Kali pertama kenal eh tau ada hutan di Bandung itu waktu aku masih SD. Sekitar tahun 90an awal. Iya, selama itu. Tiga puluh tahun yang lalu :). Dulu maen ke Taman Hutan Raya Djuanda (Tahura) rombongan bareng tetangga pake truk tentara itu lho. Padat dan siap doyong ke kanan atau ke kiri. Tergantung gimana truk mengikuti kelokan curamnya jalan.
Sampai di sana, lanjut dengan menyusuri jalan jalan setapak hutan dan berakhir di Maribaya. Lumayan berasa capenya. Apalagi buat bocah piyik gitu, kan. Udah untung ga minta digendong karena mopo alias lemes kacapean.
Lalu ke sana lagi tahun 2000an pas bareng temen-temen kuliah. Maen ke sananya siang sih, lepas dzuhur. Sempat nyasar segala dan berhasil finish saat maghrib. Suasananya lumayan spooky karena langit udah gelap, sampai sempat nyasar juga nyari jalan keluar. Aku dan teman-teman berusaha membuang pikiran macem-macem. Jangan punya sugesti aneh. Akhirnya kami bisa keluar. Istirahat di warung yang ada di pintu keluar lalu turun pulang dan mampir makan bakso di pedagang kaki lima.
Awal tahun 2020 ini ga sampai seminggu aku udah dua kali maen ke sini. Suasananya jauuuuh berbeda. Udah pangling. Taman Hutan Djuanda yang familiar dengan sebutan Tahura sudah bertransformasi jadi lahan wisata alam yang friendly buat pengunjung. Soal cape sih relatif, tergantung berapa jauh kita berjalan. Ga harus terus nembus sampai ke Maribaya. Cuma sampai gua Belanda pertama lalu balik lagi pun ga ada yang larang.
Dulu taunya Tahura cuma hutan lindung di tengah kota yang di dalamnya jadi saksi sejarah di mana Belanda dan Jepang pernah bersembunyi. Ya kurang baca dan kurang akses informasi sih ya hahaha. Padahal ga begitu.
Jadi singkat ceritanya gini. Pada jaman penguasaan Belanda di Indonesia, Tahura dirintis pada tahun 1912 dengan nama asalnya Hutan Pulosari. Di hutan ini dibangun terowongan untuk menyadap aliran sungai dari Sungai Cikapundung. Nah terowongan yang dibangun ini yang kemudian hari dikenal sebagai Gua Belanda.
Sekitar tahun 60-70an setelah Indonesia merdea, Gubernur Jabar pada waktu itu, Mashudi menggagas hutan ini jadi hutan wisata. Pada tahu 1965 hutan ini secara resmi diberi nama Taman Hutan Djuanda yang dikukuhkan melalui Kepres pada tahun 1985 (asalnya bernama Hutan Wisata Alam Curug Dago), sebagai bentuk penghargaan bagi pemimpin Jawa Barat pada waktu itu, Ir. H. Djoeanda Kartawidjaja yang berjasa dalam tercetusnya Deklarasi Juanda.
By the way, secara singkat deklarasi ini berisi tentang pernyataan wilayah Indonesia yang mencakup laut di sekitarnya, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut PBB atau populer dengan United Nations Convention on Law of The Sea.
Segitu dulu flashback sejarahnya, ya. Sekarang kita ngomongin Tahura di masa kini.
Awalnya dari obrolan di grup chat Emak-emak Blogger Bandung. Wacana jalan-jalan santai ke alam mengerucut ke Tahura sebagai destinasinya. Soal, pada tanggal 12 Januari 2020 disepakati Mc Donald's Dago sebagai assembly point alias titik kumpul. Titik kumpul buat pergi barengan ya. Bukan titik kumpul yang identik dengan safety briefing kalau ada bencana itu. Duh, jangan sampai.
Sebenarnya udah disepakati untuk berangkat bareng jam 6 pagi dari sana. Berhubung aku lagi cuti solat (karena lagi massanya siklus periodik), bangun kesiangan dong sekitar setengah 6 kurang. Ampun dah. Malah nyalahin tamu bulanan.
Ya udah lah, begitu bangun langsung loncat ke kamar mandi. Byuur.... byuuur... mandi, cuci muka, gosok gigi terus pake baju dan dandan ngebut. Rencana dandanan rada spesial pun ambyar. Komitmen untuk dateng tepat waktu harus terpenuhi. Jam 5.50 berangkat dari rumah dan sampai McD Dago jam 6.18. Telat , Cuy! hahaha maafkan.
Sambil ngatur nafas dan ngopi dulu, di sana ada Nchie dan Madame Vivera udah nungguin. Mayan juga buat mengatur nafas karena buru-buru dan pikiran ga fokus karena mikirnya buran cepet sampe ga bisa terealisasikan. Entah kenapa semesta Bandung hari itu berkonspirasi meramaikan jalan. Mungkin maksudnya nemenin (yaelah).
Jam 7 kurang dikit akhirnya kami bertiga pergi menuju Tahura. Diantara jeda waktu ini kami nungguin barangkali ada yang tercecer eh kesiangan. Ternyata banyak yang berhalangan. Baiklah, the show must go on.
Waktu tempuh dari McD yang posisinya di simpang Dago sampai tujuan sebenarnya ga lama. Kurang lebih 15 menit. Mobil dan motor ramai-ramai merayap menuju puncak asmara Bandung. Punya tujuan yang sama, menikmati sejuknya Bandung dari ketinggian.
Kami sampai di Pintu Masuk II dan parkir di sana. Sebelumnya jangan lupa untuk bayar tiket masuk dulu, ya. Kalau cuma dateng sendiri hanya kena biaya 12.000 saja untuk tiket masuk dan asuransi kecelakaan.
Sedangkan untuk yang bawa motor atau parkir ada biaya tambahan tersendiri. Kalau ga salah sekitar Rp. 7.500 untuk satu motor. Waktu itu kami datang bertiga, dimana aku dibonceng Nchie dan Madame Vivera jalan sendiri dengan motornya.
Sebenarnya sejak meluncur dari McD dinginnya utara Bandung sudah memeluk kami. Begitu sampai di Tahura, pelukannya semakin erat dengan sensasi kesejukan yang sudah lama jadi sesuatu yang antik, susah didapatkan.
Sekitar jam 7.30 pagi belum banyak pengunjung yang datang. Jalanan dari pintu masuk pun sudah pedestrian friendly, sudah beralaskan aspal. Beberapa ada yang datang dengan mengayuh sepeda.
|
Nih lajur jalan kaki dari pintu masuknya. Enakeun, kan? |
Ngomong-ngomong soal sepeda di sini juga tersedia jasa penyewaan. Kalau mau lebih eksotik, bisa sewa kuda. Terserah lah ya mau pake sarana transportasi yang mana. Sepeda roda, kuda atau naik kaki sendiri hihihi...
Dulu jaman bocah suka rempong deh kalau mau jalan-jalan gini. Nyiapin bekal makan dan minum biasanya udah disiapkan sejak sehari sebelumnya. Well, sebagai generasi milenial (atau terpapar style-nya milenial) yang simple dan ga mau ribet, urusan bekal gini ga usah bikin galau.
|
Kalau pagi warungnya masih tutup. Asik juga buat latar foto |
Di kanan kiri jalan menuju hutan ada banyak warung-warung yang menjual kebutuhan kita, just incase lapar atau haus. Dari air mineral sampai minuman kekinian, ada. Dari gorengan sampai mie seduh dalam gelas pun ready. Siapkan saja perut dan uang tunai (ga nemu warung yang melayani pembayaran e-wallet semacam Ovo, Dana dsb). Cuma kalau dateng masih pagi emang masih pada tutup. Biasanya warung-warung di sini baru buka sekitar jam 9-10an gitu lah.
|
Ga boleh ada spot unik, hasarat foto langsung keluar.
Credit: Nchie Hanie |
Lewat dari Kafe Holland Spot (untuk yang ini akan aku ceritakan di postingan terpisah, ya) Kami jalan terus menuju gua belanda. jarak yang ditempuh ga terlalu jauh. Sepertinya ga sampai 5 km sih kalau diitung PP.
|
Jangan kasih makan monyet, ya |
Kadang ga kita bisa menjumpai monyet-monyet hutan di sepanjang hutan. Seperti yang sudah diperingatkan di papan pengumuman. Pengunjung jangan memberi makan primata yang satu ini. Meski kadang mereka suka iseng ngerampas makanan yang kita punya atau terlihat. Ga usah parno juga sih, karena ga akan menyerang. Kalau difoto mereka kayaknya tau lagi jadi model, jadi pada anteng gitu difotoin. Sadar kamera banget hahaha.
Banyaknya orang lain yang berpapasan dan sedikit foto-foto membuat acara jungle walk hari itu ga bikin cape. Belum lagi sudut-sudut unik yang membuat hasrat foto-foto makin membuncah. Makanya jadi ga kerasa cape.
|
Salah satu hobiku, motoin yang moto :) |
Kalau mau jalan terus, dari Pintu II ini bisa sampai ke Maribaya atau singgah di beberapa spot seperti Penangkaran Rusa atau Curug. Tapi kami bertiga hanya menyusuri goa Belanda dan balik lagi ke luar (sebelumnya mampir dulu di Kafe Holland Spot dan lebih banyak waktu yang dihabiskan buat nongkrong hahaha).
|
Yang mojok di sisi kana itu para guide yang menawarkan jasa sorotin senter.
Ini difotin sama Nchie sebelum masuk |
Di pintu luar Goa Belanda ini ada jasa pemandu yang menyiapkan lampu senter dengan charge 30.000 untuk satu jalur bolak balik. Ga ada paksaan untuk menyewa jasa mereka. Kalau mau memanfaatkan lampu senter yang ada di hp pun sudah cukup membantu. Ya meskipun pendar sinarnya ga sebendarang senter para pemandu ini, ya. Tau sendiri lah, ya bagaimana kapasitas sorot lampu senter dari hp ini menerangi jalan di depan.
|
Difotoin sama Nchie Hanie |
Sedikit aroma lembab di dalam gua ini membuat ingatanku memutar lagi film-film perjuangan yang pernah aku tonton. Bayangan tentara Belanda atau pejuang yang mengendap atau berkejaran sempat muncul tapi buru-buru aku tepis. Cuma mau menikmati suasana saja, ga usah bawa pikiran aneh-aneh.
|
Madame: "Kamu ke situ, aku fotoin. Geser... iya pas!" |
Sampai di ujung lorong goa kita bisa melanjutkan perjalan atau balik lagi ke pintu masuk sebelumnya. Nah pas balik lagi ini aku seolah merasadi gua ini kok rame gitu, ya. Kayak banyak orang meski ga riuh karena ga sampai 10 orang yang sedang jalan di dalam goa. Duh kok jadi bahas yang horor, ya? :D Tapi aman, kok, kami kembali ke pintu masuk goa semula dan melihat pengunjung udah mulai ramai.
|
Disuruh pose sama Madame, ya udah nurut aja hahaha |
Nah, aku sarankan untuk datang sepagi mungkin agar tidak mengalami kebocoran di latar belakang fotonya. Paling sebel kalau udah gini, kan? Sementara kita ga berhak juga buat mengusir orang lain demi latar yang clear and clean.
Dari Goa Belanda ini kami transit di Kafe Holland Spot dan menghabiskan waktu dari jam 9 pagi sampai jam 11. Sarapan pagi dan ngobrol di sana rasanya betah banget. Ngantuk dan perut terasa penuh jadi alasan kami untuk memilih pulang ke rumah hahaha. Padahal pengen banget motret-motret spot lainnya. Next time deh kami ke sini lagi, ya.
|
Sambil ngopi pose dulu lah buat koten wkwkwk.... credit foto: Nchie Hanie |
Selain Goa Belanda, di Tahura ini ada spot yang bisa dikunjungi dengan satu kali tiket terusan tadi. Apa saja? Ini nih:
- Monumen Ir. H. Djuanda
- Curug Dago
- Museum Ir. H. Djuanda
- Out Bond
- Goa Jepang
- Penangkaran Rusa
- Lava Pahoe-hoe
- Curug Omas
- Tebing Keraton
Mana dulu destinasi selanjutnya? Maunya semuanyaaaaa.....
|
Dikit-dikit foto.... Ya sayang juga kan mumpung ada venue bagus eh aku malah moto ke depan hahaha
Credit foto: Nchie Hanie |
Gimana dengan kalian, Teman-teman? Ada yang sudah pernah ke sini? Yuk, maen ke sini. Asik lho maen ke alam itu. Aroma alamnya sangat ampuh melepas stres. Hal yang tudak bisa kita dapatkan dengan nge-mall.
*) Referensi sejarah hutan Djuanda diambil dari http://tahuradjuanda.jabarprov.go.id/Tentang_Kami.html