Tuesday 7 April 2009

Harapan Itu Masih Ada!

Pemilu tinggal menghitung hari. 5 menit saja momen yang menentukan masa depan bangsa Indonesia. Sudahkah menentukan pilihan?
Suatu waktu seorang teman dalam jejaring facebook mengomentari dukungan saya terhadap suatu partai. Intinya, dia mengkritik sikap saya yang menurutnya mendukung demokrasi sama dengan mendukung thaghut, mendukung sistem kafir. Saya cuek aja. Saya katakan pada beliau kalau saya juga menyimpan harapan yang sama dengannya. Indonesia yang madani, Indonesia yang indah dalam satu sistem syariat Islam. Tapi apakah golput akan menyelesaikan masalah? Saya yakin sekali, TIDAK!. Ibaratnya seperti mengutuk kegelapan tapi kita tidak mencari lentera, menyalakan lilin untuk menerangi. Lantas teman saya itu memberi contoh Aljazair, dimana parpol yang berbasis islam menang dalam pemilu tapi hanya bertahan sehari saja (tolong koreksi kalau salah).
Ya, realitanya seperti itu. Tapi sepertinya teman saya itu lupa melihat lagi benang merah permasalahannya. Apa yang terjadi di Aljazair juga nyaris sama dengan Afghanistan, negeri para mullah. Tapi apa yang terjadi di sana? Meski Taliban berkuasa, rakyatnya berontak, membangkang. Belum lagi AS dan konco-konconya yang menjadikan negeri itu seperti arena menyabung nyawa manusia. Betapa murahnya harga nyawa di sana. Bom dapat berjatuhan di mana saja, kapan saja menghantam mereka yang tidak berdosa. Betapa murahnya harga nyawa di sana. Friksi golongan yang hanya menumbalkan saudara sendiri.
Tapi coba bandingkan dengan Palestina atau Turki. Di tengah-tengah perlawanannya menghadapi invasi Israel nan laknat, adu domba di antara warganya, justru HAMAS bisa memenangkan pemilu di sana. Pemilu yang diakui pengamat berlangsung dengan bersih. Rakyatnya juga percaya kalau nasib Palestina akan lebih baik di tangan HAMAS ketimcng Fatah yang jelas-jelas menikam rakyatnya sendiri, mengobral nyawa dan menggadaikan jengkal demi jengkal tanah airnya.
Pun begitu dengan Turki, ditengah-tengah dominasi kaum sekuler/liberal, Thayeb Erdogan dengan partai AKP.nya justru bisa mencuri simpati masyarakat Turki dan memenangkan Pemilu di sana. Seperti yang kita saksikan, umat Islam malah lebih leluasa beribadah daripada sebelumnya.
Saya yakin sekali, kita di Indonesia dapat mengikuti jejak saudara-saudara kita di Turki dan Palestina, kalau masyarakatnya bisa memandang indahnya islam tanpa harus berdarah-darah. Bukankah dalam banyak hal kondisi kita jauh lebih baik?
Seruan golput hanya karena kecewa dengan sistem sekarang tidak serta merta merubah wajah negeri kita menjadi lebih baik. Apakah syariat Islam harus tegak dengan kudeta? Tentu saja tidak. Kalau masyarakat kita sudah paham, dengan sendirinya mereka akan mendukung syariat Islam. Harap dicatat, kalau mayoritas yang berteriak lantang menyerukan golput adalah umat Islam, siapakah yang bakal mulus melenggang duduk menjadi "Dewan Terhormat"?
Terlepas dari partai apapun pilihan kita, saya yakin masih banyak mereka yang tulus memikirkan masa depan bangsa ini ketimbang kepentingan sendiri atau golongannya. Jadi, jangan golput ya, karena masa depan negeri ini ada di tangan kita. Jangan salah memilih untuk Indonesia Emas.
Harapan itu masih ada!
Share:

Sunday 5 April 2009

Makiko San

Hari ini ada suatu hal yang bikin aku iri. Tentunya iri yang positif.
Well, pagi tadi aku pergi ke Majelis Percikan Iman, nge-charge spiritku yang lagi kendur. Alhamdulillah, ada tambahan motivasi buat memperbaiki diri. Sekitar pukul 10an setelah tim infak/sedekah berkeliling mengumpulkan dana inilah ada momen yang sungguh membuatku iri. Diantara hadirin pagi tadi, seorang wanita Jepang -Makiko Yushiyo menjadi pusat perhatian. Yup, Makiko berikrar mengucap syahadat di depan para jamaah. Ada rasa haru, senang bercampur iri. Suasana pagi yang teduh juga membuat moment pagi tadi makin terasa saja. Ya, dari percakapan singkat tadi dengan Ustadz Ahmad Humaedi yang juga memandu syahadatnya Makiko menegaskan keinginannya memeluk islam benar-benar keinginannya sendiri tanpa paksaan. Tambahan lagi, proses pencarian Tuhannya juga begitu luar biasa mengingat sebelumnya Makiko tidak memeluk suatu keyakinan apapun. Subhanallah, hidayah datang tanpa pernah terduga pada waktu, tempat dan siapapun jika Allah sudah berkehendak. Duh, jujur
aku iri dengan Makiko, karena hari ini seluruh catatan amalnya diformat, bersih tanpa dosa layaknya bayi yang baru terlahir. Ah, sementara aku?amaliahku belakangan ini rasanya ngedrop, kerap kali aku dihinggapi perasaan gelisah gak jelas. Ah, aku gak boleh nyerah. Aku harus bangkit, semangat!
O, ya satu lagi momen yang membuat kebahagiaan Makiko semakin lengkap. Selain ikrar syahadatnya ditemani calon suaminya, Makiko juga bakal menggenapi separuh dien.nya minggu depan. Too good to be true, but it does. Barakallahu ya Makiko San, meski pagi tadi letak duduk kita berjauhan dan ga saling kenal, aku ikut bahagia. Semoga energi kebahagiaan itu juga berpendar dan terpancar pada semua jamaah yang hadir tadi termasuk aku. AMIN.
Share: