Holaa...
Bintang tertawa geli mendengar Nana bilang menyuliknya. Galuh dan Raya sudah maklum kalau keduanya bertemu sudah seperti saudara kembar yang lama terpisah. Sebentar saja keduanya sudah menggelar konser ikut-ikutan menyanyikan theme song dari dorama yang diputar. Japanese freak!
Mulai sekarang, saya punya menu artikel cerita bersambung nih. Belum tau mau posting berapa kali, berapa seri sih. Dalam rangka memotivasi diri sendiri buat bisa nulis novel (aamiin), saya maksain diri buat posting di blog. Saya ngarep banget bisa dapet feedback dari temen. Bukan cuma pujian lho, ya.
Feel free buat kasih kritikan. Saya bakal lebih seneng dikasih masukan, biar saya tau di mana plus minus cerita saya. Namanya juga cerita bersambung, jadi ga kan selesai dalam 1-2 posting. Saya belum tau mau posting berapa kali.Doain semoga semangat saya ga pupus, ga nyerah dengan segala kendala juga dengan kritikan yang masuk.
Jadi inilah ceritanya...
sumbr gambar dari sini |
Bidadara
Kau bagikan angin dibawah sayapku
Sendiri aku tak bisa seimbang
Apa jadinya bila kau tak di sisi
Meskipun aku di surga
Mungkin aku tak bahagia
Bahagiaku tak sempurna…
Bila itu tanpamu....
Galuh seperti orang bengong, asik menatap layar komputer
sambil ikut menyanyi. Toyoran
halus Raya dibahunya berbarengan
dengan tepukan seorang perempuan di layar komputer yang mengakhiri klipnya Padi.
“Hoooi! Bangun!”
Nana yang baru muncul lagi dari dapur berteriak protes,
cheese roll buatannya cepat habis.
“Kak Galuuuh,
buat aku yang bikinnya sisain dong!
Jangan dihabisin.”
Galuh terkekeh sambil menunjuk perutnya yang mulai
terasa penuh. "Salah sendiri bikin
kue enak banget, ya laris dong."
“Emang Kamu
yakin masuk surga?” Raya menyorongkan piring yang masih menyisakan
beberapa potong cheese roll.
“Amanin Na, kakakmu itu kayaknya masih punya gen
piranha gitu, deh.”
“Kak Bintang, maen ke kamarku, yuk? Aku punya
dorama yang baru lho," Nana mnyapa Bintang yang lagi asik mengutak-atik rubik, mainan jadul favoritnya.
“Kimura
Takuya?” Dua bola mata
Bintang berbinar, persis seperti namanya. Pernah nonton kartun jepang? Seperti
itu kira-kira kalau divisualisasikan. Sudah bagus mulutnya masih mingkem tidak tergangaseperti versi kartun.
“Iyaaa,
siapa lagi?” Nana menggamit tangan
Bintang mengajaknya ke kamar.
“ Kak Galuh, Kak Raya, aku culik dulu Kak Bintangnya, ya!”
Bintang tertawa geli mendengar Nana bilang menyuliknya. Galuh dan Raya sudah maklum kalau keduanya bertemu sudah seperti saudara kembar yang lama terpisah. Sebentar saja keduanya sudah menggelar konser ikut-ikutan menyanyikan theme song dari dorama yang diputar. Japanese freak!
“Luh,” Raya menghampiri Galuh yang masih asik
menatap ke luar jendela. Raya menyesap sisa kopi di tangannya.
“Kamu masih inget, ga, kuliah Pak Fahmi soal bidadari?”
“Errr,pas Bintang nyeletuk soal bidadara itu?”
Raya tergelak, nyaris saja tersedak. Di sela-sela
materi kuliahnya, mata kuliah dasar PAI, Pak Fahmi dosen muda yang banyak
fansnya itu bertanya kalau perempuan di surga jadi bidadari, lantas apa sebutan untuk
laki-laki? Celetukan Bintang saat itu disambut tawa seisi kelas.
“Kalau kamu nanti masuk surga…”
“Aku ga mau mampir ke neraka, Ra”
“Eh, dodol, dengerin dulu. Aku bukan mau bahas soal
itu,” Raya menyimpan gelasnya di meja. Kali ini kedua tangannya terangkat ke
atas. Dua jari telunjuk dan tengahnya tertekuk, memberi penekanan pada dua kata ‘soal itu’.
Galuh masih anteng dengan lamunannya, semburat
pelangi yang muncul sukses membuat Galuh
dan Raya seperti freezing, membeku,
terpesona untuk beberapa saat.
“Kalau kamu nanti di surga, Kamu mau barengan lagi
sama Pras?”
Galuh masih mematung.
“Kalau aku sih Luh, pengen sama Bidadara aja nanti. Biar ga bosen. Masa di dunia sama akherat aku sama si
Bisma, melulu?” Raya terkekeh menjawab pertanyaan yang harusnya dijawab
Galuh.
“Ih, kamu lebih dodol,” Galuh menyahut masih terpaku dengan pemandangan
sore yang memesonanya. Dua dodol yang saling cela itu tertawa.
“Abis kamu lebay, pas nyanyi lagu itu kayak yang dihayati banget.”
“Sebenarnya ini bukan soal Pras, sih,”
Galuh menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
“Kamu mau
buka cabang?”
“Yeeeh sejak kapan aku punya franchise? Kalau iya, mending buka di liga Spanyol aja, banyak yang
ganteng,” kali ini Galuh menoleh.
“Yang ada kamu kudu mau diseruduk banteng dulu,”
Raya menimpali.
“Ra, Aku udah berapa malem ini mimpi ketemu
cowok keturunan londo,” Galuh membuka topik baru.
“Mirip Joe
Hart?” Raya menyebut kiper timnas Inggris jagoannya Galuh.
“Huuuuh,
mentang-mentang aku doyan nonton bola,” protes Galuh.
“Udah
empat kali mimpi aku nyambung terus, selalu nyambung. Venuenya juga bisa aku jelasin detail sama kamu.”
“Terus?” kali ini mimik Raya terlihat serius.
“Kamu percaya Déjà vu?”Galuh tidak kalah seriusnya.
Raya mengangkat bahu, tidak tahu.
“Sekarang aku lagi kangen sama Gusti, cowok yang di mimpi itu, Ra,” mata Galuh
menerawang.
“Hah?” Raya
bengong.
*Bersambung*
2 Comments
Aku kurang minat sih baca cerita bersambung.. tapi tetap aku dukung cerita ini.. semoga lancar sambungan berikutnya ^^
ReplyDeleteSambungannya mana?hehe.aku juga pernah mimpi brsambung soalnya,dan tebak,kejadian beneran didunia nyata,walaupun nggak persis sama. Lebih krn alam bawah sadar kita kyny
ReplyDeleteSilakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.