Aku menahan nafas setelah mengenakan jubah apek ini. Huh, entah siapa yang
terakhir kali memakainya. Baunya membuatku nyaris pingsan. Ah, sudahlah. Aku
harus bergegas. Sebentar lagi, saatnya beraksi. Aku mengangkat kapak yang
teronggok di sudut ruangan. Huh, berat ternyata!
“Sudah siap?” satu tepukan halus mengagetkanku. Aku menjengit.
Kapak yang kusandang dibahu nyaris terbanting.
“El!” Aku membuka tudung yang menutup kepala. Kami saling
menyeringai. Sinar matanya terlihat berkilat. “Seharusnya kita bertukar
kostum. Aku lebih cocok dengan jubahl putih itu, dan kamu dengan mantel ini!”
El mendekat ke arahku. Cuping hidungnya bergerak-gerak lucu, “Kamu
kan sang penjagal, dan aku jadi pangeran. Jubah hitam itu lebih cocok untuk
peranmu. Ngomong-ngomong, kamu belum mandi seharian?”
Aku meringis,“Jubah jelek ini yang bau." Kulitku yang
kecokelatan semakin samar kalau harus memakai kostum berwarna gelap.
Tapi dengan peran antagonis itu, mau apa lagi?
“Astaga!” El tertawa. “Rudi salah memberikan kostum. Maafkan aku.”
Aku menatapnya heran, meminta penjelasan.
“Jubah yang kamu pakai itu, milik Will. Aku meminta Rudi penjaga
kampus ini untuk mencucinya. Kukira kau sudah punya yang baru. Pantas
saja, kostum untukmu masih ada. Sorry,” El berceloteh.
Aku mendengus sebal untuk dua alasan. Satu untuk aroma aneh jubah ini dan
satu lagi untuk kecerobohan El.
“Ayolah, jangan ngambek gitu.” El menggodaku.
"Kamu sudah merusak penampilanku, El. Ross bisa pingsan
betulan.” Terbayang wajah Ross, lawan mainku di panggung nanti.
El tetap terlihat santai, “Coba aku telpon Ann, mungkin dia bisa mencarikan
jubah untukmu.”
Nah, begitu lebih baik. Aku nyaris memeluk El sekadar mengucapkan
terimakasih. Tapi ia keburu berkelit sambil menutup hidungnya.
“El, awas kamu!” makiku sambil tertawa.
***
Riuh tepuk tangan penonton menyambut akting kami. Berlama-lama dengan Ross
dipanggung benar-benar satu hal yang aku nikmati. Biarlah El yang menjadi
pangeran yang menyelamatkan Ross, toh aku yang lebih lama dengannya. Walaupun
itu hanya di panggung, bukan kenyataan sesungguhnya.
Aku menghampiri Ann di belakang panggung, mengembalikan jubah yang
dipinjamkannya. “Kalau tidak ada kamu, mungkin Ross bakal benar-benar
pingsan.”
“Jubah siapa yang kamu pakai sebelumnya, Tom?” Dua alis tebalnya bertaut,
membuat rautnya semakin menarik, tidak kalah cantik dengan Ross sebenarnya.
“Will itu siapa?” aku balik bertanya, lupa bertanya pada El soal
Will. Aku anggota teater paling baru di kampus ini. Nama Will saja baru
tahu malam ini gara-gara jubah yang tertukar tadi.
Ann menutup mulutnya sambil terbelalak. Aku semakin penasaran. “Hei,
ada apa?”
“Will itu nama patung kesayangan Ross, yang jadi maskot klub teater kita.
Pantas saja, aku melihat Will ehm... tanpa kostum.”
Aku teringat patung dengan mimik paling jelek, mirip Frankenstein. Will
lebih pantas menghuni rumah hantu menurutku. Selera Ross benar-benar aneh. Ann
menyesap kopi panas yang masih mengepul. Sesaat kemudian, dia menyodorkan satu
gelas lagi untukku.
“El!” terdengar teriakan Ross dari ruangan sebelah. Aku dan Ann bergegas
menghampiri gadis tercantik di klub sekaligus kampus ini. Wajahnya
terlihat masam, sambil memeluk Frankenstein. Eh, maksudku Will.
“Kenapa kamu biarkan Will kedinginan?”
Aku menatap Ann bingung. Tidak ada jawaban yang kudapatkan. Hanya satu
kesimpulan kalau gadis cantik itu punya obsesi yang aneh. Aku batal suka.
*492 kata*
penjagal hati.. #eh
ReplyDeleteHihihi bayangin Ari Lasso pake kostum kayak Kluk Kluk Klan :D
DeleteJangan2... Ross jadian sama Will :v..
ReplyDeleteJadian sama boneka, penyakit gila nomer berapa ya? *ngutip istilahnya Andrea Hirata*
Deletewaduh... will nggak pake baju jadinya.... :D
ReplyDeleteJangan bayangin Will punya tubuh seperti manusia normal :D
DeleteCewek aneh! :-)
ReplyDeleteHahaha iya :)
DeleteSedikit bingung, krn terlalu banyak tokoh dalam sebuah FF *baca lagi*
ReplyDeleteSebenernya cuma 4. Aku, Ross, Ann dan El. Will itu kan cuma patung. Diitung ga, sih? :)
Deleteaku bingung awalnya....perlu baca dua kali baru aku paham maksud cerita. nah, jika pada acara di panggung 'aku' sudah pakai jubah yang lain, mengapa 'WIll' masih telanjang? :)
ReplyDeleteWaduh, masih ribet ya alurnya? ^_^ errr, jubahnya kan masih kotor, belum dicuci. Jadi dialog aku dan El itu beberapa saat sebelum mentas.
Delete