Ngudek-ngudek dari inbox di Fb, udah lama baca postingnya tapi ga basi buat di share. Semoga bermanfaat ya.
Buat temen-temen yang sedang menanti jawaban setiap doanya, apapun itu doanya.
(reposting dari pesan grup Kajian Tafsir Tematik)
Seorang ibu penjual tempe pernah merasa Allah tidak mendengar doanya, karena tempe buatannya masih belum jadi. Bukan sekali dua kali dia bikin tempe.Padahal dia harus menjual tempe untuk menafkahi hidupnya.
Di Karangayu, sebuahdesa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe.Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .."demikian dia selalu memaknai hidupnya.
Suatu pagi, setelah shalat Shubuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, diaberjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atasmeja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh.Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagianberderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.
Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah,pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mukuserahkan nasibku..." Dalam hati, dia yakin, Allah akanmengabulkan doanya.
Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yangmenjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itumasih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu olehkapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itupasti akan jadi.
Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambaNya yang setia beribadah seperti dia.Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa akulakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah.Bantulah aku, kabulkan doaku..."
Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi.Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelaitersebut. "Pertolongan Allah akan datang... pasti," yakinnya.
Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, takdir Allah tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.
Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu."Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama sepertiketika pertama kali dia buka di dapur tadi.
Kecewa, airmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempeini tidak jadi? Kenapa Allah menakdirkan hal ini? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.
Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Apakah Allah telah meninggalkan aku?, batinnya.
Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun takakan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit,karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...
Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah,seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya."Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?"
Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawabpertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi,jangan jadikan tempe..." Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."
"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi.