Tau dong dongengnya Snow White, yang punya ibu tiri sirik karena merasa kalah cantik? Dari dongeng klasik ini, sebenarnya ga dari dulu atau di mana aja semua perempuan itu punya cita-cita eh keinginan yang sama. Bahkan katanya Cleopatra rajin mandi susu buat perawatan kulitnya. Ga kebayang berapa susu yang dihabiskan buat dia sekali mandi kalau mandinya ala-ala bathub gitu ya?
Sementara di saat sekarang, persepsi cantik buat semua wanita itu adalah yang kulitnya putih. Dulu nih di tv copywriting iklan sering menonjolkan yang cantik itu kalau kulitnya putih.
Jadinya yang kulitnya berwarna sawo kematengan kayak saya rasanya terintimidasi gitu lho. Emang kenapa sih dengan kulit berwarna? Ga cantik? Padahal diva-diva atau pemaen film banyak yang cantik walau kulitnya berwarna. Let's saya Beyonce, Halley Berry atau rada lawasan ada Mariah Carey yang tetep cantik dengan kulit berwarnanya itu.
Terus di zaman 4.0 seperti ini, saat akses informasi segitu mudahnya mengalir dari ujung jari, persepsi cantik harus putih itu makin masif aja. Pernah kan, liat iklan di sosmed atau market place yang menjanjikan perubahan warna kulit jadi putih dalam waktu instan?
Tunggu....
Ini muka kita lho. Bukan mie instan. Kalau kenapa-kenapa gimana memperbaikinya? I mean, kalau rusak biaya mengobatinya bakal lebih mahal! Bukan soal biaya aja yang bikin nyali kita menciut tapi juga efeknya. Boro-boro kosmetik umum yang punya izin resmi, untuk para bumil aja ga boleh sembarangan lho pake kosmetik atau skin care.
Nah, ini yang mau saya ceritain sekarang. Hari rabu kemarin, 16 September 2020 saya ngikutin webinar yang diselenggarakan oleh BPOM soal
Cantik itu ga sama dengan putih! Jangan mau dibodo-bodoin sama propaganda yang ga jelas. Karena buat saya penting banget diketahui semua orang soal bahaya pemakaian kosmetik abal-abal. Sekalian meluruskan soal persepsi cantik itu tadi.
Acara dibuka dengan paparan dari DR Penny K. Lukito, MCP selaku Kepala Badan POM RI. Dalam paparannya DR Penny menjelaskan kalau urusan keamanan kosmetik ini udah ada payung hukumnya lho, yaitu PP No 23 Tahun 2019. Bayangin, walaupun udah ada pengawasan sejak dari produksi sampai pemasaran tapi tetap aja ada 'mafia' bisnis kosmetik yang tetep berani menjual kosmetik dengan klaim bisa menyembuhkan masalah kulit.
Hello??? Obat? No, Dear, Camkan baik-baik ya.
Kosmetik itu bukan obat
Jadi kalau ada iklan yang klaimnya gini, centang pertama: MENCURIGAKAN
Selanjutnya secara berturut-turut ada paparan lainnya yang disampaikan oleh Dra. Mayagustina Andarini, Apt, MSc, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional Suplemen Kesehatan dan Kosmetik, dr Listya Paramita , Sp.KK dan dr Anggind G. Andromeda atau lebih dikenal sebagai Dokter Grand Lich.
dr Grand ini juga punya channel youtube yang suka membahas seputar kosmetik/skincare. Postingannya banyak membantu meluruskan pandangan kita kalau kosmetik aman itu ga selalu mahal dan mudah ditemukan. Cari aja di youtube, ya.
Mari kita perjelas definisi kosmetik biar ga keliru lagi.
Dari penyalahgunaan kosmetik abal-abal berbahan merkuri sebagai bahan berbahaya yang banyak digunakan dalam komposisi kosmetik, pasar merkuri ini meraup keuntungan yang deretan nolnya bisa bikin mata kita berkunang-kunang saking banyaknya, 20 Milyar Dolar Amerika, lho! Atau kalau dikonversikan ke rupiah ini setara dengan 283 trilyun.
Balik lagi sedikit ke PP No. 23 Tahun 2019 yang saya bilang di atas tadi beberapa efek berbahaya yang ditimbulkan oleh merkuri pada tubuh kita antara lain:
- Kanker
- Gangguan Janin
- Gangguan Saraf
- dan Penyakit Ginjal Kronis
Sialnya untuk mendeteksi keberadaan merkuri itu ga segampang mitos yang bilang menggosokan emas ke kulit yang sudah diolesi produk yang kita amati. Hmmm...
Deteksi Merkuri dengan Emas itu Mitos, Gaes!
Jadi gimana cara mendeteksi kosmetik yang mengandung merkuri? Yang paling akurat ya bawa kosmetiknya ke laboratorium untuk diteliti. Tapi secara sederhana bisa lho dideteksi dengan beberapa tanda berikut. Biasanya yang seperti ini patut dicurigai
- Kemasan minimalis alias ga mencantumkan Label
- Ga ada info izin edar bpom), tanggal kadaluarsa dan komposisi bahan yang tercantum
- Janji manis hasil instan
- Kalau sudah terlanjur pakai bisa muncul tanda-tanda yang banyak diabaikan seperti: kulit jadi tipis, terititasi dan rasa seperti terbakar
Selain propaganda iklan yang level muluk-muluknya udah overdosis, peran cirlce pertemanan di antara kita juga bisa memicu orang untuk mengambil jalan pintas untuk tampil kinclong dengan cara cepat itu tadi. Pernah dengar kan celetukan gini:
Kok kamu item?
Padahal ga ada yang salah dengan tone kulit hitam/gelap. Ya kayak saya bilang di atas tadi kalau kulit cantik dan sehat itu bukan monopolinya yang berkulit putih. Tuh Kaisar Julius Agustinus aja sampai tergila-gila sama Cleopatra yang notabene berkulit gelap.
Jadi definisi kulith sehat itu gimana?
Bersih, cerah. Udah gitu aja. Kan Tuhan juga udan menciptakan manusia dari berbagai ras dengan tone kulit yang berbeda. Kalau masih ga percaya, coba deh jalan-jalan ke luar negeri dan cari drug store yang menjual skin care/kosmetik. Ga ada yang menjual produk dengan label "pemutih". Yang ada bule-bule di luar sana itu kan sampai ngebetnya pengen punya kulit eksotis kayak orang asia kebanyakan.
Makanya tokoh selebritis seperti Vidi Aldiano dan Dini Aminarti juga ga mau asal ngambil endorse kalau ga mengedukasi. Mungkin terasa klise ya, tapi bagi Vidi, perempuan cantik itu ga bisa cuma diukur dari penampilannya aja. Otak smart juga jadi salah satu hal yang bikin seorang perempuan punya inner beauty yang shining shimmering splendid gitu lho .
Saya dibuat kesel dan gemes pas Ibu Mayagustina dan perwakilan BPOM lainnya cerita gimana kosmetik bermekuri ini diproduksi. Ternyata bukan dibuat di pabrik/laboratorium yang kehigenisannya terjaga. Kosmetiknya diproses dari ember, diproduksi di rumah. Gatel-able ga bayangin lihat kayak gitu?
Kalau ada teman yang udah kepalang pakai produk ini jangan lupa ingetin dengan cara yang baik-baik. Heart to heart alias dari hati. Jangan mempermalukan dia dengan komen yang malah membully. Kasih support kalau dia ga harus mengorbankan masa depannya demi kata cantik yang identik dengan putih.
Kalau masih penasaran gimana sih ukuran maksimal kecerahan kulit kita. Caranya gampang. Berdiri depan kaca dan bandingkan warna kulit wajah dengan warna lengan bagian dalam atau dada kita. Segitu tuh mentoknya.
Saya sendiri ga menampik pengen punya kulit cerah (bukan putih ya). Tapi ga mau asal pake kosmetik. Selain setia (((setia))) sama produk yang terbukti aman yang lagi saya pake, saya lagi rajin-rajinin lagi menjaga kesehatan dari dalam. Ini yang buakal support biar kulit kita sehat. Ada yang samaan kayak saya ga?
- Minum air yang banyak
- Banyak makan buah dan sayur yang cukup
- Hindari stress
- Yoga dan banyakin jalan kaki
- Tidur yang cukup (ini pr banget sih hahaha)
Mari sayangi kulit kita dan luruskan kembali persepsi glowing itu ga harus maksa jadi putih.