Lima Sekawan? Yang seangkatan saya sih mestinya familiar sama tokoh buku
bacaan ini. Pertama tahu lagu ini karena trio temen saya waktu di TK (bisa sampe
inget gini, karena ketiganya tetangga satu RT) selalu tampil bersama dengan
lagu yang sama. Kurang lebih ada bait yang bunyinya seperti ini (CMIIW kalau
ada lirik yang salah, ya).
Ada anjing kecilTimmy namanya...Ada penjahat pasti disikatAda perampok pasti kapok!Lima sekawan sungguh jagoan....
Lalu satu lompatan high five bakal mengakhiri performa teman saya, selalu begitu. Well, kalau ngomongin bacaan waktu kecil
yang paling inget (selain komik) saya suka baca novelnya Lima Sekawan,
Trio Detektif, Sapta Siaga, Stop, Serial Malory Towers, dan Hardy Boys (yang ini sepertinya
kurang familiar, eh betul, ga?).
Efeknya, saya jadi suka serial TV yang berbau detektif di TV.
Tampak keren, jadi pembela kebenaran, memecahkan teka-teki dan mengurai benang
merah perkara yang pelik. Makanya pas kelas 3 SMP tuh, waktu jamnya
pelajaran BP dan yang masuk bapak Wakasek yang baik hati dan kebapak-an ini menerangkan penjurusan di SMA dan kuliah, saya sempet kepikiran masuk
jurusan kriminolog. Hasilnya? Jauuuh, saya ga sampe seujung kukunya pakar
Kriminolog Adrianus Meilala itu, lho. Hehehe.... Tapi efeknya masih ada, nyisa
dikit. Saya masih suka serial TV selain semacam The A Team, SWAT, Hunter, Mac Gyver, Knight
Rider, lalu ada The X-Files dan Early Edition.
Kalau dulu buku bacaan anak yang inspiring ini tipikalnya buku-buku
Enid Blyton atau Alfred Hitchock, penulis sekarang pun tak kalah keren dan
kreatifnya, penulis lokal pula. Saking kerennya, saya malah bingung kalau
ditanya penulis buku anak sekarang. Semakin banyak akses informasi dan
kemudahan membangun jaringan dengan dunia penerbit, semakin banyak juga penulis
buku anak yang update buku terbarunya wara wiri di newsfeed dan mejeng toko
buku, bahkan yang masih anak-anak sekalipun seperti puterinya Aa Gym, Ghefira
Nur Fatimah, Putri dan Adamnya Asma Nadia sampai yang sudah punya jam terbang yaang tinggi seperti Eka
Wardana.
Saya pernah berkesempatan menghadiri acara ngobrol-ngobrol bareng Eka Wardana yang
disponsori sebuah komunitas yang followernya sudah ribuan di
twitter.
Eh, kenapa saya jadi pengen ngomongin Eka Wardana? Jadi begini, diantara sekian banyak buku yang sudah ditulisnya, ada buku yang menggugah dan inspiring. Judulnya Muhammad Teladanku yang akrab disebut MUTE. Harga yang dibanderol lumayan mahal sih karena dijual secara paket hehehe... Eh tapi saya berkesempatan mengikuti sebuah acara training yang kontennya diangkat dari bukunya Eka Wardana, ya itu Muhammad Teladanku. Inspiring banget deh, menampilkan monolog yang dibawakan oleh Neno Warisman yarng didukung beberapa figuran. Sama dengan bukunya yang laris acara ini pun sukses digelar. Saya enggak nyesel lho mengikuti acaranya. Kalau mau tahu lebih lengkapnya bisa baca di sini.
Eh, kenapa saya jadi pengen ngomongin Eka Wardana? Jadi begini, diantara sekian banyak buku yang sudah ditulisnya, ada buku yang menggugah dan inspiring. Judulnya Muhammad Teladanku yang akrab disebut MUTE. Harga yang dibanderol lumayan mahal sih karena dijual secara paket hehehe... Eh tapi saya berkesempatan mengikuti sebuah acara training yang kontennya diangkat dari bukunya Eka Wardana, ya itu Muhammad Teladanku. Inspiring banget deh, menampilkan monolog yang dibawakan oleh Neno Warisman yarng didukung beberapa figuran. Sama dengan bukunya yang laris acara ini pun sukses digelar. Saya enggak nyesel lho mengikuti acaranya. Kalau mau tahu lebih lengkapnya bisa baca di sini.
Selain konten dan ilustrasi sebuah buku, buat saya buku Anak-anak yang
bisa laris dan menarik minat anak-anak adalah buku yang dekat dunia
anak-anak dan lebih realistis. Jadi misalnya nih, kalau ada buku anak-anak yang
fantasi biasanya akan memancing daya kritis anak-anak. Kok begini? Emang bisa
orang terbang? Kok ada teko bisa ngomong? Menulis buku anak perlu
kreatifitas, bukan sekadar dongeng saja, ah itu sih udah out of date, basi.
Syukurlah heboh-heboh beberapa buku anak yang memicu kontroversi segera
disikapi dengan positif oleh penerbit. Ga perlu saya sebut, ya. Kalau
memperhatikan akun facebook, pasti pernah nyimak, minimal salah satunya.
Mudah-mudahan selain sukses di pasaran, tren buku anak-anak di Indonesia
juga bisa menembus pasar internasional. Bukan cuma mengejar royalti atau
target penjualan, tapi juga memperluas sebaran virus positif dari tulisan
yang mengedukasi. Mudah-mudahan ke depannya bakalan ada buku anak-anak
yang ditulis penulis Indonesia yang bisa booming seperti buku Harry Potter.
Kalau bukan generasi kita, mungkin adik-adik atau anak-anak kita yang bisa mewujudkannya.
Semoga, ya.
buku anak2 di indonesia sekarang variatif ya mbk,beda sama jaman dulu :)
ReplyDeleteAaamiin. Kamu kapan buat buku untuk anak2, Mba? :D
ReplyDeleteBtw, saya kenalnya sama Tiga Serangkai. :D