Aku bersama Nadia. Sementara ayah dan
ibu berada tak jauh dari kami. Tetapi kami tak melihat keduanya. Kami hanya
mendengar suara-suara mereka saling berteriak. Lalu suara itu menghilang. Tak
terdengar lagi.
credit |
Hanya suara jangkrik yang hadir,
meningkahi senyapnya malam. Aku berjingkat, mendekati pintu dan membukanya
perlahan. Penasaran ingin tahu apa yang membuat ayah dan ibu
berhenti bertengkar. Beberapa saat sebelum suara mereka
menghilang, aku mendengar suara benda kaca yang pecah. Mungkin gelas, mungkin piring, ah
entahlah. Biasanya esok pagi, lengkingan suara ayah akan memanggilku untuk menyapu
serpihan beling yang terserak.
Aku menoleh ke belakang. Nadia masih
terlihat ketakutan seraya memeluk kedua lututnya. Matanya terlihat
berkaca-kaca. Gegas aku menghampirinya. Aku mengajaknya mendekat, lalu memeluknya, dengan
tangisan yang tertahan.
“Kakak janji akan menjagamu, Nad,”
lirihku.
Aku merasakan guncangan halus di
bahunya, “Nadia takut.”
“Sepertinya mereka sudah cape
bertengkar,” aku membelai rambutnya. Sesaat kemudian Nadia melepaskan
pelukannya, menatapku lekat.
“Kak, kita minggat saja.”
Minggat? Aku mencelos. Ke mana kami akan
minggat? Aku masih dibayangi kengerian berita di tv tentang anak-anak yang
dipaksa ngamen atau mengemis di perempatan.
Aku tidak mau merusak masa depanku, juga Nadia. Meski bertahan di rumah ini tidak membuat kami merasa aman dan nyaman.
Menginap di rumah eyang untuk sementara waktu adalah pilihan yang lebih baik. Entah dari mana kami bisa mendapatkan ongkosnya. Bagaimana kalau ayah menjemput paksa kami? Aku berusaha menepis berbagai kemungkinan yang mengerikan itu.
Menginap di rumah eyang untuk sementara waktu adalah pilihan yang lebih baik. Entah dari mana kami bisa mendapatkan ongkosnya. Bagaimana kalau ayah menjemput paksa kami? Aku berusaha menepis berbagai kemungkinan yang mengerikan itu.
Lamat-lamat terdengar suara langkah kaki
mendekati pintu kamar. Biasanya
selesai bertengkar hebat ayah akan pergi keluar dan kembali dalam mabuk. Kadang rasa gemasnya yang tersisa
dilampiaskannya dengan menampar kami sampai bosan. Itu pasti ibu, bisikku dalam hati.
“Ras, buka pintunya,” panggil ibu.
Nadia menatapku dengan pandangan kosong.
Menjadi bulan-bulanan kemarahan ayah tidak membuat Nadia bersimpati pada ibu.
Selalu saja kata-kata yang terdengar setiap mereka bertengkar tidak pernah
meluputkan uang dan uang.
“Ras, buka pintunya.” Suara
ibu terdengar parau.
Nadia menghampiriku, bersembunyi dibalik
pintu. Aku menatap sekadar meyakinkannya kalau kegerian malam ini setidaknya akan
terjeda. Ya, setidaknya.
“Ras, tolong ibu.”
Rambutnya terlihat kusut masai,
wajahnya tampak lebam dan bercak darah terlihat di lengannya. Satu sisi lengan
ibu lainnya menggenggam leher botol. Botol itu pecah di ujung lainnya.
Aku terhenyak, berusaha memahami apa
yang sudah terjadi.
“Tolong ibu menyingkirkan tubuh ayah
kalian,” ujarnya datar.
Aku tidak tahu harus menolong atau lari.
baguuuus!
ReplyDeletemakasih, tersanjung :D
Deleteterlalu sadis..
ReplyDeletetwist ending yang kepikiran seperti ini,mak. Eh tapi ga mewakili karakter asliku, kok ^_^. Cuma flashfiction aja.
Deletebagus
ReplyDeleteThanks :)
Deletebagus ceritanya
ReplyDeleteTerimakasih, masih belajar, nih :)
Deletewah ada pembunuhan :(
ReplyDeleteAkhirnya sang ibu melawan, terpaksa membunuh untuk membela diri.
DeleteLari aja, deh! :-)
ReplyDeleteLewat belakang rumah dan ngeles dikit sama ibu, ya :)
Deletewah,,,entar bisa dibuat sequelnya nih...dan jadi buku...
ReplyDeleteEh, iya. Baru kepikiran, nih. Dibuat teen novel aja gitu, ya? :)
DeleteSip:)
ReplyDeleteAsik. Tos dulu, ah :D
Deletebaguus mbaak :D
ReplyDeleteMakasih )
DeleteLapor polisi dong :D
ReplyDeleteDIlematis. Antara takut tapi juga kasihan dan entah perasaan apa lagi.
DeleteNiceeeee :D
ReplyDeleteHanya typo typo dikit. :D
Ah iya, baru nyadar. Malu, nih. *melirik semut merah*
Deletekirain ibunya lebam itu jadi korban kdrt. eh iya sih gitu kan. korban kdrt tp balik melawan. keren!
ReplyDeleteIya melawan, dan sekalinya melawan langsung mengirim suaminya ke akhirat.
Deletenice mbak :)))
ReplyDeleteMakasih Mpok Isti :D
Delete