Friday, 23 August 2013

Cinta untuk bumi Kinanah : Sepenggal Cerita dari Bale Asri

Malam itu, ponsel saya bergetar lembut. Rrr...... Ada pesan masuk. Seorang teman memberi tahu saya kalau hari Kamis, tanggal 22 Agustus akan digelar acara monolog dan konser peduli Mesir sekaligus penggalangan dana yang akan digelar di Bale Asri PUSDAI. Beberapa nama di dalamnya sudah familiar buat saya, penyanyi religius Opick dan Ebith Beat A salah dua diantara pengisi acaranya. Noted! Saya pengen dateng meskin acaranya diagendakan dimulai jam 19.30-21.30. Singkat saya dapat exit permit meski nonton sendirian. Solusinya, saya dijemput pulang oleh kakak saya usai acara. Asyik!


Nah, hari itu, saya datang lebih awal. Menjelang maghrib, saya sudah datang di TKP. Belum banyak terlihat pengunjung sepertinya, kecuali panitia yang saya kenali dari ID Card yang mereka pakai. Entah apa pasal, saya memutuskan untuk menunggu acara sambil duduk-duduk di halaman Masjid, alih-alih 'nge-tag' posisi di Bale Asrinya langsung. Eh, menjelang jam 19.00 saya mengenali seorang jamaah yang menyambangi masjid. Reuni kecil, ngobrol sebentar ngalor-ngidul dan temannya yang datang barengan  petang itu tertarik ikutan nonton. Nah, asyik yang kedua, saya punya temen nonton nih. Yipiiiii... 

Selesai shalat Isya, kami bertiga menuju lokasi dan sudah banyak pengunjung yang hadir. Saya disapa salah satu panitia yang memberi kantung plastik berisi air mineral dan tissue. Ini Asyik yang ketiga, setelah sebelumnya petugas penitipan tidak bisa menerima titipan sepatu/sandal,  kantung plastik ini bisa jadi solusi. Riskan kalau membiarkan sandal di belakang. Bakalan repot nantinya pas pulang nanti mencari sandal diantara 2000-an alas kaki pengunjung lainnya. 


Acara yang sedianya dimulai jam 19.30 ternyata molor setengah jam. Tepat jam 20.00 Acara dimulai. Dengan perangkat suara yang apik, Layar  Raksana di sisi kiri panggung menyajikan slide dengan latar beberapa ayat dari surah Yusuf. Nah, bumi Kinanah itu bukan sekali ini saja direcoki aroma iri dengki. Bahkan Nabi Yusuf as sekalipun, mengalaminya. Itulah, mengapa Ayahanda Nabi Yaqub  as melarang Yusuf untuk menceritakan mimpinya."Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia".

 Potongan slide berputar, disambung dengan Pidato Presiden Mursi saat pertama kali dilantik sebagai presiden Mesir. Rambut halus di lengan saya terasa berdiri. Setelah itu, lampu stage meredup. Kali ini Kang Nugi, mantan penyiar radio MQ muncul ke pentas membacakan monolog surat Mohammad El Beltaji untuk putrinya, Asma. Untuk yang satu ini, saya rasa teman-teman semua sudah banyak yang tau, ya? Ada banyak 'postingan' yang wara-wiri di beranda jejaring sosial facebook. Kutipan terakhir dari surat Betalji itu yang menyentuh hati, "Aku tidak akan mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan para sahabatnya di Tepian Telaga Surga Kautsar dan itu adalah pertemuan dimana kita bisa memliki satu sama lain."

Nah, setelah kang Nugi, giliran kali ini giliran ustadz Yusuf Burhanudin Lc yang hadir di stage. Saat itu, beliau mengenang saat pertama kali menjejakan kakinya di Mesir, 9 September tahun 1999. Ada rasa cemas yang mnggelayut, dengan bekal yang tersisa 40 dolar (kurang lebih empat ratus ribu) apakah akan cukup untuk 9 orang yang ada? Allah maha Baik, bukan untuk hitungan mingguan, tapi bahkan sampai 8 tahun lamanya beliau dan teman-teman bisa bertahan di Mesir dan menyelesaikan kuliahnya. Atas kebaikan warga Mesir, beliau dan teman-teman tidak pernah luput dari perhatian dan kasih sayang warga di sana. Bahkan mereka menanyakan dimana mahasiswa Indonesia saat akan memberikan sembako. "Mana orang Indonesia? Mana orang Indonesia?". Saat itu, satu janji dipegang teguh. Akan selalu menyayangi Mesir, sekalipun ia termasuk mereka yang membantai. Tidak ada nada dendam yang saya tangkap malam itu.  Allah tidak pernah tidur, pertolongan Allah untuk Mesir pasti akan datang 

Edcoustic yang hadir ke pentas kemudian.  Edcoustic membuka penampilannya dengan lagu favorit saya. Jalan Masih Panjang disusul dengan Muhasabah Cinta. Saya nyengir mendengar lagu kedua ini. Kalau pernah patah hati, pasti familiar dengan lagu ini. Halah, kok, malah curcol, ya? :D


Selesai pentas Edcoustic, ustadzah Mimin Aminah dengan lemah lembut suaranya sanggup menggetarkan pengunjung. Saya merinding dibuatnya. Saat kita menyaksikan ribuan rakyat Mesir meregang nyawa, kekejaman dan penindasan militer yang menyiksa saudara-saudaranya sendiri, yakinlah kalau Allah ada untuk kita. Kita mempunyai doa sebagai senjata orang Muslim. Saat tubuh terluka, saat darah mengalir, saat  musuh melancarkan tipu daya, Allahlah pembalas makar terbaik.  Saat Mesir dibantai, tanpa kita sadari, Aqidah kita juga terancam. Tepukan halus beliau menyapa hadirin. "Apakah diantara kita ada yang belum shalat ghaib? Apakah diantara kita sudah ada yang mendoakan saudara-saudara kita di Mesir? Kalau belum, berdoalah, karena itu pertanda lemahnya iman. Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri."

Kang Hari BPM melanjutkan acara malam itu dengan mengajak pengunjung untuk bersenandung Istighfar. Lagu yang sudah cukup familiar buat kita semua. Astaghfirullah Raba Barayaa Astaghifirullah minnal Khothaaya.... AH siapa yang tidak 'ngeh' dengan lagu ini? Silahkan digoogling :)

Nah, usai Kang Hari, giliran Ustadz Hilman Rosyad yang muncul ke pentas panggung. Beliau bercerita, ada empat negara Islam yang ditakuti barat. Siapa saja mereka? Ada Mesir, sebagai Ummu Dunya, atau Ibunya dunia. Lalu Saudi Arabia  yang dilemahkan barat dengan menciptakan sistem monarkhi dalam pemerintahannya, Turki sang pemegang khilafah yang dilemahkan dengan paham sekulernya dan terakhir Indonesia. Ah, sudah tahu sendiri, kan, dengan apa negeri ini dilemahkan. Hiks....

Itulah, saat ini, kita sebagai bangsa Indonesia membutuhkan Allah, butuh pertolongan Allah untuk mengeluarkan negeri ini dari keterpurukaannya. Beliau mengajak kita untuk mengingat kembali isyarat dari Rasulullah saw. Kita akan ditolong Allah kalau kita mau membantu saudaranya. Ya, Mesir salah satunya. Bayangkan, jika 4 negeri ini ini bisa keluar dari cengkraman barat!

Selesai ustadz Hilman turun dari stage, tiga orang personil naik ke panggung. Satu dengan gitar, satu personil membawa perkusi dan sau lagi dengan dandanan ala DJ. Ah, siapa lagi kalau bukan Ebith yang tampil? Lagu Dina Amparan Sajadah dkemas dengan irama sudanese yang apik dilanjutkan dengan lagu doa untuk orang tua dan Ya Rabi Ya Mustafa mengajak pengunjung bernyanyi bersama dengan pembawaannya yang enerjik. Malam itu, Ebith menawarkan satu jersey timnas Indonesia untuk dilelang. Hasil dai penjualan jersey itu akan disumbangkan untuk penggalangan dana untuk Mesir. O, ya sebelum Ebith pentas, petugas berkeliling diantara pengunjung untuk mengumpulkan dana.  Semoga sedikit banyak dana yang terkumpul akan menjadi saksi sebagai bukti cinta kita pada saudara kita, yaaa. Aamiin.

Selesai Ebith menghentak stage dengan penampilannya, lampu kembali meredup. Sedianya, malam itu panitia akan mngadakan interaksi langsung dengan ustadz Nandang Burhanudin Lc langsung dari Mesir  via Facebook atau Skype sehingga kita bisa berinteraksi langsung dengan 'face to face'. Sayang sekali, karena pihak Militer memblokir akses internet, akhirnya interaksi malam itu hanya bisa dilangsungkan via HP - itupun kabarnya  komunikasi jalur telepon juga diawasi -  yang diperdengarkan dengan bantuan mic. Saya kurang bisa menangkap pembicaraan yang kurang jelas, tapi intinya,  beliau menyampaikan bantuan  berupa materi dan doa akan sangat berarti sekali bagi saudara-saudara kita di sana. 

Sebelum Opick hadir menutup acara, Gus Oong naik ke stage dengan membawakan monolognya. 
.....
Kenapa kah para binatang masih punya cinta dan kasih sayang
Kepada sesama binatang
Tanpa membatas kehidupan dengan politik dan agama
Mesir, kenapa kamu, Mesir?
Mesir Sungguh kamu memalukan
Agama kalian  dibuat  kemana?
Allah kalian dibuat kemana
....
Mesir, darah dagingmu yang terkoyak
Dalam pembantaian yang membabi buta
Atas nama apa dan demi apa?
Mesir, banjir darah...
Darah dagingnya sendiri
Mesir
Setan mana yang memperdayakan kalian?
Mesir, Mesir...
Kalian memalukan peradaban manusia

Yaa Manan Yaa Hanan yang dibawakan Opick sepertinya menjadi penutup acara. Saya dan teman mencuri start duluan untuk keluar dari arena. Dengan 2000an pengunjung yang hadir, saya mencari aman untuk terhindar dari desa-desakan. 
Malam itu, langit di atas Bandung cerah, menyambut doa yang mengangkasa untuk sadara-saudara di Mesir. Di sini langit b egitu bersih, cerah dengan gemintang mengintip dengan sinarnya yang cemerlang. Semoga Langit yang sama juga akan hadir di bumi Kinanah. Aamiin ya Allah.
Share:

2 comments:

  1. iya sekarang ini justru binatang yang lebih punya rasa belas kasihan

    ReplyDelete
  2. Ga bisa ngomong lagi deh ya Mba Lisa buat komentarin ulahnya Asisi.

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.