frente adalah contoh band musik alternatif-an yang masih easy listening, ramah di telinga buat saya. Makanya waktu keluar album kompilasi Saturday Morning Cartoon Greatest Hits saya langung beli. Salah satu lagu yang di dalamnya saya sukai  ya  lagunya Frente itu tadi. Yang jadi OSTnya Flinstone itu lho. Lagunya catchy, ceria dan pas buat meninabobokan anak-anak.
foto: http://www.chicagofilmfestival.com/film/the-autopsy-of-jane-doe/

Tapi waktu nonton film The Autopsy of Jane Doe, lagu lawasnya Frente itu punya kesan lain. Horor. Saya jadi keingetan lagu Abdi teh Gaduh Boneka yang rasanya berubah  terasa menyeramkan setelah nonton film Danur  beberapa waktu yang lalu.

Jadi  begini ceritanya. Film The Autopsy of Jane Doe bercerita tentang dua ahli otopsi  ayah dan anak, yaitu Tommy (Brian Cox) dan anaknya Austin Tilde (Emile Hircsh) yang ditugasi oleh Sherif Sheldon (Michael McElhatton) untuk segera melakukan otopsi pada jenazah seorang wanita muda (Olwen Catherine Kelly). Tanpa ada informasi secuil pun tentang jenazah ini membuat Sheldon memberi nama sementara pada jenazah ini Jane Doe.

Austin, remaja pintar  dengan dandanan potongan jadul ala remaja 80an, terpaksa memundurkan rencana kencannya dengan sang kekasih karena kepolisian membutuhkan segera informasi penyebab kematian  Jane Doe dan misteri di baliknya. Maka dimulailah operasi pembedahan terhadap Jane Doe. Beberapa temuan seperti serpihan gambut yang ditemukan pada kuku tangan, kaki dan rambut, luka patahan pada pergelangan kaki, warna mata, lidah yang terpotong, pinggang yang terlalu kecil sampai membongkar organ tubuh tampak tidak biasa. Kejanggalan demi kejanggalan yang ditemukan membuat kedua ayah anak yang hmmm.. mungkin bisa saya sebut petugas forensik merasa ada yang aneh dengan jenazah Jane Doe ini.

Entah karena setingan film yang menggambarkan pembedahan mayat atau seting film yang  terasa seperti sedang membongkar torso (itu lho boneka peraga organ tubuh) membuat saya kuat bertahan terus menatapi layar  selama 86 menit film ini diputar.  Saya pikir yang jadi Jane Doe ini cuma boneka saja. Soalnya make upnya sempurna banget  seperti mayat kaku. Tidak ada satu pun ada adegan yang saya lihat menceritakan dia bergerak atau ngomong barang sepatah kata. 

Analisa Jane Doe  meninggal  kehabisan nafas karena kebakaran dipatahkan setelah ditemukan luka pada bagian tubuh lainnya. Artinya, Jane Doe sudah meninggal sebelum kebakaran terjadi. Saya sempat  mengira Jane Doe ini disusupi semacam alien ketika ada adegan lalat keluar dari hidungnya serta pengamatan dari mikroskop seolah-olah Jane Doe ini masih hidup.Tapi ternyata bukan.

Beberapa hasil temuan dicatat dengan baik oleh Austin di papan dengan menggunakan kapur tulis. Ini mengingatkan saya dengan pelajaran biologi jaman SMA dulu. Pelajaran tentang anatomi tubuh baik hewan atau manusia terasa ngejelimet. Salah satu alasan kenapa saya ga suka pelajara eksak, walau untuk Biologi lolos dari corengan warna merah di raport  hahaha.... Ih malah curhat.

Walau  sekitar 90%  film ini  bercerita adegan di dalam ruang otopsi, saya tidak merasakan kejenuhan mengikuti dialog antara bapak dan anak yang menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi. Yang tidak suka pelajaran biologi kalau nonton film ini mungkin sedikit banyak akan membuat  rasa penasaran ngulik jadi bertambah. Selama ini kan, kebanyakan teori tapi untuk aplikasinya masih jarang. Jadi mahasiswa kedokteran membutuhkan nyali gede ngoprek mayat, nah kalau cuma nonton aja mah massih bisa diakali. Kalau ga tega atau ngeri tinggal ngintip aja dari sela-sela jari.

Teror dari jenazah Jane Doe mulai terasa ketika gelombng radio berpindah dengan sendirinya, lalu berhenti ketika memutar lagu Open Up Your Heart and Let The Sun Shine. Aslinya, saya jadi sebel sama lagu itu karena jadi terasa mistis. Tanpa menggerakan tubuhnya, masih dengan mata terpejam, Jane Doe berhasil menebar teror  yang membuat Austin ingin cepat-cepat pulang. Selain gelombang radio yang berpindah dengan sendirinya, beberapa teror yang bikin mata terus melek mengikuti adegan film ini adalah listrik yang tiba-tiba mati dan hidup kembali, sinyal HP yang tiba-tiba hilang, darah yang merembes dari kulkas dan langkah-langkah kaki di luar ruangan.  

Mungkin aroma horor bakal lebih naik levelnya kalau Jane Done tiba-tiba bangun, atau tabir kain kafan berisi sandi yang dijejalkan di tubuh Jane Doe terungkap. Sayangnya, sang Sutradara Andr Vredal tidak mengeskplorasi lebih banyak untuk soal ini. Padahal masih ada lah sekitar 30 menit lagi durasi yang bisa ditambahkan untuk memperkuat sensasi horornya.

Ending filmnya rada ngeselin karena di luar harapan saya.  Bagi yang penasaran dengan film horor tapi merasa sedap-sedap ngeri, masih bisa lah nonton film ini tanpa menyisakan bayangan takut kalau dibanding nonton film horor lainnya. Setidaknya analisa tenteng anatomi tubuh, atau dugaan-dugaan soal insiden yang jejaknya biasa ditemukan dalam tubuh lumayan memberi pengetahuan buat penonton yang awam soal dunia medis atau sejenisnya.

Saya juga baru tahu kalau jenazah yang disimpan di kamar mayat kakinya dicanteli lonceng kecil. Ini salah satu cara untuk membedakan mana yang betul-betul sudah mati atau mati suri. Ya siapa tau kan hidup lagi.  Meski kalau nanti loncengnya bunyi bisa jadi bikin kaget dan takut. 

Walau dilabeli 21+ film ini tidak banyak mengumbar adegan vulgar. Mungkin karena banyak adegan membongkar  organ tubuh yang menjadikan film The Autopsy of Jane Doe ini dilabeli begitu. Kalau mau nonton film ini buruan deh, karena sepertinya nafasnya tidak akan terlalu lama bertahan wara wiri di layar bioskop.



Share:

Tuesday 23 May 2017

Unboxing In The Box, Kasur Pegas Untuk Tidur Berkualitas

Pernah mengalami cuma bisa tidur 2-3 jam semalam, ngantuknya sepanjang hari? Atau kalau bisa balas dendam, durasinya melebihi waktu tidur yang normal? Tadinya saya pikir cuma saya aja lho yang kalau kecapean malah jadi  susah tidur. Orang Sunda menyebutnya guling gasahan. Sudah bolak balik posisi tubuh, tetep aja susah meremnya.  Ya kalau punya niat begadang nonton bola (((nonton bola))) sih asik aja :D kalau enggak? Masa iya jadi ngeronda, sih?  

Kadang saat melek terpaksa begitu, saya ga bisa memanfaatkannya untuk sesuatu hal yang produktif. Mau melanjutkan pekerjaan yang tertunda atau sekadar membaca buku pun males. Pokoknya tersiksa deh,  terjaga malam-malam begitu tapi ga bisa tidur. Beda lho kalau memang menyengajakan untuk begadang. Itu sih, lain cerita. Susah tidur bisa membuat besok paginya saya malah ga bisa produktif. Loyo dan ngantuk,  ga bisa fokus mikir pula. Nyebelin, deh.

Sebetulnya selama ini kebanyakan dari kita (iya, saya sama kalian yang baca cerita ini) kadang suka jor-joran memforsir tenaga. Urusan cape nanti aja, dibawa tidur. Besok juga seger lagi.  Tapi  ternyata kenyataannya capenya ga selalu otomatis hilang setelah tidur. Kadang masih bersisa. Baru deh, saya ngeh (ke mana aja, neng?) kalau selama ini kualitas tidur bukan cuma soal waktu tapi juga kasur apa yang dipakai. 

Syukurlah sekarang sudah ada In The Box.
Kenapa? karena In The Box adalah brand spring bed yang memahami masalah itu tadi dengan menghadirkan solusinya.  Bukan hanya teknologi kasur yang secara ortopedi megikuti postur tubuh selama tidur tapi juga desainnya yang unik. Idealnya posisi tidur yang baik itu terlentang. Faktanya, saya lebih suka tidur dengan posisi nyamping. Atau ada juga nih yang tidurnya motah alias ga bisa diem. Posisi awal tidur sama bangun suka beda. Jauh pula.  Salah posisi tidur biasanya paling sering membuat kita mengeluh nyeri leher lah pegel pinggang, atau pegal-pegal di bagian tubuh lainnya. Hayo, ada yang ngerasa? 

Terus selama ini tidurnya pake kasur apa? Kasur kapuk? Busa? atau mungkin bulu angsa gitu kayak di cerita-cerita fairy tale  gitu? Kebanyakan sih dari kita kasurnya pake yang busa, ya. Kalau selama ini kita cuma mengenal matras atau kasur busa yang bisa dilipat, maka cuma In The Box, spring bed atau kasur pegas  yang bisa begitu. Ga percaya? Nih lihat video unboxingnya.

Keren, kan?
Bersama enak-emak dari KEB saya juga menyimak testimoni dari Mbak Dila, pengguna kasur ini yang sudah merasakan manfaat dari Bed In The Box ini. Mbak Dila bercerita pengalamannya setelah menggunakan kasur yang ternyata produksi lokal (Bandung) lho. Beliau merasakan tubuhnya lebih bugar, fit dan energik sepanjang hari. Waaah, asik. Saya jadi pengen punya juga.
sharing Mbak Dila setelah menggunakan Bed in the Box
Sebagian emak-emak KEB yang mengikuti games
Pertanyaan berikutnya yang pasti ditanyakan. Harganya gimana?
Ah, cincai. Enggak mahal, kok. Tersedia dalam berbagai ukuran, Bed In the Box ini affordable alias terjangkau. Asiknya lagi masih ada layanan purna jual yang dijamin sampai 10 tahun.  

sumber: inthebox.id
Perawatan kasur ini pun ga ribet. Selain tangguh menanggung beban kalau dipake loncat-loncatan (ya kan, kalau kasur berpegas begini sepertinya sudah suratan takdir diperlakukan seperti trampolin) oleh anak-anak,  kalau jadi korban diompoli anak-anak pun tidak usah membuat kita khawatir. Cukup disiram seperti biasa, dan jemur sampai kering. Setelahnya, In the Box tidak akan kehilangan kelenturan atau  warna kain yang memudar. 

udah cocok jadi modelnya, ga? :D

ajaib ya, ada kasur pegas bisaa masuk troli :D

Saat ini spring bed In The Box bisa dibeli secara online via laman resmi In The Box atau bisa juga didapatkan secara offline alias alias luring di  Hypermart yang ada di  seluruh Indonesia. Walau beratnya lumayan juga (sekitar 30-40 kg), dengan dukungan teknologi vacuum pocket spring bed, menjadikan kemasannya praktis dan ekonomis. So,  proses pengiriman kasur in the box jadi  lebih mudah dan murah. 

Nah, yang selama ini masih galau dan bingung mau mengganti kasurnya dengan merk apa, sudah tahu dong, ya. Spring Bed In the Box ini jawabannya.

Foto: Liswati Pertiwi

Share:

Sunday 21 May 2017

Film Ziarah, Masa Lalu Bukan Hanya Tentang Romansa

Kapan terakhir kali nyekar?   Biasanya jelang bulan puasa seperti sekarang komplek pemakaman sudah ramai dengan pengunjung yang nyekar ke makam sahabat atau keluarganya.  Tapi bagaimana kalau makam yang akan kita ziarahi itu entah di mana?

Seperti itulah pengalaman Mbah Sri (Ponco Sutiyem)  yang terpisah dari suaminya sejak terjadi agresi militer Belanda kedua. Sesaat sebelum berpisah,  suaminya Prawiro Sahid mengamanahi untuk tidak mencarinya jika dirinya tidak kembali lagi.

Bagi Mbah Sri,  persoalan yang muncul puluhan silam kemudian bukanlah soal keberadaan suaminya apakah masih hidup atau tidak.  Mbah Sri hanya ingin mengetahui di mana makam suaminya. Satu dari sekian pahlawan tanpa nama yang mencari pusaranya seperti mencari jarum diantara timbunan jerami.

Berbekal berbagai potongan informasi, Mbah Sri nekat menempuh perjalanan panjang tanpa bekal yang mendukung.  Kalau jeli memerhatikan film sepanjang 87 menit ini,  Mbah Sri  tidak membawa pakaian juga (mungkin)  uang yang cukup selama berpergian. 

Sesungguhnya kalau mau,  Mbah Sri bisa meminta tolong cucunya untuk menemani dirinya pergi mencari makam suami.  Mungkin karena sudah uzur juga, Mbah Sri tidak terpikirkan soal itu.  Sementara sang cucu selain bingung mengejar Si Mbah yang memghilang,  ia juga cukup dibuat pusing dengan rencana pernikahan bersama kekasihnya.  Alih-alih membantu melacak keberadaan nenek mertua, sang kekasih malah banyak meminta ini itu untuk mengisi rumah yang fondasinya saja belum ditanam.

Walau bergaya dokumenter dan indie,  film besutan BW Purba Negara ini menuai apresiasi dari dalam dan luar negeri. Selain terpilih sebagai film terbaik pilihan juri dalam ajang Asean International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017, Ziarah juga menyabet Skenario terbaik di ajang yang sama juga film terbaik di festival film Salamindanaw 2016 di Filipina.

Mengambil latar kehidupan masyarakat desa di Jawa yang masih sangat tradisional, film Ziarah juga mengingatkan saya dengan program pemerintah yang pernah populer di tahun 80an. Ada yang masih inget jargon ABRI (sebelum sekarang dikenal TNI)  Masuk Desa? Salah satu upaya pemerintah dalam percepatan pembangunan dengan membaurkan unsur tentara dengan penduduk desa malah meninggalkan trauma bagi penduduk lainnya.

Di mata mereka ada dua versi tentara seperti kutub magnet yang bertolak belakang. Jika almarhum Prawiro Sahid dikenang karena jasa baiknya sebagai pejuang kemerdekaan di tahun 45, hal berbeda mereka rasakan ketika pembangunan melibatkan tentara malah menciptakan penderitaan.  Entah untuk alasan apa,  seorang penduduk desa di film ini curhat dipaksa meninggalkan rumah dan pasrah menyaksikan desanya berubah menjadi danau.  Gaya tutur yang jauh dari kesan akting para pemeran (kecuali Hanung Bramantyo sebagai cameo dengan logat jawa kentalnya)  membuat saya penasaran apakah kasus inj betul-betul terjadi atau cuma fiksi semata.

Selama menyaksikan film ini juga saya merasa sosok Mbah Sri mewakili gambaran orangtua di Jawa yang masih kental dengan budaya kejawen dan mistis.  Bukan hanya keris milik Prawiro Sahid yang jadi bekal Mbah Sri melacak pusara suaminya saja, ada obrolan penduduk desa yang menceritakan pejuang 45an yang sakti walau ditembak Belanda. Salah satu guyonan yang mempertanyakan kenapa Pak Sahid tidak menuntun saja jip rampasannya menuju tempat rapat sukses membuat saya tertawa, sekaligus mencairkan konsentrasi mengikuti adegan demi adegan film.

Film Ziarah memang termasuk film nasional yang keluar dari pakem. Selain alur film,  gaya akting para pemeran atau sinematografinya yang sederhana, Ziarah menawarkan harapan bagi penggiat film indie atau sineas muda, kalau film sederhana bukan saja bisa berjaya di ajang festival tapi juga bisa menembus jajaran jadwal tayang di bioskop.  Banyak hal menarik yang bisa kita dapatkan dari film ini.

Kalau saja  ada romantisme masa lalu Mbah Sri di masa muda,  mungkin bisa membuat saya berurai air mata dibuatnya.

Ngomong-ngomong, sudah berziarah belum?
Share:

Friday 12 May 2017

Fiberkid, Solusi Minuman Enak dan Alami Untuk kebutuhan Serat Harian Anak

Masalah umum yang sering dihadapi oleh para ibu soal kebiasaan makan anak adalah susah makan. Sebagian besar dari anak-anak tidak suka untuk melahap  buah-buahan dan sayuran.  Dulu juga waktu kecil saya termasuk yang rada susah makan buah dan sayur. 

Lupa juga mulai kapan saya jadi penyuka buah dan sayur. Walau sekarang pun sebenarnya konsumsi buah dan sayurannya ga rutin dengan porsi yang disarankan (rata-rata 30 gram per hari). Kecil?  Ga juga.  Sebagai ilustrasi,  mengunyah apel 1-2 butir per hari belum bisa mencukupi kebutuhan serat harian. Nah,  lho.

Tapi  kalau ada kesempatan, ga akan deh saya melewatkan buat mengonsumsi buah/sayur. Salad adalah menu favorit saya saban menemukannya. Kadang dalam waktu tertentu saya bakal beli buah-buahan di tukang buah potong  kalau dirasa sudah kurang banget konsumsi seratnya.
foto: pribadi
Kurangnya konsumsi serat yang berasal dari buah dan sayur bukan masalah orang dewasa saja. Pun begitu dengan anak-anak. Kalau dari kecil saja sukar dibiasakan, udah gedenya bakalan makin susah untuk menjadi kebiasaan. Faktanya nih,  9 dari 10 anak memang mengalami kekurangan serat.  Padahal asupan serat yang bersumber dari buah/sayuran bukan cuma mengatasi soal sembelit saja.

Jika kebutuhan ini tidak tercukupi bukan saja keluhan susah BAB yang terjadi tapi juga bisa menurunkan  kekebalan tubuh dan menyebabkan moody  pada anak. Nah, surprise, kan?  Sama dong dengan saya :) Selama ini sepertinya kebanyakan dari kita mengidentikan serat sebagai solusi untuk mengatasi masalah BAB dan kesehatan pencernaan saja. Padahal banyaaak sekali benefit yang bisa kita dapatkan kalau kebutuhan seratnya tercukupi.

Dulu saya mati-matian banyakin  makan buah dan sayur sebenarnya dilatari keinginan untuk menurunkan berat badan dan mengatasi sembelit dan pengin langsing huehehe.  Tapi  semakin ke sini semakin banyak tau pentingnya serat pangan. Selain itu serat juga ternyata mendukung proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Pada hari jumat, 5 Mei 2017  saya bersama Emak-emak Blogger  menghadiri acara launching Fiberkid di Veranda Hotel. Hadir dalam acara itu sebagai nara sumber dokter spesialis anak, dr.Herbowo A.F Soetomenggolo Sp.A,   Yohana Astri Gumelar, selaku direktur utama PT Nugra Kasera produsen Fiberkid, Felicia Kumala (Cici Panda),  artis/presenter tv serta seorang blogger, Atika Nurkustanti.

credit: Fiberkid
Dalam paparannya, dr Herbowo menyampaikan  peran serat untuk kesehatan  usus.  Diantaranya adalah untuk membantu mengendalikan kadar gula dalam darah yang bisa mencegah timbulnya obesitas pada anak dan  menurunkan konsentrasi  kolesterol. 
foto: pribadi
Bukan itu saja, lho. Serat juga jadi bagian dari gizi dimana mendukung 60% proses  tumbuh kembang pada anak.  Kecukupan  gizi  pada anak bukan hanya soal banyak sedikitnya konsumsi protein berupa daging atau telur saja atau susu tapi juga serat yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan itu tadi.

Yes, jadi  faktor internal seperti unsur genetik  yang mendukung proses tumbuh kembang pada anak seperti perkembangan motorik atau kecerdasan sebenarnya hanya sebesar 40% saja.  Sisanya  faktor eksternal yang 60% tadi mempunyai pengaruh lebih besar bagi perkembangan anak. Hmmm well note. Kabar bagus buat saya yang pengin memperbaiki keturunan. Bisa dong nanti saya punya anak yang posturnya lebih tinggi dan kecerdasannya lebih baik dari saya? Hehehe... Itu mah mimpi semua orang kan, ya.

Eh iya, tadi sayang bilang kan kalau serat ini ada hubungannya dengan mood pada anak/ Kok bisa, ya? Gimana ceritanya?

Masih dari paparan yang disampaikan oleh dr Herbowo, hari itu saya baru tahu lho bila kebutuhan serat tidak terpenuhi  akan menyebabkan neuro transmitter  yang menghubungkan otak dan tubuh mengalami gangguan, alias susah nyambungnya. Makanya, bisa jadi lho kalau anak-anak lagi uring-uringan itu dikarenakan makanannya kurang serat.  
foto: pribadi
Tapi kaaan, anak-anak susah banget untuk makan buah-buahan atau sayuran? Gimana biar mereka suka?

Pengalaman di mana sang buah hatinya sukar sekali untuk makan makanan yang mengandung serat juga dialami oleh  Yohana Astri. Karena alasan ini pula mendorong dirinya membuat kreasi minuman  yang kaya serat yang sehat tapi juga bisa disukai anaknya. Karenanya, terciptalah Fiberkid  dengan varian rasa leci dan anggur.  Jika dulu Yohana Astri membuat minuman kaya serat bagi anak-anaknya, beliau juga dengan senang hati berbagi solusi kebutuhan serat  bagi anak-anak lainnya.
credit: Fiberkid
Yang menarik dari produk Fiberkid ini adalah rendahnya kandungan gula dan bebas pengawet,  lho.  Sebagai informasi, disamping  garam dan lemak, gula juga merupakan salah satu bahan makanan yang sebaiknya dibatasi agar tidak membahayakan kesehatan tubuh. Fiberkid juga sudah mengantongi sertifikat halal dan lolos uji  standar kualitas yang ditetapkan oleh BPOM. So, enggak usah merasa cemas lagi soal kandungan kesehatan dan kehalalannya dong, ya. 

Dalam setiap botolnya Fiberkid mengandung 13 gram serat (setara dengan 51% angka kecukupan gizi).  Walau meminumnya dua botol sehari bisa memenuhi kebutuhan serat, bukan berarti Fiberkid ini berfungsi sebagai pengganti sumber serat. Kebutuhan serat alami tetap saja harus dipenuhi dari makanan lainnya.  

Variasi makanan dari berbagai sumber  dan cara penyajian akan membantu mencukupi kebutuhan serat setiap hari bagi tubuh. Kalau pinter ngulik kan bisa tuh dibuat smoothie atau puding dengan bahan dasar buah. Apalagi kalau buatan rumah, lebih aman, karena kita tau persis apa saja sih komposisi bahan--bahan yang digunakan.
credit: Fiberkid
Saat ini Fiberkid bisa dibeli secara online melalui situs www.fiberkid.com, atau marketplace seperti tokopedia.com dan blibli.com atau secara offline di Farmers Market, Ranch Market dan Gelael. Mulai saat ini, kita bisa mengalihkan jajanan minuman anak ke Fiberkid. Gimmick kemasannya dalam botol yang colorfull pasti menarik bagi anak-anak, begitu juga dengan rasanya. 

Meski produk Fiberkid ini ditujukan untuk anak-anak, bagi orang dewasa pun oke aja kok mengonsumsi Fiberkid. Just incase lupa atau  kurang asupan serat hariannya, Fiberkid bisa jadi penolong pertama untuk melengkapi asupan serat harian.

credit: Fiberkid


Share:

Monday 8 May 2017

Meize Hotel: Family Hotel yang Nyaman di Bandung

Saya masih kepengin cerita lagi tentang Bandung, nih.  Apalagi jelang weekend seperti sekarang ini yang durasinya lumayan lama. Plus  anak-anak kelas 3 SMP/SMA yang sudah beres dari kegiatan belajarnya dan memilih berlibur sambil nunggu kelulusan. Bisa dipastikan kepadatan Bandung semakin meningkat, karena semakin bertambahnya turis lokal dan asing yang jalan-jalan di Bandung.

Selain wisata kuliner, wisata belanja dan wisata alam, jangan lupakan juga dong di mana akan menginap. Seperti yang saya bilang tadi, kalau lagi musim liburan,  atau dekat-dekat dengan acara wisudaan kampus, biasanya tingkat hunian hotel bakal meningkat pesat. Saran saya jangan dibiasakan mepet booking kamar di hotel kalau tidak mau kelimpungan ga kebagian kamar.

Terus hotel apa yang kali ini mau saya rekomendasikan untuk menginap?

Nih, saya punya referensinya. Meize Hotel, yang beralamat di jalan Sumbawa no 7. Cuma berjarak 5 menit saja dari kawasan pusat perbelanjaaan BIP, 15 menit dari Stasiun Bandung dan untuk sampai ke pusat kota lainnya seperti Alun-alun atau pintu tol Pasteur pun tidak lebih dari setengah jam. Strategis dong, ya. 

Pekan lalu, saya mengajak adik saya, Pipit  untuk nginep di hotel berbintang 3 yang dominan dengan nuansa biru kuningnya.  Staf resepsionisnya yang ramah dengan segera melayani. Setelah memperlihatkan KTP (Meize Hotel punya kebijakan di mana pengunjung yang booking kamar harus berusia minimal 18 tahun), saya mengisi form beberapa data yang diperlukan. 

Saya mendapat kamar di lantai 5 dan memililh kamar dengan fasilitas tempat tidur twin. Kalau lebih suka tempat tidur  single yang besar juga bisa, kok. Saat check in, staf resepsionis akan menanyakan pilihan kamar yang akan digunakan. Apakah kita ingin memesan kamar smooking atau non smooking. Saya milih yang non smooking, dong.

Kamar yang kami tempati cukup mungil tapi masih leluasa untuk menyimpan barang bawaan. Walau tidak tersedia lemari, tapi di pojok kanan disediakan hangar  untuk menggantung pakaian agar tidak kusut. Kamar mandinya bersih, aliran airnya juga lancar (air hangat atau dingin untuk mandi).

Selain ada akses wi-fi, AC dan tv yang bisa mengakses siaran tv lokal dan asing, di kamar masih ada space  lumayan buat solat. Bisa deh berjamaah 2-3 orang, mah. Untuk penunjuk kabah pun sudah ada panah di dalam ruangan, jadi ga usah bingung lagi nanya operator atau naik ke Sky Floor untuk salat di musalanya, 





Kita bisa memilih untuk mendapat fasilitas sarapan atau tidak saat menginap di sini. Jika tanpa sarapan, charge yang dikenakan sekitar Rp. 297.500/malam (sudah termasuk pajak). Tapi kalau malas nyari sarapan di luar, tinggal membayar Rp. 343.400 /malam saja. Murah lah, ya. Apalagi menu sarapannya juga cukup variatif, mulai dari nasi perasmanan, salad, bubur ayam, sereal, sampai teh dan kopi.

Malam itu saya dan Pipit lumayan lapar, sementara di luar hujan cukup bikin mager alias malas gerak. Gimana dong? Eh untungnya ada layanan room service untuk mengganjal perut. Setelah milih-milih menu, akhirnya saya menghubungi line 0 untuk memesan soto ayam, mie tek tek kuah dan orange juice. Suka deh sama soto ayamnya. Seger banget, ditambah beberapa sendok sambalnya yang bisa menghangatkan perut pas hujan pula.

Eh tapi,  lihat mie tek tek pesanan Pipit, kok saya jadi ngiler juga, nih. Hihihi...  kapasitas perut saya udah maksimal tapi nyicip-nyicip dikit boleh, lah.  penampakan telur mata sapinya yang tersaji di mangkuk ittu bikin ngiler soalnya. Saya cicipi, rasanya enak dan gurihnya pas. Yang alergi atau ga tahan dengan rasa msg yang biasanya didapati dari mie instan ga usah cemas, deh. Mie tek tek ala Meize hotel ini enak dan ga giung (rasa gurih yang bikin enek  yang bisanya dirasakan dari makanan yang kebanyakan msg) seperti rasa mie instan biasa. Walau harganya cukup murah, porsi dan rasanya sepadan. Untuk ukuran makan di hotel segini mah worth it, alias cincai.

malam-malam lapar? kalem, ada layanan kamar yang siap melayani
Sebelum makan malam itu, saya menyempatkan diri juga mencoba layanan spa disana. Pas nelpon ke operator, saya ditawari dua pilihan. Mau turun ke bawah atau terapisnya yang nyamperin ke kamar? Berhubung saya memesan layanan Deep Tissue Massage, it's ok aja  layanan pijatnya di kamar. Ya udahlah, saya bilang sama terapisnya Teh Fitri, buat naik ke atas aja. Jadinya bisa menikmati pijatan sambil nonton tv hehehe.

Kalau untuk layanann spa sih, mau ga mau harus turun ke bawah, karena pasti basah dan belepotan dengan rempah-rempah yang digunakan. Sementara itu untuk layanan massage, waktu 90 menit berlalu tanpa terasa. Pijatan dimulai dari bahu sampai pergelangan kaki termasuk tangan juga.

Sambil pijatan gitu saya nanya ini itu sama Teh Fitri. Untunglah sebelum mesan dipijat, sayanya  belum makan. So, terhindar dari rasa tidak nyaman yang mungkin terjadi kalau sebelumnya  makan dulu. Berhubung dari ubun-ubun sampai telapak kaki semua anggota badan mendapat pijatan, rawan sekali sama pencernaan kalau jaraknya terlalu dekat.

Sebaliknya, kalau mau mandi tunggu jarak yang agak jauh setelah pijat. Atau malah sebaliknya mandi dulu sebelumnya. Mandi setelah pijatan enggak baik juga karena pori-pori kulit lagi terbuka lebar.
layanan spa dan reflexiologynya enakeun, suer!
Yang saya suka juga  dari layanan Deep Tissue Massage ini adalah pijatan yang didapatkan di kepala. Migren yang saya alami mabur, deh. Selain badan yang rasanya ringan juga kepala ga pusing-pusing lagi. Saya yang bawaannya suka tidur telat paling sering direcoki migren gitu soalnya. Kebiasaan baru tidur jam 11 malam, kadang membuat saya besok paginya merasa kliyengan.  Hmmm, sepertinya saya juga tertarik buat datang lagi ke sini nyobain layanan totok wajah, Meize Sampler atau spanya. Soal tarif cincai, lah. Walaupun merupakan lini dari layanan Meize Hotel, tarif yang dikenakan affordable alias terjangkau.  Ga percaya? Nih liat aja price listnya. Murah, kan?
price list spa dan refleksiologi di Meize Hotel
Ga harus jadi tamu menginap di Meize Hotel kalau cuma pengin mendapatkan layanan spa dan refleksiologi di sini. Kayak saya yang asli  tinggal di Bandung. Kapan pun mau, tinggal cus aja ke sini buat mendapatkan perawatan pijat atau spa di sini. Sejak jam 10 pagi sampai jam 11 malam bakal ada 4 terapis yang stand by dan siap melayani.  Ada  terapis laki-laki juga lho yang siap memberikan pelayanan pijat bagi customer laki-laki.
Besok paginya setelah mandi, saya naik satu tahapan menggunakan lift ke Sky Floor untuk menikmati sarapan.Menu sarapan yang disajikan di sini cukup variatif.  Lumayan banyak dan saya harus selektif memilih mau menyantap apa pagi itu. Ga akan muatlah di perut kalau saya cicipin semuanya.
Suasana Sky Floor tempat sarapan di Meize Hotel
Buat yang suka sarapan sehat, ada salad dan buah untuk appetizernya. Untuk makanan beratnya, ada bubur ayam yang rasanya enaaak, pake banget. Masih kurang? Kalem aja, masih ada nasi perasmanan, roti bakar, sereal, teh atau kopi yang bisa kita pilih untuk mengganjal perut.

Bagi yang membawa anak balita saat menginap, tersedia juga kursi bayi. Sehingga para mamah muda yang membawa anaknya sarapan di sini tetap bisa menyuapi para bocilnya tanpa harus kejar-kejaran nguber anak-anaknya buat nyuapin makan.
beberapa sajian sarapan di Meize Hotel
Untuk booking kamar di Meize, selainn reservasi lewat nomor telepon juga bisa booking online seperti traveloka, pegi-pegi, agoda, klikhotel,com atau booking.com.

Untuk mengetahuo fasilitas lainnya yang bisa didapatkan, silahkan kepoin  web, akun media sosial atau telpon aja ke Meize Hotel.

Diantosan di Bandung, ya.

Meize Hotel
Jalan Subawa No. 7 Bandung
Telp. 022-426 3688/426 1888
Website: http://www.meizehotel.com/
Facebook: https://web.facebook.com/meizehotel?fref=ts
Twitter: https://twitter.com/MeizeHotel
Instagram: @meizehotel 
Email:  contact@meizehotel.com 
Reservasi: @meizehotel.com
Share: