Stunting identik dengan kondisi seorang anak yang tinggi badannya di bawah rata-rata pada usia anak sebayanya.
"Ah, cuma soal tinggi aja, kok. Orang Indonesia secara postur kan emang kecil-kecil."
Beberapa waktu lalu saya menghadiri acara "Penguatan Mitra Kerja Promkes Forum Kesehatan dan Dunia Usaha Dalam Rangka Pencegahan Stunting dan Implementasi Germas" yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat.
Pada acara ini hadir para narasumber yang memaparkan materi yang saya rangkum dalam postingan ini. Mereka adalah dr Vini Adiani Dewi selaku Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat (2024), dr Ine Lutfiana, dr Dian Indah Wati, Sp. OG, dan Prof Dr. dr. Arto Yuwono Soeroto, Sp. PD-KP, FCCP, Finasim.
Indonesia termasuk dalam 17 negaara di antara117 negara yang memiliki prevalensi tinggi masalah stunting, wasting dan overweight pada balita. Di mana komposisinya terdiri dari 37,2% stunting, 12,1 wasting dan 11,9% overweight. Yang bikin shock sekaligus ngeri, masalah stunting di Indonesia menduduki peringkat ke-5 secara global. Bukan sebuah prestasi membanggakan untuk hal ini.
Masalahnya stunting ini bukan cuma soal kurang tinggi saja. Ada permasalahan lain yang timbul bersamaan. Pada kasus stunting terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya. Seperti otak, jantung, ginjal dan pankreas. Seremnya lagi kondisi ini terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (kandungan dan 2 tahun pertama usia anak) alias HPK. So, stunting bukan saja ditangani sejak usia sebelum tahun 2 tahun tapi jauh sebelum itu. Kondisi ibu hamil juga sangat perlu dipersiapkan untuk mencegah terjadinya stunting ini.
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kan?
Pada salah satu sesi acara yang dipaparkan oleh seorang dokter saya mendapatkan penjelasan lain tentang stunting yang lebih mudah digambarkan secara grafik.
"Gangguan gizi kronik sejak kehamilan sampai usia 2 tahun yang ditandai dengan tinggi badan menurut usia di kurva merah ke bawah (minus 2 standar deviasi) dengan kecerdasan tidak optimal."
Seperti ini gambaran kurva yang dimaksud pada kartu menuju sehat yang menggambarkan kondisi seperti itu.
Sederhananya, kondisi stunting itu kalau perkembangan anak tercatat pada bagian di bawah garis merah seperti gambar di atas.
Acara yang berlangsung seharian yang saya kira bakal butuh perjuangan untuk melawan kantuk ternyata meleset. Selama acara berlangsung saya terus melek dan antusias sampai sesi terakhir.
Belike:
"yaaaa.udahan, ya?"
Hei, pulang pulang. Masa mau stay di arena acara? hahaha.
Lanjut, yuuuk
Acara yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat ini memang bukan cuma menyasar mereka yang aktif di lapangan seperti petugas Pos Yandu misalnya. Perwakilan dari dunia usaha, ormas dan media juga jadi ujung tombak pentingnya awareness soal bahayanya stunting.
Bukan Cuma Soal Gagal Tumbuh
Kalau ada yang bilang tinggi badan yang pendek karena faktor bawaan, ternyata ini cuma 20% nya saja, lho. Selebihnya sebesar 80% dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti nutrisi, olahraga, obat, stress dan infeksi. Masalah-masalah ini akan berdampak pada perkembangan otak, perkembangan fisik,kesehatan salur cerna dan kesehatan imunitas.
Beneran lho stunting itu bukan cuma gagal tumbuh. Karena dari stunting ini juga bisa menimbulkan penyakit lainnya seperti thalasemia minor. Untuk penyakit ini, penderita harus mendapatkan suntik hormon yang diberikan setiap hari dengan biaya tidak kuang dari Rp. 8.000.000.
Pengen nangis deh. Gimana kalau hal ini terjadi pada masyarakat yang pendapatannya jauh di bawah UMR,ya?
Dari segi demografi, Indonesia mempunyai komposisi penduduk di mana 10%nya adalah golongan lansia, 20% berikutnya merupakan penduduk berusia di bawah 15 tahun dan selebihnya masuk kategori produktif (70%). Bonus demografi ini harus bisa dioptimalkan dan jangan sampai menjadi bumerang sepreti yang terjadi di Brazil.
Dengan penduduk segini banyaknya, faktor gizi yang erat kaitannya dengan pendapatan untuk pengadaannya . Pengobatan memang sudah tercover dengan BPJS tapi yakin mau akrab sama penyakit? Sedangkan yang namanya pengadaan makanan tambahan (ga dibayarin tuh sama BPJS. Jika gizi ibu hamil tercukup. risiko anak stunting bisa dihindari. Di sini saya makin dibuat paham kalau stunting itu bukan soal tinggi badan yang membuat seseorang kalah alam pemilihan pramugari, tentara atau atlet misalnya.
Satu hal yang bikin saya wow waktu dipaparkan dari 5 juta penduduk dengan masalah stunting, 1 juta di antaranya adalah warga Jawa Barat. Ini PR banget kalau ga mau kesejahteraan warga Jabar jadi stuck atau mundur. Jangan sampai Indonesia Emas menjadi Indonesia Cemas kalau ga diantisipasi segera.
Pada tahun 2035 diperkirakan Indonesia memngalami ledakan bonus demografi di mana komposisi usia produktinya mencapai 68% dari keselurahan penduduk. Jumlah ini naik lebih dari setengahnya dari tahn 2019 yang komposisinya sebesar 42%. Jangan sampai SDMnya tidak siap bersaing dengan negara-negara lainnya.
Peran Keluarga Mendukung Ketercukupan Gizi Ibu Hamil
Konsumsi gizi, pola asuh, pelayanan kesehatan serta kesehatan lingkungan menjadi faktor penting untuk memberi dukungan maksimal untuk ibu hamil yang sehat sejahtera. Kongkritnya bisa dilakukan dengan cara-cara seperti perhatian dan kasih sayang dari suami, keluarga (termasuk orangtua dan mertua) minimalnya beban kerja dan stres serta kesehatan mental ibu hamil yang senantiasa bahagia.
Memelihara satu kehidupan sama dengan memelihara kehidupan seluruh manusia
Makanya penting banget untuk fokus pada periode usia 0-6 bulan di mana ASI eksklusif itu wajib banget. Fun factnya adalah DHA yang diperlukan untuk tumbuh kembang anak ternyata hanya akan aktif jika ada zat dari ASI, dengan catatan pengadaan MPASI yang kaya dengan ragam jenis makanan dan protein tercukupi.
Dan ini adalah contoh yang bisa dilakukan untuk mengawal tumbuh kembang bayi sampai usia 24 bulan atau 2 tahun
Siapa yang suaminya masih suka merokok? Kalau beneran sayang sama istri dan anak, udah deh rokoknya distop aja. Bukan saja jadi polusi udara dan bikin sesak napas tapi juga bisa mengganggu produksi ASI. Padahal ASI ini asupan gizi yang penting banget untuk bayi.![]() |
contoh pengaturan makanan bergizi untuk bayi sesuai usia |
Kebijakan Kesehatan dan Kualitas Hidup
Sudah tentu pemerintah dalam hal ini Pemerintah Propinsi Jawa Barat tidak tingga; diam untuk mengatasi masalah stunting ini. Puskesmas jadi ujung tombak dalam kegiatan pemberian makanan tambahan bagi anak bayi dan menunjukan hasil seperti berikut.
Dari sisi edukasi literasi Dilakukan Gerakan Bersama Sobat Literasi Stunting Imunisasi yang mellibatkan pelajar semua tingkatan, mulai dari PAUD sampai SMA dan tentu saja masyarakat umum pun turut serta di dalamnya.
Selain itu masih ada kegiatan lainnya seperti Jabar Zero Stunting dan Jamilah (Jaga Ibu Hamil Lingkungan Bersih dan Sehat) dengan menerapkan intervensi spesifik pada masa kehamilan seperti mengunjungi ibu hamil, ibu menyusui dan balita di bawah 2 tahun, memastikan ibu hamil mengkonsumsi tablet tambah darah dan kegiatan-kegiatan lainnya seperti Memotivasi ibu hamil dan ibu menyusui untuk memberikan ASI Ekslusif serta memastikan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) kaya protein hewani, dan beragam dengan memperhatikan Pedoman Pemberian Makan Bayidan Anak (PMBA).
Dari sisi pelaku usaha pun diperlukan langkah nyata untuk menyukseskan pencegahan stunting ini dengan memperhatikan elemen pekerja. Pekerja yang yang menjadi tulang punggung keluarga juga diharapkan menjadi pekerja yang sehat dan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Maksudnya gimana sih?
Nah ini yang sering terlupakan. Penting banget lho untuk melakukan intervensi mendorong terciptanya keluarga yang sehat dan bahagia. Dengan adanya fasilitas Medical Check Up bagi karyawan, pengusaha bukan saja selesai memenuhi hak pekerja tapi juga perlu ditindaklanjuti.
Dalam kaitannya dengan pencegahan stunting, karyawan wanita yang menyusui berhak mendapat ruang dan waktu untuk memerah ASI. Saya tercerahkan oleh penjelasan salah satu dokter soal ini. ASI yang terbaik tetaplah ASI yang langsung didapatkan bayi dari payudara ibunya. ASI hasil pompa hanya diperlukan pada saat tertentu saja.
Terus kenapa harus dipompa? Ini lah cerdasnya tubuh manusia. Produksi ASI akan menurun secara alami karena tubuh mendeteksi ASI yang harusnya diberikan pada bayi tidak tersalurkan. Jadi memompa ASI ternyata bukan saja soal ketidaknyamanan ibu yang mengalami pembengkakan atau rembes dan basah pada pakaian. Wow. Ciptaan Tuhan memang luar biasa.
Sementara itu dalam kaitannya dengan masa 1000 hari pertama kehidupan, di mana 270 hari pertama adalah masa di alam kandungan penting banget untuk memastikan mental ibu hamil juga dalam kondisi terbaik. Dalam kandungan ibu ini, organ tubuh yang pertama tumbuh pada janin adalah organ telinga.
Makanya ga heran ibu hamil ini tuh disarankan untuk banyak mendengarkan musik klasik, atau murotal bagi umat muslim misalnya. Di sini saya makin paham kenapa psikis ibu hamil berpengaruh pada karakter anak. Misal ibunya ketika hamil ceria, anaknya tumbuh jadi anak yang ceria, atau sebaliknya. Ibu yang banyak bersedih membuat anaknya jadi pemurung.
Tuberkolosis: Penyakit Sosial dengan Aspek Medis
Pada acara ini juga ada sesi khusus yang membahas tentang penyakit tuberkolosis alias TB. TB bukan saja soal penyakit yang harus diobati secara intens tanpa putus dalam jangka waktu 6 bulan dengan disiplin obat seperti yang sudah kita kenal. TB ini juga jadi penyakit sosial yang membuat permasalahan makin kompleks.
Seperti ini yang dibilang oleh Rene J Dubos (1952)
“Tuberkulosis adalah penyakit sosial, pemahamannya menuntut agar dampak sosial dan ekonomi pada penderita dipertimbangkan sama besarnya dengan mekanisme yang menyebabkan basil tuberkulosis menyebabkan kerusakan pada tubuh manusia”
TB ternyata punya nenek moyang yang usianya setara dengan manusia. Bayangkan! Jejaknya sudah ditemukan pada fosil manusia prasejarah dengan usia 8.000 sebelum masehi di Jerman. Dengan rentang tahun yang begitu panjangnya, bisa dibayangkan berapa kali kuman penyebab penyakit ini mengalami mutasi. Serem, ya?
Kenapa disebut penyakit sosial dengan aspek medis?
Dalam rangkain mencapai kesembuhan, seorang penderita TB bukan saja perlu disiplin secara paripurna sampai dinyatakan 100% sembuh. Faktor-faktor penunjang kesembuhan yang dibutuhkan berikut ini jadi alasan yang membuat kita jadi lebih paham betapa mahalnya untuk mencapai kesembuhan seorang penderita TB
- Tersedianya obat obatan
- Mudah menjangkau fasilitas kesehatan
- Ada biaya transportasi ke faskes
- Ada pendamping minum obat
- Karena tidak dapat bekerja maka diharapkan ada subsidi
- Tidak ada stigma di Masyarakat
- Tidak di keluarkan dari tempat bekerja
- Tersedianya makanan yang bergizi baik
- Sanitasi dan ventilasi yang baik untuk mencegah penularan
0 Comments:
Post a Comment
Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.