Monday 20 March 2017

Tentang Serial Drama Downton Abbey

Beberapa waktu lalu, sebelum trailernya Beauty and The  Beast wara-wiri di youtube, saya udah dibuat jatuh cinta  sama aktor asal Inggris Dan Stevens. Kalau di film Beauty and The Beast tampang gantengnya cuma muncul bentaran aja,  di serial Downton Abbey, Dan bisa nampang lebih lama, lho. Malah nih menurut saya Dan lebih ganteng di sini. Perannya sebagai Mathew Crawley juga bikin saya kesengsem dan ngefans jadinya.

Coba deh perhatikann. Foto pertama ini adalah  karakter Dan di Downton Abbey sebagai Matthew. 
sumber foto: http://www.dan-stevens.co.uk
Dan ini penampakan Dan Stevens sekarang. Kelihatan lebih hmmm.... tuir hehehe *hush*
sumber foto: voa-new
Karena lagi banyak yang ngomongin dese, saya mau ikutan cerita aja, ah. Serial sepanjang 5 season dengan rata tiap season terdiri dari 9 episode ini seolah-olah menghipnotis saya buat terus ngejabaninnya. Ini juga bisa dibilang rekor. Soalnya saya bisa tabah mengikuti jalan ceritanya. Sebelum ini suka males liat serial macam sinetron di tv gitu. Kecuali macam  Ok-Jek yang episode per episodenya bukan masalah besar kalau ditonton secara terputus.

Ga sengaja nemu serial ini lewat aplikasi Iflix  di ponsel. Setelah random mencari beberapa drama, saya pilih serial ini dan membaca sinopsisnya. Hmmm, menarik. Ditambah lagi intronya dengan tata musik yang langsung menghadirkan chemistry. Ini seru kayanya. Gitu yang kepikiran.
foto: http://theenchantedmanor.com
Kalau pernah membaca buku-bukunya Jane Austen pasti familiar deh dengan kehidupan bangsawan Inggris. Sistem hukum waris di sana bisa dibilang ribet. Seandainya seorang bangsawan meninggal dan ia tidak punya anak laki-laki, maka yang punya hak waris adalah keponakannya.  Di sini diceritakan Lord Grantham hanya mempunyai 3 anak  perempuan (Mary, Edith dan Sybil). Ia harus rela kalau warisannya jatuh kepada orang lain (keponakan laki-laki) bukan anaknya. Menikahkan anak pada sang pewaris adalah solusi agar anak-anaknya tetap bisa menikmati warisannya. Maka terpilih Mary (Michele Dockery) untuk menikah 'suami pilihan' yang sudah ditetapkan.
trio gadis Crawley:  Sybil, Mary dan Edith
Kandidat suami pertama Mary meninggal dalam kecelekaan kapal Titanic pada tahun 1912. Setelah upacara duka cita, Mary  bertemu dengan Mathew sebagai calon suami berikutnya. Pastinya masih ada pertalian darah dong makanya orangtuanya  mengharapkan Mary mau menikah dengan Matthew. Mary yang pernah terlibat skandal dengan diplomat asal Turki Kemal Pamuk ini cukup nyebelin dibalik kelebihannya yang dimiliki. Cantik, iya, pinter? Jangan ditanya tapi sifatnya kadang  ngeselin.  Bikin gondok,  termasuk saudaranya Edith yang juga tidak suka dibuatnya.

Tapi... saban  serial ini bahas rencana pernikahan Mary dengan Matthew bikin saya baper juga. Kok saya ga rela pas Matthew ketika  punya rencana menikahi gadis lain. Atuhlah, jangaaan. Sama Mary aja.  Matthew dan Mary memang pasangan yang ideal. Mereka harus nikah. Gitu yang saya pikir. Maka ketika akhirnya mereka menikah dan punya anak saya ikutan seneng, walau pun jatah Dan Stevens di serial ini cuma sampai akhir season 3  aja. Setelahnya? bye. Huhuhu... sedih banget dibuatnya.
Kaaaan, Dan Stevens nya charming :D foto: http://chicvintagebrides.com/
Waktu mengikuti episode selanjutnya  di season 4, saya sempet ragu, kira-kira bakal tetep menarik ga, ya? Udah kadung penasaran, terlepas dari love storynya Mary dan Matthew serial ini menyajikan twist penuh kejutan yang melibatkan karakter-karakter lainnya sampai ke tingkat para pelayannya, Perang Dunia I, koflik Inggris - Jerman, kode etik kedokteran, revolusi industri yang pernah terjadi saat itu, sistem hukum di Inggris yang pernah mengenal hukum gantung, sampai sentimen rasial yang dikemas dengan apik.
sebagian para pelayan di serial Downton Abbey. Foto: Downtobne Abbey
Well, saya  ga menyesal karena ternyata serial ini emang memuaskan secara keseluruhan. Jika keluarga Mary sangat strike dengan aturan kebangsawanannya (terutama Vicotria, neneknya Mary), Matthew dan ibunya   Isobel (Penelope Wilton) adalah tipikal bangsawan yang anti mainstream.  Ga suka dengan segala keribetan  aturan kebangsawanan membuat hubungan Isobel dan Vicotria jadi bagian yang sayang buat dilewatkan. Dua-duanya sama pinter, sama-sama keras kepala dan suka saling menyindir satu sama lain dengan gaya bangsawannya. Jangan bayangin mereka bakal cakar-cakaran  atau saling jambak, lho. Ga ada kamus kekerasan fisik di Downton Abbey.

Kalau nyimak perdebatan mereka malah kebanyakan bikin saya ngikik. Jika diibaratkan  keduanya main catur bareng mungkin bakal sering berakhir dengan remis. Walau sering berselisih paham, mereka bisa saling menunjukkan perhatiannya sebagai saudara sepupu. Misalnya Isobel yang rela tidak tidur ketika Vicotria sakit, atau Victoria yang 'keukeuh' nyomblangin Isobel dengan bangsawan lain yang sedang menduda.
Love and hate relationship antara Isobel dan Victoria di Downtobne Abbey. Foto: pbs.org
Tadi saya bilang kan ya, kalau konflik dan rivalitas di antara para pelayan di serial ini juga tidak kalah menarik? Saya sebel banget sama Thomas Barrow yang culas, dan licin, gemes sama  Daisy yang suka ngeyel, simpatik sama kisah cinta  Anna Smith dan Mr Bates,  suka dengan bijaknya kepala pelayan Mrs Hughes dan terpesona dengan bijak charmingnya Cora Crawley, ibunya Mary  yang berdarah Amerika. Dia punya stok sabar yang banyak menenangkan suaminya, Robert  Grantham (Hugh Bonnevile) yang suka meledak-ledak dan bijak meredam konflik dalam rumah tangga Downton Abbey.   Itu baru sebagian lho.  Kalau diceritain semua ga sanggup saya. Udah gitu kan nantinya jadi spoil dong.

Dua jari jempol saya acungkan sama Jullian Felowes yang menulis naskah serial ini secara apik. Saya jadi kepoin juga rumah klasik yang jadi lokasi syuting film ini.  para bangsawan Inggris sana, rumah bukan sekadar tempat tinggal saja. Tapi juga udah menyangkut gengsi dan harga diri. Makanya di sini juga diceritakan gimana jungkir baliknya Lord Grantham mempertahankan bisnis konvensional keluarganya dari ambang kehancuran. Apapun akan dilakukan agar tetap bisa mempertahankan kepemilikan rumah meski itu harus berdamai dengan mengadopsi bisnis yang lebih modern yang ditawarkan oleh Matthew dan Tom Branson (Allen Leech), menantunya yang mantan sopir dengan pemikiran revolusioer yang pro pergerakan kemerdekaan Irlandia.


Yang saya suka juga dari serial Downton Abbey kalau Marry udah nyanyi. Lagu jadul awal tahun 1900an jadi terdengar lebih berkelas pas dia nyanyi. Kostum-kosum bangsawan mereka di sini juga ga kalah memesonanya. Sesuai dengan gaya fashion pada saat itu tapi jika dipakai sekarang pun tidak akan mengesan ketinggalan jaman.

Setelah serial Downton Abbey ini, saya masih nyari film atau mini seri yang dibintangi Dan Stevens, atau tema cerita serupa. Huaaaa, makin mupeng aja punya impian jalan-jalan ke Inggris sana.

O, ya selain cerita tenggelamnya Titanic di serial ini, kasus skandal politik yang melibatkan diploma Turki sampai pengungsian oang-orang Rusia yang juga diceritakan di Downton Abbey beneran pernah terjadi.  Saya rekomendasikan deh buat yang suka cerita drama berbau sejarah dan pengen ngulik gimana kondisi sosiologi Inggris pada awal abad 20 dengan segala prinsip aritoskratnya.
Share:

7 comments:

  1. Bajunyaa cakep-cakep banget. Suka dengan setting klasik begini,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baju-baju klasik malah lebih sopan juga ya, Mbak.

      Delete
  2. Setting klasik gini keren yah, suka. Penasaran pengen nonton ah tapi masih ada drama korea yang harus dituntaskan dulu wkwkwkw

    ReplyDelete
  3. Jatuh cinta pertama kali sm Dan Stevens di Sense and Sensibility(2008). Suka tone suaranya jg.
    Gaya sindir antara Penelope Wilton dg Maggie Smith yg asik jg bisa diikuti di The Best Exotic Marigold Hotel 1 dan 2. Apalagi ada Judi Dench di sana. Makin seru sindir-sindirnya… 😊

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.