Friday 5 April 2013

Charming Dentist

l 
Dentist alias dokter gigi. Profesi keren tapi sekaligus ditakuti, bikin keder pasien-pasien. Setidaknya itu yang ada di pikiran saya, mendengar desingan suara bornya saja sudah membuat malas untuk membuka mulut, pasrah dengan tindakan dokter gigi berikutnya. Kebanyakan teman-teman punya pikiran sama, kan, dengan saya?


Sebelum lepas kuliah, saya paling males dan ogah pergi ke dokter gigi. Apalagi, beberapa pengalaman saya bertemu dokter gigi yang judes dan ketus selalu jadi alasan buat menemui dokter gigi.

Sampai akhirnya di penghujung tahun 2010  seorang teman merekomendasikan seorang dokter gigi untuk dikunjungi. "Orangnya ramah, sabar, kalem. Kamu pasti nyaman sama dia," begitu saran teman saya. Ya sudah, saya coba menemuinya.

Ah, ternyata bener. Dokter muda dan cantik yang satu ini jauh sekali dari kesan horor yang melekat buat sebagian dokter gigi. Sambil menangani pasien, dokter cantik yang ternyata sudah punya 8 putra-putri ini pintar membuat pasien tenang. Selain sambil berdzikir, bu dokter ini juga mengajak pasien buat ngobrol santai. Dan tentunya bukan junk topic, ngerumpi ngalor ngidul lho ya. Enggak jarang juga, beliau menyampaikan permisi, "punten, yaaa" saat melakukan tindakan untuk membersihkan karang gigi.

Satu hal yang mebuat saya takjub adalah daya ingatnya yang luar biasa. Jarak kunjungan pertama saya dengan kunjungan berikutnya agak molor dari reminder yang dituliskan dalam buku control yang ditulisnya. Dalam jeda itu, saya akhirnya berhasil mendapatkan perawatan wajah yang cocok alias pas. Eh, tampak seperti out of topic ya? Tunggu sebentar, saya selesaikan ceritanya dulu ya, dan bukan bermaksud buat jualan.

Saat kunjungan kedua itu, dokter terlihat pangling dengan penampilan saya.
"Eh, Fi pangling kamu. Pake apaan sih? Waktu pertama kali ke sini kamu ga secerah ini deh,". Errrr, setelah beberapa bulan, di antara ratusan pasien yang sering dia tangani dia masih inget saya, ya? Buat saya ini spesial.  Obrolan lalu berlanjut saat pemeriksaan, tentu saja enggak menganggu proses pemeriksaan. Ngeri banget, kan, kalau tiba-tiba desing bor itu tiba-tiba salah sasaran?
Satu kelebihan dokter yang satu ini, selain ketenangannya yang luar biasa, dia juga hafal beberapa hal yang menurut kita sepele. Bukan cuma saya aja, itu juga yang dialami teman saya. Tidak heran kalau pasiennya  yang banyak - yang darang dari berbagai latar itu - mau bersabar menunggu giliran.

Soal fee, jangan khawatir, tarifnya sedikit diatas tarif puskesmas apstinya, tapi untuk ukuran dokter praktik banyak yang lebih mahal. Misalnya, kemarin ini ada saru gigi yang harus ditambal, ditrambah scaling saya cukup membayar dua ratus ribu aja. Sementara di klinik lainnya, tarifnya bisa mencapai 250 ribu aja buat tambal gigi.

Eh, saya ga bermaksud jadi public relationnya beliau lho. Tapi satu poin yang saya catat dari karakter beliau, profesi yang dijalani dengan sepenuh hati, terutama yang berhubungan dengan banyak orang seperti dokter gigi ini tidak semua orang bisa mewujudkannya. Dan, aura positif itu nular, bertemu dengan orang yang humble, menyenangkan itu bisa melumerkan suasana hati lawan bicara.
Baru saja kemarin berkunjung untuk jadwal kontrol, dan kesan ramah dan hangat dari dokter gigi yang masih muda ini tetap sama dengan sebelumnya.
Ah, barakallah bu dokter.

*Gambar ngopy dari http://www.123rf.com/photo_7761886_young-dentist-working-with-her-patient.htm*




Share:

0 Comments:

Post a Comment

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.