Apa sih, penyakit nomor satu yang mematikan di dunia? Kita mengenal Aids sebagai salah satu penyakit mematikan di dunia. Namun dari hasil penelitian, ternyata terjadi pergeseran persentase penyebab penyakit mematikan antara penyakit menular dan penyakit tidak menular. Pada tahun 1990 perbandingan antara penyakit menular dan penyakit tidak menular adalah sebesar 56% untuk penyakit menular, 37% disebabkan penyakit tidak menular dan sisanya sebesar 7% terjadi karena cedera.
Foto: pribadi |
Namun dalam selang waktu 25 tahun, persentase penyebab kematian yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular mengalami kenaikan yang signifikan. Dari data yang dirilis oleh WHO, ternyata pencetus kematian yang dikarenakan penyakit tidak menular menyumbang angka sebesar 57%, 30% oleh penyakit menular dan sisanya 13% dikarenakan cedera.
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/media-kit/20170421/1520574/temu-blogger-kesehatan-jawa-barat-2017/ |
Tanya jawab blogger dengan narsum Foto: pribadi |
- Jarang bergerak/beraktivitas/malas
- Kurangnya makan makan berserat (buah dan sayur)
- Minum minuman bersoda
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/media-kit/20170421/1520574/temu-blogger-kesehatan-jawa-barat-2017/ |
Sebenarnya untuk makan makanan berserat, bukan hal yang sulit bagi saya. Bahkan kalau lagi ada jamuan atau makan di luar nemu salad, saya bakal mendahulukan salad buah atau sayur. Selalu begitu. Rasanya sudah seperti ritual wajib saja. Sedangkan kalau di rumah, kebanyakan pas lagi inget :). Lebih suka beli buah di tukang buah potong, karena porsinya pas, ga mubazir. Memang sih, lebih murah kalau beli banyak satu buah/per kilo. Sayangnya suka bersisa dan berakhir di tempat sampah. Sayang banget, kan?
sebenarnya kurang banyak porsi buahnya, nih :) Foto: pribadi |
Salad... yummy.... Foto: pribadi |
PR terbesar alias nomor satu buat saya adalah olahraga. Pernah terbersit keinginan untuk lari pagi ke gor Pajajaran, lari-lari kecil dengan porsi waktu/putaran yang pas dengan kemampuan. Sayangnya masih dalam rencana. Niatnya yang kurang banget :).
Tapi ada kabar baiknya juga kalau ternyata belum sempat berolahraga. Aktivitas fisik lain seperti jalan kaki, naik tangga datipada menggunakn lift/eskalator atau melakukan pekerjaan rumah juga ternyata bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko terkena penyakit tidak menular itu tadi. Hayooo, masih malas dan nyari alasan buat enggak bergerak?
Walau tidak menular, penyakit degenaratif ini bisa disebut 'silent killer'. Kebanyakan orang merasa baik-baik saja tapi begitu diperiksa ternyata sudah sampai kondisi siaga. Penyebabnya ya karena cuek atau tidak mau memperbaiki gaya hidupnya.
Tapi ada kabar baiknya juga kalau ternyata belum sempat berolahraga. Aktivitas fisik lain seperti jalan kaki, naik tangga datipada menggunakn lift/eskalator atau melakukan pekerjaan rumah juga ternyata bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko terkena penyakit tidak menular itu tadi. Hayooo, masih malas dan nyari alasan buat enggak bergerak?
Walau tidak menular, penyakit degenaratif ini bisa disebut 'silent killer'. Kebanyakan orang merasa baik-baik saja tapi begitu diperiksa ternyata sudah sampai kondisi siaga. Penyebabnya ya karena cuek atau tidak mau memperbaiki gaya hidupnya.
Di tengah paparan materi hari itu, kami diajak untuk bergerak, semacam senam ringan untuk melakukan peregangan.
Dari layar di sisi kanan dan kiri panggung acara, saya dan teman-teman blogger mengikuti beberapa gerakan selama kurang lebih 5 menit. Aktivitas yang sama juga kami ulangi pada sore hari. Aktivitas peregangan ini juga jadi aktivitas harian yang dilakukan oleh jajaran pejabat dan staf serta karyawan di kementerian kesehatan. Gerakan peregangan yang ringan ini bisa dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja. Tentu saja, untuk tempat dikondisikan kan, ya.
Foto: Mbak Wawa |
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku hidup sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kita garis bawahi kualitas hidup. Kalau sudah sakit, produktivitas akan menurun, pekerjaan yang harusnya selesai jadi terbengkalai dan mengganggu target-target yang ingin dicapai. Sayang sekali, kan? Di sisi lain gaya hidup yang tidak sehat juga bisa membuat pos pengeluaran kita mengalami kebocoran karena ada pos tambahan untuk berobat. Sehat itu murah, sakit itu mahal. Setuju?
Beberapa aktivitas hidup sehat yang bisa dilakukan agar kualitas hidup tetap terjaga antara lain adalah seperti yang digambarkan berikut:
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/media-kit/20170421/1520574/temu-blogger-kesehatan-jawa-barat-2017/ |
Jangan lupa juga untuk melakukan tes kesehatan secara berkala. Ini juga jadi PR besar dan masih banyak yang enggan menjalani. Adanya kekhawatiran akan ada hasil yang bisa membuat parno adalah alasan yang paling umum kita dengar.
Padahal kalau sudah menjalani tes, kemungkinannya hanya ada dua. Bersyukur karena ternyata kekhawatiran tidak terjadi setelah hasil tes/pemeriksaan keluar. Sedangkan jika sebaliknya, bisa segera menegakan diagnosa untuk mengobati atau meminimalkan risiko yang mungkin akan muncul dari penyakit yang ditemukan. Saya sudah melalui tes gula darah, tensi dan kolesterol beberapa waku lalu. Alhamdulillah, hasilnya positif. Tapi tes lainnya belum, nih :)
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/media-kit/20170421/1520574/temu-blogger-kesehatan-jawa-barat-2017/ |
Selesai mendapatkan paparan seputar gaya hidup sehat, acara selanjutnya diisi oleh Anwar Natari, yang membahas rasa bahasa dalam gaya tulisan. Saya tergelak, sedikit tersentil juga ketika narsum yang akrab disapa Mas Awai ini memberikan contoh penggunaan diksi yang bis membingungkan atau mengaburkan makna.
Sebelum acara di Savoy Homann ini saya sudah pernah mengikuti paparannya juga di acaranya Bloggerday bersama Blogger Crony. Bosen? Enggak juga, tetap asik, apalagi di sesi games parmainan kata. Apa yang ingin kita sampaikan ternyata belum tentu pemahamannya sama dengan lawan bicara. Misalnya saja ketika mendeskripikan kata 'bingung', saya dan teman-teman dalam kelompok meja yang sama tidak bisa sekaligus menerangkan kata bingung kepada teman yang ditunjuk sebagai penebak.
Begitu juga ketika muncul kata malu, deskripsi yang disampaikan bermacam-macam namun pemahaman yang diterima oleh penebak ternyata tidak sama. Pengalaman setiap orang kan beda-beda. Bagi orang lain contoh kejadian yang memalukan belum tentu punya rasa yang sama buat yang lainnya. Kami sukses ngakak dibuatnya di sesi ini. Seru, deh.
Beberapa hal lain yang juga bisa membuat komunikasi jadi masalah. Penggunaan tanda baca (dalam tulisan) atau latar belakang suku di mana pemakaian kata tertentu bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda. Kata kami dan kita misalnya.
Di daerah tertentu, kata 'kita' digunakan sebagai kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak, punya arti yang sama dengan kami. Padahal di tempat lain, kata kita umumnya dipahami sebagai kata ganti orang pertama yang melibatkan lawan bicara. Jika bertemu dengan orang lain yang pemahamannya berbeda, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan salah paham. Kita? Elu aja kali. Pernah dengar ungkapan ini, kan?
Sementara untuk rasa tulisan, sebenarnya tidak masalah apakah kita akan menggunakan bahasa gaul, rada western atau bahasa Indonesia yang umum. Kalau sudah mengenal segmen pembaca di blog misalnya, sudah tersegmen pada karakter atau usia tertentu, diksi yang digunakan tidak jadi masalah. Sementara itu penggunaan bahasa Indonesia yang umum dan sudah dikenal banyak orang bisa memperluas khalayak yang membaca blog.
Akhirnya semua keputusan kembali lagi pada diri kita sendiri untuk berkomunikasi dengan cara apa. Saya percaya kok, seperti juga genre film atau musik, setiap blog juga sudah punya pemirsa/pembacanya masing-masing. Iya, kan?
Aanwar Natari, mengajak audiens mengoreksi rasa bahasa biar ga salah paham. Foto: pribadi |
Begitu juga ketika muncul kata malu, deskripsi yang disampaikan bermacam-macam namun pemahaman yang diterima oleh penebak ternyata tidak sama. Pengalaman setiap orang kan beda-beda. Bagi orang lain contoh kejadian yang memalukan belum tentu punya rasa yang sama buat yang lainnya. Kami sukses ngakak dibuatnya di sesi ini. Seru, deh.
Beberapa hal lain yang juga bisa membuat komunikasi jadi masalah. Penggunaan tanda baca (dalam tulisan) atau latar belakang suku di mana pemakaian kata tertentu bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda. Kata kami dan kita misalnya.
Di daerah tertentu, kata 'kita' digunakan sebagai kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak, punya arti yang sama dengan kami. Padahal di tempat lain, kata kita umumnya dipahami sebagai kata ganti orang pertama yang melibatkan lawan bicara. Jika bertemu dengan orang lain yang pemahamannya berbeda, bukan tidak mungkin bisa menimbulkan salah paham. Kita? Elu aja kali. Pernah dengar ungkapan ini, kan?
Sementara untuk rasa tulisan, sebenarnya tidak masalah apakah kita akan menggunakan bahasa gaul, rada western atau bahasa Indonesia yang umum. Kalau sudah mengenal segmen pembaca di blog misalnya, sudah tersegmen pada karakter atau usia tertentu, diksi yang digunakan tidak jadi masalah. Sementara itu penggunaan bahasa Indonesia yang umum dan sudah dikenal banyak orang bisa memperluas khalayak yang membaca blog.
Akhirnya semua keputusan kembali lagi pada diri kita sendiri untuk berkomunikasi dengan cara apa. Saya percaya kok, seperti juga genre film atau musik, setiap blog juga sudah punya pemirsa/pembacanya masing-masing. Iya, kan?
Foto: Mbak Wawa |
Nah, aku masih takut-takut gimana gitu kalau cek kesehatan muehehe. Beuh itu penutupnya kece teh. Setiap blog punya pembaca/pemirsanya masing-masing. Blog aku mah sepi, harus diperbaiki :D
ReplyDeleteSama sih, Gilang. Aku juga masih maju mundur cantik (masa ganteng) buat tes kesehatan hehehe
Delete