“Assalamualaikum!
Umiiii....” Anisa berteriak.
Umi
mana, sih? Anisa lekas menyimpan tas dan membuka jilbabnya. Kenapa rumah sepi
sekali, ya? Biasanya Umi sedang asik membaca buku atau menonton tv. “Cepat salat,
Nis. Setelah itu kita makan bareng,” seperti itu Umi menyambut Anisa. Iya, Umi
selalu menunggu Anisa pulang sekolah untuk makan siang bersama.
“Umi....?” Anisa memanggil lagi sambil bolak baik ke seluruh ruangan. Cape mencari-cari Umi ke
setiap sudut rumah, Anisa memutuskan untuk
salat dulu. Di meja makan, sebakul nasi hangat
masih mengepul lengkap dengan lauk
pauknya yang tersaji.
Eh,
apa itu? Pandangan Anisa tertuju pada secarik kertas yang ditindih gelas. Pesan
dari Umi ternyata.
Anisa, Umi mendadak harus pergi.
Kamu enggak apa-apa kan makan siang sendiri? Nanti Umi pulang kok, sebelum
ashar. Baik-baik di rumah, ya.
Umi
Anisa
manyun. “Ya, Umi....”. keluhnya dalam dalam hati.
Padahal Anisa punya kabar baik. Hari ini ia dapat
pujian dari guru agama di sekolah, Bu Yanti. Nilai hafalan Qurannya dapat angka
paling tingi di kelas. Rasa laparnya tiba-tiba menguap begitu saja. Anisa bete,
sambil memainkan remote tv dan hampir terlelap masih dengan seragam sekolahnya.
credit: flickr.com |
Assalamualaikum.
Bel rumahnya berbunyi.
Anisa
beranjak menuju pintu. Di rumah ini
hanya ada tiga orang ditambah
Bang Ihsan, kakaknya yang sudah SMA. Sementara Abi tugas di luar kota, baru pulang
minggu depan. Baru jam setengah dua. Bukan kebiasaan Bang Ihsan pulang secepat
ini. Siapa, ya? Anisa menerka dalam
hati.
“Anisa?” tanya seorang laki-laki sepantaran
Abi.
Anisa
mengangguk pelan. Hanya sedikit celah pintu yang terbuka. Wajahnya asing, Anisa tidak berani membiarkan
orang ini masuk. “Ada perlu apa, om?”
Anisa menatap laki-laki ini mulai dahi hingga kaki. Rambutnya gondrong dan terlihat acak-acakan.
Beda dengan Kak Yudi, guru ngajinya di mushala yang selalu rapi dan wangi.
“Kamu
harus ikut sekarang dengan Om.”
“Memang
ada apa?”
“Ikut
saja, nanti kamu tahu.”
Anisa
mundur selangkah. Cepat-cepat dibantingnya pintu. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres dengan tamu ini.
“Anisa!”
“Pergi
sana! Anisa enggak mau ikut!”
“Buka
pintunya Anisa!” teriak Om tadi sambil menggedor pintu keras-keras.
Anisa
berlari ke kamar sambil mencari apa saja yang bisa dipakai untuk melawan. Air matanya mulai meleleh. Anisa berjongkok
disudut kamar sambil memeluk lututnya. “Ya Allah, tolong Anisa. Usir jauh-jauh orang jahat ini,”tangisnya dalam hati.
Brak! Rupanya pintu rumah didobrak. Anisa semakin gemetar ketika terdengar langkah kaki menuju
kamarnya semakin jelas.
“Anisa!”
"Jangan
om... jangan bawa Anisa. Pergi.....”
Anisa menangis semakin keras sambil menelungkupkan wajahnya. Bahunya berguncang keras. “Ya Allah, tolong
Anisa.”
“Anisa,
ini Umi. Bangun, nak,” satu
sentuhan lembut membelai wajahnya.
Perlahan
Anisa membuka mata. Dilihatnya sosok Umi tersenyum manis. “Kamu mimpi buruk, Nis?”
Anisa
menghambur ke pelukan Umi yang balas memeluknya hangat. “Lho, kok nangis? Sudah
makan?”
Anisa
menggeleng.
“Tadi
lupa ya, ga baca doa sebelum tidur?
Kali
ini Anisa mengangguk. “Kenapa tadi Umi pergi ga bilang-bilang? Anisa kesepian,
nih.”
Umi
menjawil hidung Anisa gemas. “Maafkan
Umi. Umi baru ingat hari ini ulang tahun
kamu. Nih, ada Quran Syamil buat kamu.”
Anisa
tersenyum malu, ternyata Umi pergi buat membelikan hadiah. Anisa malu sudah bete
duluan. “Makasih, Mi” bisiknya senang.
*pas 500 kata*
Makin rajin ngajinya ya, Nis. :)
ReplyDeleteMba, tak tunggu ikut GA saya lho, ya. DL hari ini jam 23.59 WIB. .