Flash Fiction ini dibuat dalam rangka kampanye Say No To Valentine yang kerap dirayakan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Miris rasanya karena dengan merayakan Valentine ini, taruhannya Aqidah kia bisa tergerus. Semoga makin banyak yang tersadarkan.
Indah Pada Waktunya
Mita mengerutkan keningnya saat ia menemukan seikat bunga dan sebatang coklat di meja kerjanya. “Dari Tomi” seloroh Tika seperti memahami kebingungan Mita. “Konyol ah,” timpal Mita cuek. Tika terkekeh, “ His name is also effort” dengan grammar kacaunya. Maksudnya namanya juga usaha hehehe. Mita memonyongkan mulutnya. “Buat kamu aja deh.”
Sigap Tika meraih coklat dan membuka bungkusnya. “Eh, jangan!”
“Lho katanya buatku?”
“Maksudku orangnya,” Mita menyeringai sambil meraih coklat dari tangan Tika. “Yang ini jangan. sogokan!”
“Emang bakal digerebek KPK?” Tanya Tika polos. “Ngaco ah. besok aku bawakan yang lebih mahal dari ini” Mita mengacungkan coklatnya.
Mata Tika berbinar. “ Awas, jangan lupa lho!”
“Mit, ga suka ya bunga sama coklatnya?” suara Tomi dari belakang punggung Mita membuat keduanya menoleh.
“Tom,kapan saja kita bisa berbagi koq, ga harus nunggu 14 Februari. Bukankah setiap pagi kita menyapa teman-teman di kantor dengan salam? Mendoakan keselamatan untuk saudara itu jauh lebih bermakna. Berpahala pula. Murah meriah” beber Mita riang.
Tomi tersenyum hambar. Deheman khas Tesa sang Admin Head menghentikan obrolan pagi itu. Hari itu pikiran Tomi seperti bola kusut, rasa penasarannya belum terjawab. “Tesa ngehe,” rutuknya pelan. Riuh rendah jeritan printer yang mencetak laporan rutin bulanannya menyamarkan rutukannya. Padahal jarak meja kerjanya dengan meja Tesa cuma beberapa langkah saja.
“Tom, aku kan pinjem laporan jurnal bulan kemaren, bukan yang nopember.” Mita sudah berdiri di sampingnya.
“Masa?”
“Iya, kamu ngelamun sih,” canda Mita.
“Abis hadiah dari aku kamu tolak sih” dalih Tomi. “Nih. Awas ya, kembali utuh lho. Jangan ada file yang hilang. Kalau enggak...” Tomi menyodorkan arsip yang diminta Mita sambil melirik Tesa yang tengah tenggelam dengan kesibukannya.
“Ada yang bisa kubantu?” tanya Tesa sambil mendongak dari tumpukan laporannya.
Kompak Mita dan Tomi menggelang. “Enggak Tes.”
“Bawa bekal ga? Aku traktir makan siang ya?” Tomi seperti menemukan ide menuntaskan kepenasarannya.
“Bareng sama Tika ya? Biar yang tandukan ga nimbrung” Mita menaruh kedua telunjuknya di samping pelipisnya.
Tomi menganguk setuju. “Oke.”
****
“Mit, kalau bunga dan coklat itu aku ganti dengan yang lain gimana?” Tanya Tomi.
“Tom, bukan soal barangnya yang ga bisa aku terima.” Mita menyeruput teh manisnya. “Semua amalan itu kan tergantung niatnya. Sementara kamu ngasih aku hadiah itu untuk alasan yang ga bisa aku terima. Meski misalnya kamu ngasih aku hadiah lain.
Maaf sekali, aku ga mau ngasih kamu harapan kosong. Selama ini aku menghargai kamu sebagai teman, titik. Virus merah jambu itu kamu jinakkan dulu ya, banyak-banyakin ikutan pengajian. Satu waktu kamu bakal bertemu dengan seseoarang yang berhak dengan semua perhatianmu. Percayalah, semuanya akan indah pada waktunya Tom. ” tukas Mita diplomatis.
“Mulai lusa aku mau ambil cuti seminggu. Nanti kamu datang ya. Ada syukuran sederhana ”
Mita menyodorkan undangan bersampul merah marun berukuran setengah folio. Tomi tergugu membaca isinya. Tika yang sejak tadi asik jadi pendengar setia mengibaskan tangannya. “Tom, 15 menit lagi. Kamu shalat kan?”
Tomi mengangguk lemah. “Tentu Tik, lagian aku pengen mempertahankan rekor clean sheet rekor absenku.”
Flash Fiction : Indah Pada Waktunya
Hai. Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak. Saya seorang cat lover, fans Liverpool dan suka nonton film. Selain blog ini, saya juga punya blog lainnya khusus tentang buku dan film di https://resensiefi.my.id
Untuk kontak personal dan kerjasama, silahkan kirim email ke efi.f62@gmail.com
endingnya bagus...
ReplyDelete