Biar belum jadi emak, saya enggak risih buat bergaul
dengan para emak. Buktinya nih, saya ikutan komunitas emak-emak blogger heuheu... Dari chit chat santai sampai thread rada serius saya
jabanin. Alhamdulillah, senengnya
punya teman-teman yang
woles, positif thinking dan dewasa menghargai perbedaan. Umur sih boleh
nambah, niscaya itu mah. Tapi soal kedewasaan? Belum semua bisa. Saya
ga mengklaim udah
beneran mature, tapi berusaha
untuk ke arah sana.
Makanya pas ada tawaran Seminar
Parenting saya sambut juga buat diikutin. Kayak acara tanggal 25 Januari 2015 kemarin. Konten acaranya padat, keren banget,
lah. Acara seminar dengan tagline “Integrated Learning for
Family Integrity” dibagi dalam 2 sesi.
Sesi pertama menggelar
Manajemen Keuangan dan Bisnis dalam Keluarga, dilanjutkan dengan Membangun Keluarga Berkarakter Dengan Home
Education. Oke, kita ulik dulu
dari yang pertama, ya.
Manajemen Keuangan dan Bisnis dalam Keluarga
Untuk sesi ini ada Febiola Aryanti seorang praktisi Islamic Financial Planner dan Muri Handayani,
pemilik online shop Hijab Razha dan seklah bisnis online.
Ngomong-ngmong kenapa harus islamic financial planing, ya? Emang bedanya
apa dengan perencanaan keuangan konvensional?
Ternyata
kata kuncinya adalah always keep
Allah in mind. Coba simak dalam beberapa paparan perencanaan keuangan
konvensional. Emang ga ada yang salah,
sih. Cuma enggak disinggung batasan
halal-haram. Jadi nih, ada beberapa perbedaan yang perlu
digarisbawahi kalau dalam islam kita cuma
dititipin harta buat mengelola. Soal
bagaimana mendapatkan dan dipakai buat apa juga perlu diperhatikan, sederhananya
menghisab diri sendiri. Harta kita
sudah bersih, belum?
Ngomong-ngomong peran istri
sebagai menteri keuangan di rumah bukan cuma
seksi juru bayar aja.
Kudu smart juga mengendalikan cash
flow dan
jangan malas mencatat
pengeluaran keuangan. Saya jadi nyengir, tersenyum malu soalnya suka sekenanya, seingetnya kalau
nyatet pengeluaran. Kalau merasa
ada pengeluaran yang
ga jelas baru deh setengah
mati meras otak
buat merecall memori, abis dipake
apa, aja. Biasanya saya lakukan kalau dompet udah menipis, hihihi.... kebiasaan yang jelek, ya. Giliran dompet lagi
rada gemukan malah woles-woles,
aja. Padahal mau dompet gendut, atau kurus tetep aja
kudu rajin nyatet pengeluaran. Enggak harus ribet nyari aplikasi ini itu atau kuliah akuntansi kok,
gimana asiknya kita aja. Ternyata
masalahnya bukan soal susah gampang, ya!
Tapi niat, catet *nunjuk hidung sendiri*
Kalau Bu Febiola Aryanti membahas soal mengelola keuangan,
maka Muri Handayani yang akrab
disapa dengan Teh Hani lebih banyak sharing pengalamannya mengelola
bisnis onlinenya. Kalau dari teteh cantik ini saya ngambil
satu kata kunci yang cetaar, sukses
itu satu paket dengan gagal. Ada
cost learningnya. Jangan ngaku bisnisnya
baik-baik saja kalau belum pernah
menghadapi masalah. Kenapa bilang gitu? Soalnya pemilik bisnis
online hijab ini harus
jatuh bangun beberapa kali membangun
bisnisnya. Merugi juga sudah
dialaminya beberapa kali hingga akhirnya
menemukan chemistry di bisnis yang digelutinya sekarang.
Membangun Keluarga
Berkarakter Dengan Home Education
Mendidik Dengan Cinta
Kalau dalam sesi pertama dua narsum tampil sekaligus, maka sesi kedua ini Bu Irawati Istadi
dan pasangan duet trainer Ikhsanun
Kamil - Citra Cuaca Elmart tampil
dalam sesi yang terpisah. Bu Irawati
yang juga sudah menulis 15 buku anak dan Parenting Best Seller: Mendidik Dengan Cinta ini memaparkan
seluk beluk tentang Home Education yang diterapkannya. Well, mungkin faktor perut
yang kriyuk-kriyuk bikin saya
perlu waktu rada lama buat mengunyahnya.
O, ya hampir lupa. Seluruh rangkaian acara yang saya ikuti kemarin ini digagas
komunitas Home Schooling Muslim Nusantara. Ok, balik
ke topik, ya. Banyak yang masih salah
kaprah soal home schooling. Masih
banyak yang menjadikan home schooling
sebagai bentuk pelarian dari sekolah formal
yang hasilnya mengecewakan atau
enggak merasa cocok.
Padahal
enggak cukup sampai di situ saja.
Untuk menyelenggarakan home schooling di
rumah, orang tua harus mempersiapkan
diri dengan bekal yang cukup, banyak
bergaul dan sharing dengan
komunitas orang tua yang menyelenggarakan home schooling. Meski belajar
di rumah, enggak berarti kaku
juga, ya. Tetap aja perlu terkoneksi
dengan dunia luar biar dapat banyak pencerahan.
Apalagi yag namanya homeschooling
tetap harus disiplin dan komitmen dengan agenda
yang suah disiapkan. Kalau enggak, bisa keteteran dan anak jadi korban karena belajarnya
yang kelewat santai. Ish, jangan sampai dong.
Dalam menyelenggarakan home
schooling, ortu juga berperan lebih
esktra sebagai pemandu bakat anak dan membantu mereka plus minus
yang mereka miliki. Mendidik dengan cinta akan membuat anak lebih mudah menyerap dan
mengikuti orang tua. Triknya, sampaikan
dulu yang positif dari anak,
baru sampaikan kekurangan anak
untuk dperbaiki. Berdasarkan pengalaman
Bu Irawati yang punya 6 anak ini,
trik yang dilakukan berhasil. Bu
Irawati yang fasih mengutip
beberapa ayat Quran sebagai dasar
untuk mendidik anak dengan cinta berdasarkan Quran ini
mengkhususkan waktunya untuk menulis saat suami dan anak-anaknya sudah
tidur atau istirahat. Me time yang
dipakai untuk menulis benar-benar
tidak mengganggu waktu untuk
keluarga. Mungkin ini yang membuat Bu Irawati
terlihat langsing terus karena istirahatnya yang sedikit, ya. :)
Menyiapkan Keluarga Harmonis
Nah, ini sesi terakhir yang jadi favorit buat saya. Sayangnya alokasi waktu yang
tersedia hanya sedikit mengingat
durasi seminar yang hampir usai. Biar
sebentar bikin jleb-jleb dan peserta enjoy mengikuti sesi acara yang diselingi beberapa games. Khas
banget dengan suasana training, bikin
ngantuk saya ngibrit sejauh-jauhnya.
Pasangan duet trainer
Ikhsanun Kamil - Citra Cuaca Elmart yang beneran suami istri
ini saya acungi jempol karena mengemas
acara jadi super duper seru. Masih nyambung
dengan materi sebelumnya, untuk
mendidik anak dengan cinta juga harus disiapkan dulu dengan pasangan
harmonis. Orang tua yang
mesra dan kompak adalah hadiah
paling terindah buat anak. Banyak
yang
rumah tangganya “terpaksa “
bertahan demi alasan anak, tapi
realitanya anak malah dikasih tontonan ortu
yang perang dingin diwarnai dengan adegan dramatis piring terbang, teriakan,
tangisan atau drama
rumah tangga lainnya. Serem ya?
Analogi Bambu Cina
Bisa bedakan konsep house dan home?
Kebutuan dasar seperti untuk membayar cicilan rumah, makan sehari-hari
dan perintilan lainnya. Pernah terpikirkan buat
mendelegasikan atau meminta dari
orang lain? Pasti enggak ada yang mau.
Tapi bagaimana dengan
perasaan nyaman, hommy yang
dibutuhkan? Konflik dalam rumah
tangga bisa membuat salah satu pihak
akan mencoba mencari dari orang
lain, alias selingkuh. Kalau saja tidak
ada rahasia, mestinya tidak terjadi. Ya, jangan ada rahasia di antara suami dan istri. password gadget, medsos atau gaji. Kalau baik-baik saja, kenapa main rahasia-rahasian, ya? Atau kenapa enggak mau curhat sama pasangan sendiri kalau enggak percaya? Makanya jadi hal yang aneh kalau kita
lebih nyaman curhat dengan orang
lain, bukan dengan pasangan halalnya sendiri.
Sebenarnya soal konflik dalam
rumah tangga adalah sebuah kepastian,
dinamika yang akan dialami karena masing-masing suami atau istri berasal
dari latar yang berbeda. Bakalan ada hal yang berbeda, enggak mungkin sama persis.
Cara membuka pasta gigi,
menyimpan piring bekas makan atau perbedaan lain kalau tidak disikapi dengan woles
bisa memancing letupan-letupan
kecil. Duh, mules saya
nih ngebayanginnya.
Bambu cina untuk
menggambarkan awal-awal kehidupan rumah tangga
jadi analogi yang cetar.
Coba bayangin deh, dalam 5 tahun pertama
bambu cina yang disirami air
enggak ada perubahan, seperti susah
numbuhnya. Padahal kalau kita tahu,
di dasar tanah sana, akar-akar
bambu ini sedang menguatkan akarnya agar kuat dan tidak mudah
goyah. Hasilnya, setelah 5 tahun
berlalu bambu akan tumbuh melesat dan tinggi menjulang. Yakin kok, sejak akad
diucapkan, enggak ada tuh salah satu pasangan yang
punya pikiran sinting berniat selingkuh. Yakiiiin, enggak ada. Kalau
ada saya cubitin nih pake jepitan jemuran :P Makanya untuk membangun “home”, diperlukan 3 hal.
Cleansing (Menyembuhkan)
untuk menyembuhkan
trauma/luka batin. Luka masa lalu
yang dibiarkan bakal menghadirkan
suami atau istri yang homeless. Kalau dua-duanya
ketemuan, bisa menghasilkan anak-anak yang homeless.
Duh, jadi lingkaran setan atuh, ya. Enggak ada abisnya.
Nursing (Merawat)
Merawat api asmara. Aiiih,
bahasanya, ya. Coba perhatiin api
unggun. Berapa lama bisa menyala? Enggak lebih dari 5 jam, ya? Begitu juga dengan rumah tangga kalau dibangun hanya dengan api asmara, hasilnya akan cepat padam,
rumah tangga akan terasa hambar
dan garing. Ah, jangan atuhlah.....
Design (Desain)
Sudah menikah pasti semua psangan
suami istri pengen punya anak, dong? Alih-alih menyiapkan anak yang
cerdas secara akademik alias
IQ mending juga
siapkan mereka cerdas secara emosi. Life skill yang satu
ini bakal jadi modal paling berharga buat bertahan
dan tangguh menghadapi masalah
nantinya.
Tatap-tatapan Mata
Sebelum acara bubar peserta seminar mencari pasangan buat bermain tatap-tatapan mata. Bukan
sembarang tatap mata, lho. Yang datang
dengan suami atau istri dipisahin dulu.
Tapi tetep aman kok, karena
partner tatap-tatapan matanya dengan sesama lagi. Perempuan yang perempuan lagi.
Laki-laki ya sama lah, ya.
Saya berusaha serius buat
mengikuti sesi ini dan membuang
suara-suara di benak Saya
dengan partner saya dan pasangan
lain dikasih waktu buat saling menatap selama satu menit. Saya enggak tahu
apa yang dipikirkan oleh partner saya, tapi saya lihat bola matanya berkaca-kaca dan ada buliran air mata yang tumpah. Selesai?
Belum. Selanjutnya kami diberi kesempatan untuk saling curhat
hanya dalam waktu 1 menit saja. Itu
kali pertamanya saya dan partner saya itu
merasa enakk untuk menumpahkan
uneg-uneg. Cuma sebentar dan rasanya plooong banget.
Sesi terakhir sore itu ditutup
dengan saling berpelukan sesama peserta (tetep ya, ga ada peluk lintas gender
:D). Pelukan yang lebih lama dan tepukan
lembut di punggung itu seperti
jadi terapi yang joss buat meringankan
beban. Saya dan teman-teman di acara hari itu
membuktikannya. Percaya deh....
belum jadi emak - emak maksudnya belum nikah? :D *eh*
ReplyDeletebeberapa penjabarannya sudah dilakukan meskipun masih lajang apalagi masalah duit ya, mencatat segala pengeluaran :D
Hihihi malah diperjelas sih, mak. :) baya PR nih buat saya, ternyata manajemen keuanga saya parah banget. :)
Deleteaku paling g bisa tatap2an,aneh aja hahaha..curhat apa mbak satu menit??hehehe *kepo banget*
ReplyDeletelama banget g ikutan seminar,pingin bangett...tfs ya mbak^^
Itu dia, mak. Games ini sampe diulang karena banyak yang ketawa ketiwi. Aku juga sempat ketawa hehehe. Curhatnya masing2 satu menit. Ga sampe detil, cuma bilang aja, apa yang ngenganjel di hati. :)
Deletebelum jadi emak, kan ilmunya bisa ditabung, ya :)
ReplyDeleteIya mak, catet dulu biar ga lupa dan nguap. :)
DeleteSaya juga ga dicatet nih pengelola ran..HARUS Belajar management keuangan lagi :p
ReplyDeleteternyata sama ya masalah kita, males nyatet :)
Deleteseru bgt... saya kepingin ikut daftar, tp ga bisa ikutan...
ReplyDeletemakasih ya udah share...
acara tatap2an matanya unik & hrs dicoba...
Coba praktek sama suaminya, mak hehehe :)
Deletewaaah, kayaknya seru banget ya acara trainingnya, bener kata efi, proses pendewasaan itu ya harus belajar hehehe...
ReplyDeleteYoi, Ran. Acara2 yang dikemas ala training selalu menarik, kayak ESQ 165 juga.
Deletewaah, bagus ya materi seminarnya, harus banyak belajar nih utk jd ortu yg bisa jd panutan utk anak
ReplyDeleteYup, jadi ortu bukan alasan berhenti belajar, ya.
DeleteMau dongg dipeluk jugaa *jiyaaah...nyari bahu untuk numpahin air mata*, nah lhooo apaan sih :P
ReplyDeleteBtw sy nih menteri keuangan sekaligus Deputi Gubernur BI tapi gak banget sm itung2an uang jd kedodoran seringnya ini mah...kayaknya sekali2 kudu ikutan seminar kayak gini deh
hihihi yuk berpelukan *teletubies banget, ya* Saya juga kudu belajar biar neraca keuangan keluarganya enggak defisit :)
Deleteoleh2 dari seminar memang sangat ditunggu-tunggu apalagi oleh2 ilmu :)
ReplyDelete