Jujur sama diri sendiri? Iya, ini kunci utamanya. Sebagai seorang muslim tentunya kita tahu kalau shalat sebagai salah satu pilar dalam menjalankan syariat islam setelah syahadat. Pernah terbayang ga, gimana kalau saat salat sendirian kita 'memangkas' rakaat salat? Misal salat dzuhur yang harusnya empat rakaat jadi dua rakaat. Padahal enggak ada yang lihat, enggak ada cctv yang dipasang di kamar kita. Pokoknya cuma kita sendiri. Enggak ada siapa-siapa.
Saya yakin 100% enggak akan berani. Kita akan tetap menjalankannya 4 rakaat sesuai ketentuan. Lain ceritanya kalau ruhsah, misal sedang safar. Itu lain cerita. Kenapa kita komit untuk tetap menjalankan 4 rakaat? Karena kita yakin kalau Allah maha melihat. Kita mungkin bisa membohongi orang lain tapi tidak bisa membohongi diri sendiri, apa lagi Allah.
Makanya enggak heran kalau masih ada orang yang suka salat tapi dalam kesehariannya tidak mencerminkan ahlak seorang
muslim. Kalau hanya menjalankan kewajiban artinya hanya menggugurkan kewajiban saja, kosong dari pemahaman esensinya. Dalam setiap rakaat yang salat kita diwajibkan untuk membaca Al Fatihah, kan? Perhatikan Q.S Al Fatihah, ayat 4 ini
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Yang menguasai di Hari Pembalasan.
Semestinya kalau kita yakin ada hari akhir, kita yakin setiap amalan kita akan dihisab, maka kita tidak akan berani berbuat curang. Baik itu dalam ibadah dengan Allah maupun dalam bermuamalah, dalam kehidupan sehari-hari kita. Itu dia, karena merasa ini urusannya bukan ibadah, banyak yang menyepelekan dan merasa tidak ada yang melihat sampai berani memanipulasi. Execusenya, "
Ga ada yang lihat ini".
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca berita, sebuah SD di Bogor, SD Bantarjati 9 yang menyediakan keperluan siswinya. Keperluan itu berupa tissue, celana dalam dan pembalut wanita untuk siswi prempuan di toiletnya. Gratis? Enggak. Dengan metode seperti yang diaplikasikan dengan metode Kantin Kejujuran, para siswa wanita mengambil keperluannya dan meninggalkan uang di box yang tersedia sebagai pengantinya. Lagi-lagi soal dilihat atau tidak dilihat, faktanya pihak sekolah engak mengalami tekor, tuh. Kalau sedari kecil sudah dibiasakan begini, semoga berlanjut sampai mereka dewasa.
Eh, ya ngomong-ngomong soal kejujuran di SD, saya punya cerita nih. Saya punya teman seorang guru honor di sebuah SD. Teman saya ini, tahun kemarin mengajar kelas 3. Ia mengajarkan anak-anaknya untuk jujur, percaya dengan dirinya sendiri saat mengerjakan soal alias enggak nyontek.
Diajarin jujur tidak lantas membuat murid-muridnya pasrah dengan nilai-nilai tesnya. Untuk merangsang semangat anak-anaknya belajar, sesekali teman saya ini membuat semacam
games di kelas dengan menyampaikan soal. Ada
reward bagi yang bisa menjawab dengan benar, ya kecil-kecilan sih hadiahnya. Paling-paling hadiahnya berupa permen atau coklat. Tapi hasilnya manjur. Setiap ada soal atau pertanyaan yang diberikan, murid-muridnya dengan semangat 45 berlomba-lomba menjawab pertanyaan. Dalam kondisi ekstrim, malah pernah muridnya nagih buat minta ulangan. Ada-ada aja. Eh, ya sebagai tambahan, nilai-nilai eksak muridnya bagus-bagus lho. Teman saya malah sekarang kerepotan karena nilai tes untuk mata pelajaran yang sifatnya bukan hitungan malah tergolong biasa-biasa saja.
See? ternyata jujur dan semangat kompetisi bisa diajarkan secara bersamaan. Mudah-mudahan kebiasaan jujur murid-muridnya ini terus dibawa sampai mereka lulus sekolah, kuliah dan kembali ke masyarakat sebagai
agent of change.
Well buddy, keep on that way.
Gaya Hidup
|
cakwid.net |
Gimana soal gaya hidup?
Dengan penampilan blink-blink bak
One Stop Shopping berjalan itu, seolah-olah buat sebagian orang sudah tuntutan kebutuhan. Lebih dari sekedar eksistensi diri agar dirinya jadi pusat perhatian. Nah, soal eksistensi, narsisme tanpa mengukur kemampuan diri atau apapun itu istilah sepertinya jadi salah satu pemicu korupsi.
Bukan enggak boleh kaya atau tampil modis, tapi memaksakan diri untuk terlihat stylish hanya demi sebuah pengakuan komunitas itu sama dengan menyiksa diri. Masih mending kalau pinjam atau nyicil (itupun punya kalkulasi yang jelas untuk membayar), gimana kalau sampai ngambil jalan pintas dengan 'nilep'?
Padahal untuk mendapat pengakuan atau mengeksiskan diri bisa ditempuh dengan ilmu atau pencapaian prestasi. Inget dong satu quote dari sahabat Ali bin Abi Thalib?
Ilmu menjaga manusia, sedangkan manusia justru yang menjaga harta
Masih ingat juga dong sebuah pepatah lama :
Ada uang abang sayang, tak ada uang abang ditendang?
Ah kasihan sekali si abang, padahal dia bukan bola.
Sekali lagi, bukan enggak boleh kaya, ya. Tapi ya itu tadi, ngukur diri, seperlu apa kita tampil modis dan apa niat kita dengan tampil gaya itu. Apa cuma buat gaya atau kebutuhan? Misal seorang pejabat atau anggota dewan yang butuh kendaraan dinas, kenapa juga harus pake merk mahal kalau dengan mobil biasa saja sudah mumpuni? Padahal itu adalah uang rakyat, bukan uang pribadi.
Sebagai umat
islam yang berpegang teguh pada sunnah nabi atau
Ahlusunnah Waljamaah (Aswaja) sikap hidup sederhana yang dicontohkan nabi, tidak berlebih-lebihan mestinya sih ya ditiru juga. Sunnah nabi itu kan ada banyak. Salah satunya ya, gaya hidup yang sederhana ini.
Catat ya, Nabi Muhamad saw itu enggak miskin. Buktinya pada saat beliau meminang Bunda Khadijah, mahar yang diberikan oleh beliau adalah 100 ekor unta atau setara 1,2 M! Sahabat nabi yang lainnya seperti Abu Bakar Shiddiq dan Utsman bin Affan adalah contoh saudagar yang kaya tapi gaya hidupnya saat menjadi khalifah sangat sederhana.
Kalau membahas indeks korupsi Indonesia yang bikin miris, kok ya gimana gitu. Gondok dan gemas. Baiklah, yang sudah lewat kita pangkas (tentu saja supermasi hukum tidak jadi diabaikan), untuk yang sekarang ini, bibit-bibit muda, tunas-tunas bangsa yang sekarang kita perbaiki dengan memberi 'doktrin' yang baik-baik. Seperti Kantin kejujuran, MCK kejujuran dan.... jangan lupakan kejujuran saat ulangan atau ujian. Biarlah mereka lulus apa adanya, tiak menipu dirinya. Jangan biarkan mereka belajar menipu diri sendiri dan menipu orang lain nantinya.
Apa-apanya ada sih, boleh. Yang ga boleh itu maksain diada-adain. Menanamkan karakter
anti korupsi? Ah kenapa tidak? Bisa kok. Yuuuk
Artikel ini dibuat untuk diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh PPM (Persaudaraan Profesional Muslim).
Jangan lupa, terus mencari ilmu untuk menjaga diri, salah satunya dengan mendapatkan artikel menarik tentang
info & belajar islam terkini
.