Saturday 25 May 2024

Belajar dari Gasperini & Xabi Alonso

Mantan Terindah!

Mungkin begitu julukan yang pas buat Xabi Alonso, eks gelandang Liverpool yang tahun ini sukses mengantarkan Bayer Leverkusen menjuarai Bundesliga untuk yang pertama kalinya sepanjang usia berdirnya klub yang sudah pada bulan Juli nanti berusia 120 tahun.

What? Baru pertama

Betul. Ga salah.  sebelum ini Leverkusen  di bawah besutannya Mario Gomez pada musim 2010-2011 hampir juara tapi terpeleset menjelang akhir musim dan harus merelakan trof piring besar Bundesliga jatuh ke tangan kompetitornya, Borussia Dortmund.

Sayangnya sensasi Alonso dan anak-anak asuhnya ternyata harus berakhir di tangan seorang Gasperini. Seorang pelatih yang jauh dari pantauan radar klub-klun elit di Eropa. 

Karir Alonso Sebagai Pemain

Mari kita bahas dulu tentang Xabi Alonso.

Jauh sebelum menjadi pelatih, karir Alonso sebagai pemain juga cukup cemerlang. Data pasa gambar di bawah ini belum termasuk karirnya sebagai pemain timnas Spanyol yang menjuarai Piala Dunia (2010) dan Piala Eropa (2012) juga pencapainnya sebagai Footballer of the year. pada tahun 2013.

Sebagai pemain bola Alonso punya segalanya. Semua gelar sudah didapatnya, baik sebagai individu, pemain klub dan pemain timnas. Lengkap! 

Selain urusan cuan dengan nilai jual alonso yang tinggi entah apa yang membuat Rafael Benitez malah melepas Alonso ke Real Madrid. Mungkin bakal lain ceritanya kalau Alonso pensiun di Liverpool. Tapi mungkin juga nih, kita ga bakal melihat Leverkusen secemerlang ini, kan?

So, seperti kata Hamlet, what ever will be will be.

Menariknya karir cemerlang Alonso sebagai pemain Bayern Munich selalu mendapatkan gelar di bawah besutan pelatih Pep Guardiola. 

Pada tahun 2017, Alonso memutuskan untuk pensiun dan kembali ke lapang hijau setahun kemudian sebagai pelatih Bayer Leverkusen, klub yang belum pernah dibelanya sama sekali saat masih bermain. 


Alonso dan Leverkusen

Selain Munich yang dominan sebagai jawara Bundesliga, raihan prestasi Leverkusen di liga Jerman ini memang ga ada apa-apanya dibanding rival terdekat seperti Dortmund, Schalke 04 atau VFB Stuttgart atau Borussia Mönchengladbach misalnya.

Kondisi Leverkusen saat mendatangan Xabi Alonso pada Oktober tahun 2022 ke Bay Arena pada saat itu pun sedang tidak meyakinkan. Perlahan tapi pasti pada akhir musim 2022/2023 berhasil finish di peringkat 6.

Cuma perlu satu musim saja bagi Alonso untuk. menyulap Leverkusen meraih rekor 51 kali unbeaten di semua kompetisi (28 pertandingan dan 6 kali seri di Bundesliga) sekaligus mencatat sejarah baru untuk Leverkusen sebagai jawaranya Bundesliga

Kejutan Final UEL

Tidak ada yang menyangka justru pada final UEL, Leverkusen malah mengalami kekalahan pertama kalinya setelah 51 pertandingan beruntun yang dijalani.

Atalanta langsung menggebrak lewat gol Ademola Lookman pada menit ke 12. Alih-alih membalas, anak asuh Alonso malah kebobolan lagi 2 kali berturut oleh pemain yang sama di menit 26 dan 75.  

How come?

Gasperini lah orang yang pertama kali memutuskan rekor fantastis Alonso dan anak-anak asuhnya. Pertanyaannya, who is Gasperini?

Karir dan Pencapaian Gasperini

Mari kita kenalan dulu dengan coach yang satu ini.

Gian Piero Gasperini memulai karirnya sebagai pemain pada 1 Juli 1977 bersama Juventus U19 sampai akhir Juni 1978, itu pun oernah dipinjamkan ke klub Regina. Palermo, Cavese,Pistoiese, Pescara, Salernitara dan memutuskan untuk pensiun pada  Juli1993 setelah membela klub Vis Pesaro. 

Tidak ada yang spesial dengan prestasinya sebagai pemain. Bahkan  Juventus baru kembali juara bersama Michele Platini  pada musim 1983-1984 ketika Gasperini sudah tidak berstatus sebagai punggawa "Si Nyonya Tua" itu.

Gasperini masih melanjutkan karirnya sebagai pelatih dengan debutnya bersama mantan klubnya, Juventus sebagai pelatih tim junior dengan durasi cukup lama mulai tahun 1994-2003. selanjutnya Gasperini pindah menjadi manager di klub lainnya mulai dari FC Crotone sampai Genoa sebelum melatih klub Atalanta yang ditukanginya sejak 2016.

Lesson Learn

Sebelum bertemu Leverkusen di final,  Atalanta sebetulnya sudah mematahkan prediksi. Setelah menumbangkan jawara Liga Portugal, Liverpool juga djbuat ga berkutik. Permainan Liverpoolnga berkembang dan jadi bulan-bulanan gempuran Atalanta. 

Keajaiban seperti di Istanbul saart melawan AC Milan tahun 2005 atau membalikan keadaan ketika menjamu Barcelona di semifinal Champions 2019 tidak terjadi kali ini. 

Sebuah kebetulan juga, setelah kalah dari Atalanta, performa Liverpool terus merosot dan terlempar dari rally perburuan gelar juara Premier League. Sedih deh kalau inget ini 😄

Skuad Atalanta yang diracik Gasperini memang tidak se-wah Liverpool misalnya dan dibandingkan dengan Leverkusen, Atalanta bukanlah favorit juara. 

Tapi Alonso tidak melakukan hal yang sama oleh Gasperini. 

Gasperini serius mempelajari kelebihan dan kekurangan timnya juga tim lawan. Strategi Gasperini berhasil meredam 3 klub besar Eropa; Sporting Lisbon, Liverpool dan Leverkusen.

Secara prestasi Gasperini memang jadi seorang  pelatih yang under rate tapi dengan jam terbangnya ia bisa memaksimalkan strategi dan skuadnya dengan racikan yang pas saat lawan-lawannya lengah. 

Itu dari sisi teknis.

Bukan cuma keberuntungan sih menurut saya tapi Gasperini punya kerja keras yang tak ksat mata. ungkin ini saat yang tepat bagi Tuhan membalas kerja kerasnya. 

Kalau membandingkan statistik prestasi memang ga masuk akal seorang Gasperini bisa membuat keajaiban. Tapi kita tidak pernah tahu invisble hand yang membuatnya menciptakan. keajaiban. 

Pun begitu dengan Alonso. Meskipun sensasinya bersama Leverkusen terhenti, karirnya sebagai pelatih yang jam terbangnya belum sebanyak pelatih elit lainnya ia punya manajemen yang baik. Dengan skuad yang juga bukan skuad wah, Alonso membuat anak-anak asuhnya yakin dan percaya dengan kerjasama mereka bisa melakukan sesuatu yang luar biasa. 

Baik Gasperini dan Alonso masing-masing punya milestone, titik baliknya masing-masing. Mereka punya cara berbeda untuk bekerja. Tapi mereka punya keseriusan dan kerja keras. 

So, kalau kita membandingkan pencapaian kita dengan orang lain yang terlihat wah dan jomplang banget memang bisa bikin stress. 

Begitu juga dengan kita. Apa yang kita capai hari ini menjadi lebih baik dari kemarin adalah sebuah prestasi tanpa harus puyeng memikirkan hasil orang lain.

Rumput tetangga memang biasanya lebih hijau tapi rumput di depan rumah kita juga tidak akan pernah menghijau kalau kita sibuk mengintip halaman tetangga dan lupa merapikan rumput di halaman sendiri. 

Bukan begitu? 

Share:

0 Comments:

Post a Comment

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.