Wednesday, 29 September 2021

Kebahagiaan Mendapatkan Rejeki Wow

 "Berapa gaji yang kamu minta?' Sebuah pertanyaan saat wawancara dilontarkanoleh seorang pria berwajah oriental sambil tersenyum.

Saya menyebutkan angka yang diminta, sempat ragu-ragu karena yakin ga yakin  bakal diterima kerja. Pengalaman sering dapat panggilan kerja tapi selalu aja ga cocok  (entah dari saya atau perusahaan)  bikin saya nothing to loose buat keterima kerja. Di sebelah pria itu yang kelak saya dan teman-teman kerja menyapanya Pak Pur, seorang wanita berusia separuh baya tersenyum.

"Oke, kamu diterima kerja. Tanggal satu mulai masuk, ya!" Pak Pur mengulurkan tangan, memberikan selamat.

Ah beneran? Masa sih?

Tentu saja itu dialog imajiner di benak saya. Ga sampai keluar dari mulut saya. Untungnya saya segera menguasai kedaan dan menyambut uluran tangannya.

"Terimakasih, Pak." saya menerima uluran tangannya dengan perasaan sumringah. Wow.  Senengnya melebihi salaman sama idola atau pacar (?) muahaha... Karena itu kali pertama saya menyandang status sebagai karyawan kantoran notabene dapat gaji bulanan. Rejeki banget buat saya yang 2 tahun wira wiri nyari kerjaan. :)

Mungkin karena euforia, punya gaji itu, dengan nominal yang sedikit di bawah rata-rata UMR untuk  posisi dan status pendidikan yang saya dapatkan, dibawa asik aja. Punya teman kerja yang seru, ada gank ngemil dan ngerumpi di jam kanto, saling nyicip bekal makan siang dan ketawa bareng ketika ngenes nungguin gajian di akhr bulan.  Kadang saya kangen sama masa-masa itu. Masa pergi kerja kayak pergi sekolah, cuma bedanya tugas dan durasi aja. 



O ya, waktu pertama kali payday alias gajian saya seneng dong belanja ke supermarket depan kantor dan bisa sedikit berbagi rejeki dari gajian sama mama saya. 

Walau ga seberapa, rasanya seneng banget berbaji rejeki dari hasil keringat sendiri. Jadi berkah. 

Perlahan dan pasti, mindset saya berubah soal bekerja. Dulu mikirnya cuan itu ya dari kerja aja. Tapi ga gitu. 

Tanpa mengurangi rasa hormat saya sama temen-temen yang maih berstatus sebagai karyawan, rejeki dalam bentuk materi bisa berbentuk penghasilan dari jualan atau honor sebagai karyawan lepas a.k.a freelance. Dapat traktiran, punya teman yang baik, dikasih nikmat sehat juga bentuk rejeki. Coba bayangin kalau kita punya uang tapi dikasih sakit dan perlu biaya yang banyak? Kalau dikonversikan ke nominal itu angkanya bisa gede banget.

Balik lagi gomong-ngomong lagi soal rejeki dalam bentuk materi,  temen-temen pernah punya wish list apa aja? Punya rumah langsung lunas, kendaraan pribadi atau hadiah dari lomba/undian misalnya?

Saya punya informasi menarik, nih.

Smartfren  punya program Rejeki Wow Treasure Hunt Periode Ketiga berhadiah total miliaran rupiah. Duh, ya lagi pandemi gini ketika aktivitas ekonomi lagi tiarap, siapa sih yang ga senang kalau ketiban durian runtah dari program undian ini?

Sebagai informasi, saat ini sudah ada 3.9 juta pelanggan operator seluler Smartfren sudah menang dan mendapatkan hadiah dari program Smartfren Rejeki WOW Treasure Hunt, lho. Duh saya juga mau, dong.

Mau tau caranya?

Begini

Install atau update dulu aplikasi MySmartfren. Malahan, untuk pelanggan yang baru pertama kali install aplikasi MySmartfren bakal mendapat bonus kuota 5 GB.

Setelah itu lakukan langkah-langkah berikut:

Lakukan perjalanan perburuan harta di gurun pasir. Kalau kita  melakukan pengisian pulsa atau membeli paket internet, akan semakin dekat ke Oasis tempat harta tersembunyi. Asiknya nih, nilai pengisian pulsa atau pembelian paket tersebut berlaku akumulasi. Kalau sampai mencapai total Rp100.000 atau kelipatannya di Oasis,  peti harta karun akan terbuka dan kita berpeluang mendapatkan hadiah berupa  smartpoin, pulsa, kuota YouTube, smartphone, tablet, TV, laptop, atau logam mulia. 

Kalau bisa sampai di Oasis ketiga, pelanggan  akanmendapatkan kesempatan memenangkan Grand Prize berupa city car (Honda Brio), SUV (Honda BRV), tabungan ratusan juta rupiah, logam mulia, atau sepeda. 

Selain itu ada juga fitur baru lainnya berupa:

  • Program Ajak Teman (Referral Program) dan Daily Login 
  • Veteran Booster yaitu booster tambahan agar pengguna bsia lebih cepat sampai ke oasis. 
  • Mission Challenge dengan hadiah smartpoin, bonus pulsa dan emas, di mana hadiah-hadiahnya bisa didapatkan jika berhasil menyelesaikan semua misi/tantangan. 
  • Dan ini nih, ada fitur donasi di mana kita bisa  menyumbangkan Smartpoin dalam program Donasi dari Smartfren dengan Yayasan Benih Baik. Jadi selain membayar zakat penghasilan tiap bulan sebesar 2,5% tiap bulan, kita juga bisa menambah pundi-pundi amal lewat fitur ini. Asik banegt kan, bisa berburu ahdiah sekaligus berburu pahala.

Tau ga sih? Program kebaikan ini adalah bagian dari visi Smartfren untuk mewujudkan  internet yang bermanfaat positif dan menjadi teman buka peluang bagi masyarakat Indonesia. 

Makanya,  buruan install aplikasi dan terus perbanyak transaksinya. Smartfren Rejeki WOW Treasure Hunt Periode Ketiga berlangsung dari tanggal 21 September 2021 sampai 14 Januari 2022. Masih banyak waktu yang bisa kita manfaatkan untuk berburu Rejeki WOW Treasure Hunt Periode Ketiga ini. 

Untukprogram-program Smartfren lain bisa didapatkan informasinya di www.smartfren.com dan Instagram @smartfrenworld.

Share:

Friday, 24 September 2021

Tentang Kebhinekaan, Berbeda Tapi Saling Sayang


Kalau suka lagu-lagunya Dewa atau Ari Lasso mesti familiar sama lirik lagu yang ini. Yakiiin saya, ga mungkin ga mudeng.

"Segala perbedaan itu, membuatmu jauh dariku...."

Merasa related?

Pada kenyataannya, berbeda ga harus selalu menjauh. Berbeda malah bisa membuat kita bisa bersatu, kolaborasi. Buat saya yang menyukai sepakbola, liga-liga atau ajang pertandingan internasional adalah contohnya.

Saat menyanyikan lagu kebangsaan di Piala Eropa, Piala Dunia, Piala Asia atau kompetisi angtara negara akan selalu dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan masing-masing. Kamera pun akan menyorot satu persatu wajah pemain yang akan berlaga. Inggris dan Perancis adalah contoh yang kentara di mana raut muka dan warna kulit tampak berbeda. Ga selalu mukanya British banget atau Perancis banget. Ada pemain berdarah campuran atau memperoelh naturalisasi. Diversifikasi di sana adalah hal yang lumrah.

Di kompetisi lokal sendiri semisal di EPL (English Premier League)  selain mengusung tagline  "no room for racism", ada satu prosesi yang dilakukan oleh para pemain bola di liga Inggris sebelum memulai pertandingan dengan berlutut.

Buat apa?

Tentu saja bukan buat pemanasan. Ini adalah simbol perlawanan sama yang namanya sikap dan tindakan rasialis. Industri sepakbola di kampung halamannya The Beatles membuat liga sepakbola di sini jadi bisnis yang menggiurkan. Jadi magnet bagi para pesepakbola dari berbagai negara untuk berkiprah, unjuk gigi dan tidak bisa dipungkiri jadi lahan mencari mata pencaharian. 

Lumayan banget lho pundi-pundi penghasilan mereka di sini. Auto tajir, jadi kaya raya. Dengan catatan berprestasi, ya. Kalau enggak, ya kesalip. Ga dapat panggung, ga dapat cuan alias uang.

Balik sama  keberagaman  tadi, di Premier League (nama liganya di sini), ada banyak pemain dari benua Afrika juga Asia yang merumput. Perbedaan latar belakang dan ras inilah yang menjadi konsen pengelola liga-liga dunia buat bilang tidak sama tindakan diskriminasi hanya karena perbedaan kulit, ras atau agama.

Itu di luar negeri.

Di Indonesia gimana?


Waktu SMP saya punya teman dari Ende, Nusa Tenggara Timur. Namannya Hellen, cantik dan manis.  Lepas SMP kami berpisah dan hilang kontak. Media sosial kemudian mempertemukan kami. Yang jauh jadi dekat. 

Sampai sekarang masih berteman. Ya, di sosmed alias IG saja. Jarang bertukar sapa karena algoritma IG yang membuat saya harus berusaha cari sendiri updatenya dengan ngetik namanya di kolom pencarian hihihi. Hai Hellen! Apa kabarnya? :)

Lalu waktu SMA saya juga saya punya teman yang bukan sundanese, dari Aceh dan Pare-pare. Kemudian, lebih banyak ragam suku dan ras  yang jadi latar teman-teman waktu saya kuliah di Unisba dulu.

Rasanya sudah seperti lagu, dari Sabang sampai Merauke. Komplit. Plus dengan keberadaan himpunan mahasiswa yang berasal dari kampung halaman yang sama. Waktu musim mudik, ada perhimpunan mahasiswa dari Minang yang mengoordinasi kepulangan bersama dengan mencarter bus.  Di situ saya meronta, sirik ga bisa mudik ke mana-mana :) Seneng deh lihat kekompakan yang mudik bareng itu. 

Ngomongin perbedaan kalau soal warna kulit, bahasa dan latar belakang sudah kita kenal lama. Jauh hari sejak SD dulu. Toleransi, tenggang rasa, tepo seliro dan istilah lainnya rasanya sudah ngelotok di kepala.  

Sadar ga sih, kalau keseharian kita dalam pergaulan juga lekat dengan perbedaan dalam urusan selera dan minat?

Dari bangun tidur sampai tarik selimut malah.  Misalnya ini:

Sarapan pagi: Makan nasi goreng vs bubur ayam - gorengan - roti & susu - makan buah saja.

Style Pakaian: Cuek - elegan - kalem - modis - sederhana - penuh warna

Musik:  pop - dangdut - rok - barat - klasik - modern

Contoh-contoh yang saya bilang tadi kalau dibreakdown bisa beragam lagi. Terus berantem? Enggak, dong.



Bukan menyalahkan, tapi lirik lagu yang saya kutip tadi ga bisa plek ketiplek berlaku dalam segala situasi.

Keseharian saya yang ga bisa jauh-jauh dengan dunia digital juga mempertemukan saya dengan teman-teman yang punya 'genre' yang sama padahal ga saling kenal di dunia nyata.



Tadi saya bilang kesulitan buat tau update di sosmed temen-temen lama saya. Bukan karena saya males ga mau cari tau atau ga mau interaksi.  Tapi lingkaran pertemanan dan algoritma sosial media seperti instagram menyodorkan update terbaru yang sesuai minat saya yang menyukai kucing, sepakbola, film, bisnis  dan niche berbau  optimasi sosial media.  

Update adik dan teman dekat saya pun ga muncul seliweran di timeline. Baru ngeh kalau ditag atau dimention. Nah, lho :D 

Diem  ga selalu ga  peduli. Kadang saya suka stalking, pengen tau kabar temen yang updatenya ga disodorin oleh algoritma IG. Baik-baik saja, kah? Situasi pandemi kemarin membuat kita saling berharap kabar baik yang didapat. 

Di lain waktu ketika teman-teman blogger pada bahas soal drakor di sosmed, saya cuma hah hoh aja. Ga ngerti. Siapa sih? Apaan?

Tapi di lain waktu terutama malam minggu saya anteng heboh bahas bola. Entah di status atau cuitan twitter. Malah yang satu ini ketemuan sama yang ga temenan atau ga kenal. 

But it's ok. Seru malah.

Berteman dekat bukan berarti segalanya harus sama dan berbeda bukan berarti unfriend atau auto putus pertemanan.

Perbedaan di antara kami itu pun kembali luluh ketika acara Gathering MPR bersama Netizen Bandung diselenggarakan sabtu lalu. Tepatnya tanggal 18 September 2021.

Bertempat di Hotel Crowne Plaza Jalan Lembong, acara yang diselenggarakan di ruang Aquamarine lantai 3 ini membahas topik tentang The Power of Bhineka Tunggal Ika: Bijak Bermedia Sosial Dalam Mewujudkan Karakter Bangsa.

Tahun sebelumnya saya bareng temen-temen blogger dan netizen Bandung juga ngumpul dengan MPR. Ceritanya bisa baca di sini


Pertemuan kali topik bahasan lebih mengerucut pada pilar ke-4 dari 4 pilar MPR yaitu mengenai Bhineka Tunggal Ika.



Pada hari itu hadir perwakilan dari MPR yaitu Ibu Siti Fauziah (Kabiro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekjen MPR RI) dan Budi Muliawan (Kabag Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga) yang didampingi oleh Nurliya Apriyana, dosen Vokasi UI yang juga pegiat literasi media sosial yang bertindak sebagai moderator pada acara hari itu.

Imej MPR yang formal seolah the untouchable sebagai lembaga pemerintahan hari itu terasa mencair. Ternyata begini rasanya kami dari berbagai latar belakang bisa memberi masukan dan masukan untuk kemajuan MPR terutama interaksinya dengan netizen di media sosial.  


Menarikanya latar belakang yang berbeda  itu memperkaya input yang kami berikan untuk kemajuan MPR. See? Siapa bilang beda itu masalah? Beda itu adalah sebuah keniscayaan. 

Selain ngobrol dan berdiskusi dengan tim MPR kami juga bisa melepas kangen dan bisa ngonten bareng. 

Niche boleh beda, tapi kami tetap saling sayang. 


Share: