Saya pernah ngebayangin kalau aja ga ada inovasi penemuan jam betapa rempongnya kita mengatur waktu buat ketemuan. Dulu banget, yang namanya penentuan jam ngandelin banget yang namanya matahari. Kalau bayangan kita masih panjang itu artinya masih pagi kan, ya? Terus makin siang makin kecil, plus dengan sudutnya yang bergeser. Kalau lagi beruntung ada di venue mana gitu, kita bisa menjumpai sundial alias jam matahari. Akurasinya lebih jelas daripada ngira-ngira yang kadang perkiraannya ga sama.
sumber amazon |
Misalnya gini. Saya janjian sama temen di resto (jaman dulu restonya udah kebayang lah ya kayak gimana?). Terus bilang gini: “Pokoknya pas sudut bayangan gue geser 30 derajat ke kanan, loe udah ada di sana, Awas lho, kalau ga on time. Nanti bill makan semuanya loe yang bayar.” Hihihi sekalian malak itu mah.
Ya kalau pas cuaca cerah sih oke aja. Gimana kalau pas hujan gede? Duh, bisa molor tuh janjian. Kadang saya suka mikir orang-orang jaman duluitu sabarnya luar biasa. Ya yang nunggu, ya yang lagi otw alias on the way. Ngomong-ngomong soal otw ini kadang suka jadi plesetan oke, tungguan weh. Semacam sindiran karena harus nunggu sedikit lebih lama. Misal janjian jam 9 ketemuan, yang satu orang malah baru berangkat jam 9. Baru mau pergi. Sebel, kan?
Tapi beruntunglah sampai akhirnya tercipta juga yang namanya jam dengan segala bentuk turunannya temasuk jam tangan. Walaupun penunjuk waktu bisa kita dapatkan juga di gadget, alias smartphone, jam tangan tetap kita butuhkan apalagi kalau lagi di alam terbuka. Seperti beberapa waktu lalu pas saya dan temen-teman menjajal body rafting di Citumang, mau ga mau gadgetnya ditinggal di penginapan, daripada rusak. Nah, jam tangan yang tahan air bakal jadi penunjuk waktu yang nolong banget. Bisa sih ngira-ngira dari tingginya matahari dan sengatannya, kira-kira udah jam berapa. Tapi lagi-lagi soal akurasi kalau Cuma pake feeling mah dijamin meleset. Kadang jam 14 siang aja panasnya ga jauh beda dari jam 12, atau malah lebih hot.
Terus gimana, dong? Jam tangan expedition adalah solusinya.
Kenapa gitu?
Jadi gini. Buat yang suka beradventure alias bertualang baik itu ke gunung, hutan, atau bermain-main di air, penunjuk waktu ini butuh banget untuk menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan. Untuk melakukan kegiatan ini selesainya jam berapa? Untuk sampai ke satu titik, kira-kira nyampenya kapan? Kecepatan jip ini harus dipush biar sampe di pos berikut sebelum jam segini dan seterusnya. Kalau lagi ngejalanin rally dan batre gadget udah metong alias mati (duileh, masih kepikiran gadget di tengah gurun?), gimana mau tau perkiraan waktu yang tepat, kan?
sumber: timeout.com |
Fungsi jam tangan juga bukan cuma penunjuk waktu atau menunjukan status sosial seseorang, tapi juga sudah jadi trend fashion. Dulu jam tangan dengan desain mirip gelang ditujukan hanya untuk perempuan pada jaman pertengahan (jaman-jamannya ratu Victoria) saja, sementara untuk kaum laki-laki desainnya cuma jam saku, lho. Ga, kepikiran sebelumnya jam tangan secara estetis juga bisa dipakai buat laki-laki. Ribet sih ya kalau harus sering-sering ngodokin saku baju kalau cuma buat liat waktu aja mah. Sekarang mah tinggal lirik tangan, dan dalam sekian detik kita udah tau udah jam berapa sekarang.
foto: mataharimall.com |
Masih soal fashion juga, jam tangan expedition ga selalu identik dengan laki-laki yang terkesan jantan atau manly itu. Saat di mana banyak juga perempuan yang nyalinya juga ga mau kalah dan naluri bertualangnya luar biasa, keberadaan jam tangan dengan segala fitur yang dibenamkan ke dalamnya jadi kebutuhan juga buat kita yang ingin lebih dekat dengan alam. Kalau dalam waktu dekat ini punya rencana camping, touring, naik gunung atau diving, pastikan deh kalau yang satu ini sudah masuk dalam check list.