Katanya kalau ngasih makan urang Sunda itu gampang. Kasih aja nasi sama cobekan, terus suruh maen di kebun. Bisa anteng dan balik-balik udah kenyang.
Kalau redaksi nyundanya sih kurang lebih kayak gini:
"Gampang lah maraban urang Sunda, mah. Kencarkeun weh di kebon. Bekelan sangu jeung coet. Engke oge waregeun, geura."
Yang ngerti redaksi di atas bakalan ngakak. Terus kayaknya bakal bilang gini: "situ kambing apa orang?"
Lain waktu, kalau makan nasi nyunda bersama temen, dengan senang hati saya akan mengunyah lebih banyak lalapan yang ga disentuh. Let's say daun surawung alias kemangi, tespong, daun singkong, daun selada, timun, terong dan jenis-jenis lalapan lain. Makanya Nchie pernah ngeledek saya sambil menirukan suara kambing kalau lagi barengan makan, sementara saya kelihatan lahap makan sayuran. Ah bodo amat. Yang penting enak!
Tapi tau ga sih, kalau ternyata rahasia cantiknya nenek moyang urang sunda dulu itu karena mereka doyan makan lalap? Makannya kulit mereka bersih, halus dan mulus. Ya sih, kondisi kulit saya emang ga kayak mereka, karena udah terpapar makanan yang serba instan, khas generasi micin.
Makanya, sadar diri deh. Buat mendetoksifikasi efek makanan yang serba instan dan artifisial, saya banyakin makan makanan sehat semacam lalapan gitu. Daripada enggak sama sekali, yekan?
Kita balik lagi ngomongin makanan urang sunda, ya.
Paket nasi lengkap berupa nasi panas, goreng tahu atau tempe, sepotong ikan atau daging berikut lalapan dan sambel udah naik level jadi makanan berkelas. Coba perhatikan, resto-resto yang menyajikan makanan sunda baik dengan sistem perasmanan atau paket mematok tarif dengan harga yang lumayan mahal.
Kabar bagusnya ga semua restoran sunda ngasih rate harga yang mahal, kok. Contohnya RM Cijantung yang dulunya bernama RM Ciganea. Bermula dari rumah makan Sunda milik Hj Siti Aminah di Purwarkarta, kini RM Cijantung sudah banyak tersebar di Bandung dan ramai dikunjungi bagi peminat makanan khas Sunda..
Beberapa hari yang lalu, barengan beberapa teman saya menghabiskan waktu untuk makan siang di di cabang RM Cijantung yang berlokasi antara persimpangan Jalan Van Deventer dan Jalan Cibunut. Resto yang baru saja dibuka sekitar bulan Juni 2018 ini punya konsep berbeda dibanding cabang lainnya.
Rumah makan berlantai 2 ini mempunyai kapasitas 120 orang. Cocok banget buat acara buka bersama, perayaan ulang tahun atau arisan. Dengan eksterior dan interior gedungnya yang mirip kafe, banyak pengnjung yang dibuat amaze. Ini kafe atau restoran sunda? Biasanya restoran sunda itu biasanya mengusung konsep lesehan, atau saung-saungan dengan kolam-kolam di sekitar meja pengunjungnya.
Seperti dibilang oleh manajernya Adrian, memang konsep arsitek milenial yang ditawarkannya. Menarik, lho karena di tengah-tengah gempuran kafe dan outlet yang modern dengan menu western, RM Cijantung Van Deventer ini bisa memenuhi sekaligus dua hal kebutuhan pengunjung. Perut kenyang dan lini masa yang menawan. Nilai plus lainnya bisa menjaga engagement anak-anak muda dengan warisan kuliner lokal dengan konsep modernnya ini. Murah dan enak pula.
Setiap pemesanan nasi paket utama seharga 30 ribu, kita akan mendapatkan nasi, daging ayam atau ikan (pilih salah satu) sambel dadak plus lalapannya. dan teh tubruk yang bisa diisi ulang. Khusus soal sambal dadak, yang satu ini jadi menu unggulan semua cabang RM Cijantung. Dengan menggunakan tomat sebagai bahan utama, setiap pemesanan menu akan mendapatkan sambel yang fresh. Bener-bener baru dibuat ketika dipesan. Jadi bukan sambel yang stoknya disimpan dalam jumlah banyak dan disajikan ke pengunjung, lho.
Urungkan dulu niat dietnya kalau mau makan siang di sini. Soalnya dengan sambelnya yang nikmat itu kita ga akan ragu buat nyendok lagi nasinya. Saya aja sampai nambah dua kali, lho. Mana ikan gorengnya kriuk banget. Ini bukti kalau yang bodi kecil, nafsu makanya kayak naga hahaha.... Eh iya, jangan lewatkan juga pepes tahu dan pepes jamurnya, lho.
Ciri khas dari sambel dadak Cijantung memang punya level kepedasan yang sedang. Ga terlalu nonjok (((nonjok))) yang bikin lidah terasa terbakar atau bibir terasa dower setelahnya. Tapi kalau punya nyali kuat dan merasa pengen dapat tantangan lebih, kita bisa rikues sambel yang level kepedasannya di atas rata-rata.
Selain paket dasar yang saya sebut tadi, kita bisa menambah menu lainnya. Just in case, masih ada ruang kosong di lambung atau memang laparnya pake banget, masih ada aneka pepes seperti pepes tahu, pepes jamur, pepes teri, perkedel, karedok, pencok dan menu-menu khas sunda lainnya. Lain kali, kalau mampir lagi ke sana, saya pengen nyobain pencok leunca dan Soto Bandungnya. *duh lap iler*
Berbeda dengan cabang lainnya yang sudah tutup pada jam 4 sore, Cabang RM Cijantung Van Deventer ini baru tutup jam 8 malam. Kabar bagus bagi teman-teman yang siangnya ga sempat menyambangi RM Cijantung lainnya, ya udah lah. Cus aja ke sini, karena hasrat lapar kalian akan segera tertuntaskan di sini.
di bandung banyak teh.. padahal mah..
ReplyDeleteLah emang saya makannya di rumah makan yang ada di Bandung, kok
DeleteAyam cijantung ini tuh enak banget, ku suka
ReplyDeleteIyes, gurih dan lembut dagingnya
DeleteAssalamu'alaikum. Salam kenal makmin Efi. Seneng bisa maen ke blogmu. Hehe..jadi ngiler liat menu sunda apalagi ada ayamnya. Wooww... Nice post.
ReplyDeleteWaalaikumsalam. Sini, sini maen ke Bandung. Nanti aku temenin makan di sini :)
Deletemalam malam main kesini jadi laper :D .. mana jauh juga yaa .. susah dapet yang seperti ini disini hiks
ReplyDelete