Monday 24 February 2020

Reaktivasi Jalur Kereta Cibatu-Garut

Kalau ngomongin soal transportasi antar kota, apalagi yang jaraknya lumayan jauh, kereta api adalah pilihan terbaik. Perkiraan tibanya ynag presisi membuat kita lebih mudah merencanakan janji atau jadwal lebih mudah dan disiplin. Iya disiplin, karena kita harus komitmen dengan jadwal. Lewat semenit dari jadwal, udah deh siap-siap nangis ditinggal kereta.  Hanya dalam kondisi force majeur seperti banjir atau perbaikan rel saja kedatangan kereta bisa ngaret. Selebihnya, ga ada.

Kendala pergi dengan kereta mungkin satu ini saja. Tidak semua kota punya stasiun  yang bisa menghubungkan kita dari satu ke kota dengan si ular besi. Tapi ada good news di awal tahun 2020 ini. Jalur Cibatu-Garut yang sudah lama tertidur selama 37 tahun akan dibuka kembali. 

Sebelum diresmikan penggunannya, direktur KAI Edi Sukmoro bersama Bupati Garut, Rudy Gunawan melakukan peninjauan untuk mengecek kesiapannya. Sebuah momen yang spesial karena di hari yang sama Garut sedang merayakan ulangtahunnya yang ke-207. Semacam kado ultah yang manis.


Sekilas Stasiun Cibatu-Garut

Usia stasiun Cibatu-Barut sebenarnya sudah cukup lama. Saat PT KAI masih dipegang oleh Hindia Belanda dan bernama Staastspoorwegen.  Jalur Cibatu-Garut pertama kali beroperasi pada tanggal  14 Agustus 1880 dengan lintasan sepanjang 19 km. 

Empat puluh satu tahun kemudian dibuka juga jalur yang menghubungkan Garut dan Cikajang dengan panjang lintasan 28 km pada tanggal 31 Juli 1930. Pada waktu itu, pembangunan jalur kereta ini ditujukan untuk  mengangkut hasil bumi dari Garut semisal teh, karet, kentang, kina dan kayu mala serta membuka akses dengan wilayah selatan di Jawa Barat.

Hari H Inspeksi

Di hari yang bersejarah itu, saya bersama teman-teman  dari Bandung dan Jakarta ikut merasakan atmosfirnya selama seharian.  

Jam 6.30 saya sudah sampai di stasiun dan bertemu dengan teman-teman lainnya. Kereta yang akan digunakan hari itu adalah Kereta Inspeksi (KAIS). Kereta khusus yang digunakan oleh pejabat  untuk melakukan inspeksi dari satu kota ke kota lainnya. Walaupun jadwalnya tidak tentu, KAIS tetep berpedoman untuk mendahulukan kereta reguler untuk tetap jalan. 

Kalau  ada persilangan dengan kereta lain yang berlawanan arah, KAIS akan berhenti dulu menunggu kereta reguler tetap jalan lebih dulu. Semisal ketika sampai di Rancaekek dan Nagreg, KAIS yang kami tumpangi sempat transit beberapa lama, lho.

By the way, kereta inspeksi yang tampilannya keren dan menawan ini adalah gerbong kereta lama yang direkonstruksi ulang, lho. Bukan bikin yang baru. Keren, ya?


Balik lagi ke cerita inspeksi hari itu ya.  Ada 4 stasiun di Garut yang ditinjau,yaitu 

  • Stasiun Cibatu
  • Stasiun Pasir Jengkol
  • Satasiun Wanaraja 
  • Stasiun Garut.

Suasana di Dalam Kereta

Enggak tahu kapan lagi bisa merasakan kabin ekslusif kayak gini. Lebih mewah dari kereta eksekutif yang pernah saya tumpangi.  



KAIS sendiri terdiri dari ruang masinis yang posisinya ada di ujung kereta, lalu ada ruang inspeksi, ruang lounge  dan ruang genset. 



Beralih ke gerbong berikutnya ada ruang makan, ruang pantry, ruang bagasi dan toilet. Ini toiletnya juga kayak toilet di hotel. Lega dan wah, mewah!



Bersambung ke gerbong lainnya ada ruang rapat, ruang lounge lainnya, ruang bagasi dan toilet (lainnya). In case lagi ada di gerbon lain, dan lagi kebelet pipis sampai diujung, posisi toilet terdekat adalah pertolongan pertama pada kebelet :)
ruang  meeting KAIS. Credit Nchie Hanie
Nah untung gerbong keempat, ada mini bar, ruang penumpang dengan seat yang spasius, enak banget buat selonjoran kaki, musola lengkap dengan peralatan solat  yang bersih dan wangi juga toilet lagi. Ya sepenting itu keberadaan toilet di dalam kereta, di tiap  gerbong available.

Di rangkaian terakhir ada ruang kabin masinis, ruang lounge, ruang inspeksi dan ruang genset + ruang kru.

Tidak sembarang orang memang bisa mengalami perjalanan perjalanan dengan KAIS. Tapi jangan khawatir, ke depannya KAIS juga bisa diakses sebagai kereta wisata. Let's say mau bikin intimate wedding dengan konsep travelling by train. Wow, tertarik? Ayo para jomblo, buat planingnya dari sekarang, ya.


Menikmati Pemandangan

Siapa yang suka terpesona dari balik kaca kereta setiap saat travelling? Hamparan sawah dan bentang alam yang membius mata juga sukses menghipnotis kami. 



Apalagi saat kami melintas di jembatan Citiis, dan melihat kelokan jalan di bawah sana. Indah banget. Saat perjalanan pergi saya ga sempet mengabadikan. Perjalanan balik ke arah Bandung membuat saya siaga untuk menunggu melintas lagi di tempat yang sama. 


Indah, kan?

Sambutan Warga

Ada hal yang menarik soal Stasiun Cibatu ini. Stasiun yang dibangun pada tahun 1889 pada jaman Belanda ini sempat disinggahi oleh aktor dunia Charlie Chaplin sebanyak dua kali yaitu tahun 1927 dan 1935. Konon beliau sempat menyaksikan atraksi adu domba di sana. Adu domba dalam arti sebenarnya lho ini, ya. Bukan adu domba yang konotatif gitu.
sumber: Kaskus

Ini jadi fakta sejarah juga kalau sudah lebih dari seabad lalu Garut sudah jadi tujuan wisata turis Eropa buat berlibur. Nah dengan dibukanya kembali jalur ini, tentunya secara ekonomi akan memberi value added bagi kota Garut. 



Makanya  ketika memasuki Garut, mulai dari stasiun Cibatu kami mendapat sambutan luar biasa dari warga Garut. Ga nyangka bakal mendapat sambutan seantusias itu.


Duh waktu ngetik ini aja, saya sampai merinding. Seakan mengulang kembali sensasi yang sama saat itu. Lambaian warga di sepanjang jalur yang kami lalui beneran bikin takjub. Seimpresif itu kah sambutanya?

Semakin dekat dengan stasiun Garut, atmosfir takjub dan keharuan semakin meringkus kami. Terhalang rangka besi tidak menghalangi tranfer energi dari luar gerbong untuk merasakan antusias warga.

Setelah bebera waktu, salah satu pintu gerbong dibuka. Beberapa warga ada yang beruntung untuk masuk untuk berfoto, mengabadikan sejarah hari itu. Sementara itu beberapa warga lainnya mendekatkan wajahnya di jendela untuk mengintip seperti apa suasana di dalam kereta. 

Beberapa teman tidak kuasa menahan tangis. Saya sendiri merasa sensasi gemetar dan merinding di sekitar wajah. Mau nangis, malu. Jadi ditahan aja. hahaha. Tapi ya rasa haru ga bisa ditahan. Ga usah malu sih ya, kalau mau nangis karena melihat pemandangan mengharukan seperti ini.

Saya sendiri beberapa kali sempat ngajak warga yang mendekat dengan jendela untuk selfie bersama.  Teman-teman lainnya malah mendapat rejeki nomplok berupa followers baru. Rikues untuk berteman dan pertanyaan mana upload foto segera menyerba inbox instagram. 

Selain pengecekan yang dilakukan tempo hari pihak KAI sendiri sudah beberapa kali melakukan uji kekuatan jalur kereta api untuk memastikan jalur yang akan dilalui saat resmi beroperasi sudah benar-benar aman.

Selain reaktivasi jalur yang akan segera diluncurkan,  secara infrastruktur, Stasiun Garut akan didukung oleh gedung yang megah dan lengkap berupa dua gedung yang terbelah di dua sisi, utara dan selatan.  Fasilitas seperti hotel, kafe, menara pandang dan penunjang lainnya juga akan hadir di stasiun ini. 

O,ya  saat inspeksi tempo hari ini, KAI juga membagikan kado berupa 300 paket alat tulis untuk anak-anak sekolah di sepanjang jalur reaktivasi Cibatu-Garut. 

Tadinya saya bareng rombongan teman juga direncanakan bergabung dengan tim KAI dan Pemda Garut untuk berkunjung ke pendopo. Sayangnya situasi saat itu membuat kami tertahan dan harus menunggu di dalam kereta.

Sisi lainnya dari waktu menunggu ini kami bisa sedikit lebih intim dengan warga. Memanfaatkan celah untuk menyelinap lewat pintu beberapa teman sempat melihat situasi Stasiun Garut, ngobrol dengan warga sampai jajan di sana. Adik-adik sekolah dari Garut yang tunawicara pun sempat menyampaikan kegembiraannya dengan kehadiran jalur kereta api di Garut.  Gagal move on deh kami dalam kereta.  Haru biru di sekitar stasiun terus menyelinap ke dalam kereta, sampai ke hati. 

Selesai acara protokoler dan puas  berfoto dengan warga yang menyambut di perhentian terakhir Stasiun Garut, kereta inspeksi yang kami tumpangi balik lagi menuju Stasiun Bandung.  Pengalaman pertama yang entah kapan bisa terulang lagi menumpang kereta inspeksi ini juga jadi saksi dari peristiwa bersejarah jadi kenangan yang susah untuk dilupakan seumur hidup.

Semoga perekonomian di Garut  akan semakin maju dengan diaktifkannya kembali jalur Cibatu-Garut ini, ya.

Share:

Friday 7 February 2020

Nikah Yuk! Cerita Drama Komedi Yuki kato dan Marcell Darwin

Tidak ada yang menyenangkan menjalani sesuatu dalam situasi terpaksa. Apalagi kalau dipaksa menikah, seperti itu yang dialami oleh Arya, karakter yang dimainkan oleh Marcell Darwin di film Nikah Yuk! yang hadir di bioskop-bioskop seluruh Indonesia mulai hari ini, 6 Februari 2020.

Sebelum tayang secara resmi, saya berkesempatan untuk ikut screening sekaligus preskon dengan para pemain dan tim filmnya di CGV 23 Paskal pada hari selasa, 4 Februari 2020.  


Film produksi Lens Cinema yang digarap oleh Ade Dharmastriya bekerjasama dengan Dwi Akraniza Aprilia dan Andri Cahyadi selaku produser ini mengambul lokasi syuting di dua negara, Indonesia dan Jepang.

Kenapa di Jepang? Saat mengajak Lia (Yuki Kato) menikah, Arya berjanji untuk mewujudkan mimpi-mimpi Lia yang bekerja sebagai komikus ini. Salah satunya ya pergi berlibur ke Jepang. 

Review filmnya bisa baca di:https://www.resensiefi.my.id/2020/02/review-film-nikah-yuk-perjodohan-yang-diatur.html

Selama di Jepang keduanya menjalani honeymoon yang mengesankan sampai kemudian Arya menemukan sesuatu yang membuatnya berbalik membenci Lia dan menuduhnya perempuan murahan. 

Baik sebelum menikah atau sesudahnya, chemistry antara Marcell dan Yuki sudah terjalin dengan baik. Yuki yang memerankan perempuan yang cuek, ceplas-cepos, spontan tapi susah dirayu ini bukan saja bikin Arya gemas, tapi sebagai penonton saya jamin kalian juga bakal merasakan hal yang sama.  

Bagi Marcell, ia tidak mengalamai kesulitan untuk membangun chemistry bersama Yuki dalam film ini. "Yuki sangat terbuka untuk membangun chemistry, dan ke mana karakter ini di bawa. Selama syuting ini juga kami punya waktu 2 minggu untuk proses readingnya." Selain itu saat disodori naskah film, Marcell langsung antusias dan 'ngetag' peran. "Pokoknya aku mau main sebagai Arya."


Sementara bagi Yuki, ia merasa tertantang untuk memainkan karakter seorang gadis  yang sedang jatuh cinta, membuatnya tertantang untuk lebih dalam menggalinya. Di sisni lain, meski menyukai komik Conan, dalam kesehariannya Yuki bukanlah seorang yang jago melukis komis seperti tokoh yang diceritakan dalam film. 


Rasa penasaran waktu menonton filmnya terjawab sudah saat Yuki bercerita soal ini pada saat sesi press kon kemarin. Meski kesan Lia adalah seorang gadis yang santuy,  Yuki terlihat begitu mendalami perannya sabagai seorang komikus, ditambah lagi seting kamarnya berlatar tokoh komik detektif Conan.   

Dalam sesi wawancara kemarin, Adhe bercerita idenya membuat film ini yang sekaligus jadi debut pertamanya menyutradarai film berdurasi panjang (94 menit) berangkat dari keresahan yang banyak dialami setiap orang saat kumpul keluarga. Pertanyaan klasik kapan menikah yang susah dihindari tapi juga tidak mudah dijawab membuatnya tertarik untuk membuat film yang bisa menyentil baik dari sisi anak maupun orangtua.  

Adhe optimis filmnya bisa bersaing dengan jajaran film romance lainnya di bulan Februari ini. Nikah Yuk juga punya plot twist yang tidak biasa sebagai salah satu daya tarik yang bisa menghibur penonton.

Selain segmen penonton berusia muda dan para fans Yuki Kato,  film Nikah Yuk juga membawa pesan yang dekat dengan keidupan kita sehari-hari. Membina hubungan baik yang baik dengan calon suami atau istri tidak serta merta melepaskan hubungan kita dengan orangtua. Pun begitu dengan orangtua yang  menginginkan yang terbaik bagi anak termasuk mendesak untuk buruan menikah.  

Yuk, Nikah! Eh, yuk, nonton filmnya.



Share:

Sunday 2 February 2020

Monolog 3 Wanodja Soenda: Melawan Penindasan dan Kebodohan

Kalau Jepara punya pahlawan pejuang emansiapasi wanita Kartini, Bandung dan Jawa Barat juga punya Rd Dewi Sartika yang terkenal dengan Sakola Kautamaan Istrinya. Sampai sekarang sekolah ini masih ada, lho. 

Tapi ternyata selain Rd Dewi Sartika yang punya nama kecil Uwi, masih ada pahlawan wanita lainnya yang memperjuangan hal yang sama dengan beliau, yaitu Emma Poeradiredja dan Lasminingrat.  Sudah tau belum profil mereka ini?

Kalau  kalian belum ngeh, tenang aja. Di tulisan kali ini saya mau cerita lebih banyak soal mereka. Berkat hadir di acara Monolog Wanodja Soenda, wawasan saya nambah lagi soal keberadaan para srikandi dari tatar Pasundan ini.
monolog 3 wanodja soenda

Secara resmi acara Monolog ini diselenggarakan pada hari Rabu, 29 Januari 2020 bertempat di Hotel Savoy Hormann Bandung. Tapi beruntung banget, bersama teman-teman media yang meliput, saya dapat kesempatan lebih dulu menyaksikan pementasan monolognya sekaligus  konferensi pressnya di hotel yang sama.

Siang itu diantar guyuran hujan, saya menjejakan kaki di lobby Savoy Homann. Sudah banyak tamu yang datang. Selain media dan sponsor, para perwakilan keluarga dari ketiga pahlawan ini juga sudah hilir mudik.  Pemandangan yang mengesankan hari itu adalah para undangan mengenakan pakaian tradisional yang sunda banget. Bahkan para penerima tamu pun mengenakan samping untuk setelan bawahnya. 
monolog 3 wanodja soenda

Saya sendiri bareng Nchie, Egy dan Ulu udah sepakat pakai kebaya.  Untunglah punya satu stel kebaya di rumah. By the way ini kebaya akhirnya dipakai lagi setelah sekian tahun nganggur. Alhamdulillah masih muat. Rasanya amaze sama diri sendiri (muahaha narsis) pas liat pantulan diri di cermin dengan kebaya ini. Wow, anggun sekali. Secara biasanya kesebelasan alias cuek, kasual dengan celana panjang atau jeans dalam keseharian.
monolog 3 wanodja soenda

Monolog ini berkisah tentang semangat perlawanan para wanita Sunda pada era HIndia Belanda yang sudah berkiprah di bidang politik, pendidikan dan budaya. Untuk Dewi Sartika diperankan oleh Sita Nursanti - personilnya RSD, Lasminingrat diperankan oleh Zaenab eh Maudy Koesnaedi dan Emma Poeradiredja oleh Rieke Dyah Pitaloka.  Bertindak sebagai sutradara ada Wawan Sofwan, Inayah Wahid yang menjadi narator sera Atalia Praratya yang membacakan puisi.  

Acara yang diproduseri oleh Heni Smith selaku pemilik The Lodge Foundation ini didikun oleh para penulis naskah yang terdiri dari Endah Dinda Jenura, Wida Waridah, Zulfa Nasrulloh dan Faisal Syahreza  serta sponsor Satoe Komunika, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat serta PT Kereta Api Indonesia.

Emma Poeradiredja

Setelah  acara dibuka, Rike Dyah Pitaloka tampil pertama ke panggung membacakan monolog dari profil Emma Poeradireja.  Emma bertutur bagaimana pentingnya para wanita memperoleh kedudukan yang setara dalam sebuah negara. Jangan mau kalau hanya berkutat di wilayah dapur sumur dan kasur.  
monolog 3 wanodja soenda

Selorohannya dengan logat yang sunda banget, khas wanita sunda yang cerewet dan keras kemauan mencairkan susana. Bukan saya saja lho, penonton lainnya pun tertawa geli dibuatnya.

"Bagaiman rasanya bersuara tapi orang-orang tak bisa mendengar? Aku tau betul seperti apa rasanya. Aku merasa seperti itulah dunia bekerja terhadap kami, perempuan. "

"Cobalah renungkan, bukankah suatu bangsa terjadi dari dua bagian? Laki-laki dan perempuan. Jika perempuan dianggap sebagai bagian dari suatu bangsa, tentu mereka punya tempat dan kedudukan yang berhubungan dengansegala hal dalam bangsa itu. Bukankah suatu bangsa menjadi  dewasa jika masing-masing bagian menjadi satu kesatuan yang utuh, kuat, dan patuh? Pengaruh perempuan dan laki-laki harus terlihat bertimbangan. Artinya perempuan dan laki-laki ada sama harganya."

Rieke terlihat begitu ekspresif ketika menggambarkan keharuan Emma saat mendengar proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekarno - Hatta. Hembusan nafasnya menyiratkan kebahagiaan dan harapan yang besar jika kaum wanita juga akan mendapatkan kebebasan yang lebih luas setelah kemerdekaan Republik Indonesia . 


Rd Dewi Sartika

Monolog profil kedua yang tampil di panggung adalah Rd Dewi Sartika yang monolognya disampaikan oleh Sita Nursanti.  Kalau Emma sebelumnya banyak berdiri dan hilir mudik di atas panggung, penampilan Uwi kali ini lebih anggun dan duduk di panggung.

Kala itu Uwi yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan membaca dan menulis sering dimintai oleh para somah untuk membacakannya surat cinta. Uwi mendorong para somah agar bisa membaca dan menulis juga berhitung. 

Seperti ini monolognya:

"Dunia bukan hanya surat cinta. Tidakkah kalian menginginkannya? Aku menginginkannya. Aku ingin mata kalian terbuka. Aku ingin kalian bisa membaca"

Rd Dewi Sartika tidak pernah puas dengan yang sudah didapatkannya. Perlawanan Uwi bukan hanya semanta karena ayahnya adalah pemberontak hingga dibuang Ke Ternate. Bagi Uwi, para somah terutama somah perempuan berhak mendapat perlakuan yang manusiawi.   Ia hanya ingin bisa memberikan yang bisa dilakukan, kemampuan membaca dan menulis bagi somah teruma perempuan di zaman yang akan membuat resah kaum bangsawan dan keluarga yang masih kolot. 

Uwi memprotes somah tidk boleh sederhana yang hanya bisa memasak, menjahit dan berbakti pada suami. Iming-iming surga sebagai bakti para perempuan bukanlah halangan bagi para somah wanita untuk tau lebih banyak.


Lasminingrat

Di antara tiga wanodja soenda yang narasinya dibacakan secara Monolog, Lasmi adalah sosok yang modern. Kalau di saat sekarang bisa dibilang sebagai pahlawan wanita yang milenial. Sosok ini dibacakan oleh Maudy Koenaedi. 

Lasmi pernah menikah namun suaminya lebih dulu meninggalkannya. Kedekatan ayah Lasmi dengan petinggi kolonial membuatnya mendapatkan akses mendapat pengetahuan dan menjadikannya hobi membaca. Dari sini lah ia ingin penduduk Garut di tempat ia tinggal mendapatkan hak yang sama.  Sayangnya, karena kedekatan keluarga Lasmi dengan Belanda ia tidak disukai penduduk setempat. Kalau secara sekilas, kisah Lasmi ini mirip-mirip dengan Rd Kartini, ya? Bedanya Lasmi tidak mengalami poligami.

Meskipun berat, Lasmi ingin mengajak masyarakat membaca dan menemukan ilmu di da dalamnya. Masyarakatnya pada masa itu hanya bekerja dan bertani dan tidak mengalami perkembangan secara signifikan yang meningkatkan kesejahteraannya karena aturan yang mereka sendiri tidak paham.
monolog 3 wanodja soenda

Perjuangan Lasmi semakin berat karena keponakannya sendiri menjadi orang yang mempersulit perjuangannya dengan menurunkan segala foto dan arsip kegiatan Sakola Kautamaan Istri yang didirikan ayahnya, bahkan membantai rakyatnya sendiri sehingga mencoreng nama baik keluarganya sendiri.

Namun Lasmi yakin  sejarah akan berpihak kepadanya dengan mengungkapkan kebenaran bahwa pada masanya pernah hadir semangat untuk bangkit untuk melawan kebodohan dan penindasan.  

Wiiih merinding ga sih denger ceritanya?

Sebelum pementasan monolog ini,  di area restoran Savoy Homann ini diselenggarakan eksibisi dari dua wanodja milenial dengan skill unik yang dimilikinya.  Risa Noorisa mempunyai skill menempa besi, dii mana pada masa dulu kepandaian ini identik dengan kemampuan yang cuma dimiliki laki-laki. Percika api dan bara dari logam berhasil menyihir saya untuk terus di sana memotret aktivitasnya.

Selain ditemani oleh seorang laki-laki yang menyiapkan tungku api, di belakang Risa ada dua laki-laki yang memainkan alat musik sunda yaitu kecapi dan rebab. Rebab ini dari penampilannya mirip biola namun menghasilkan nada dengan laras musik sunda. Masih ingat tangga nadanya? Da mi na ti la da....

monolog 3 wanodja soenda

Masih di sudut arena yang sama, sepelemparan batu dari Risa, ada Edrike Joosencia yang anteng melukis.  Bukan cuma siapa tokoh yang sedang dilukisnya tapi media yang digunakan juga menarik perhatian. Untuk bahan warnanya, Edrike menggunakan arang dan kunyit untuk memulas lukisan. 

monolog 3 wanodja soenda


Acara yang juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat Ir Ridwan Kamil ini berakhir pada pukul 18.00. Kalau dirata-ratakan,  setiap tokoh yang naik ke panggung menghabiskan waktu sekitar 30-40 menitan.  
monolog 3 wanodja soenda

Semuanya menyampaikan naskah tanpa teks atau di luar kepala. Luar biasa! Salut deh sama konsentrasi dan daya tahan mereka untuk tetap tenang selama berada di atas panggung.  

Buah perjuangan dari ketiganya bisa kita rasakan sekarang ini. Para perempuan Indonesia punya hak yang sama untuk mengakses ilmu pengetahuan dan berkiprah dengan kemampuan yang dimilikinya. 

Ngahaturkeun nuhun nu kasuhun kangge para pahlawan wanodja soenda kangge perjuanganna.


Share: