Monday 5 March 2018

Mengenal Sistem BPJS Kesehatan [Sponsored Post]

Dibanding negera-negara lainnya, Indonesia termasuk Negara yang masih baru memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang terstruktur. Tepatnya sejak tahun 2014, Indonesia sudah mengimplementasikan sistem pembiayaan kesehatan dengan nama sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)  kesehatan.


Sistem Rujukan Berjenjang

Hingga saat ini memang masih banyak yang bingung dan tidak mengerti dengan alur berjenjang yang diterapkan oleh pemerintah. Ribet. Begitu kesannya. Banyak pasien yang tidak paham ketika menggunakan layuanan BPJS ini. Sebelum BPJS berjalan, banyak pasien yang memilih untuk langsung berobat ke dokter spesialis untuk mengobati keluhan penyakitnya. Uniknya, kebiasaan melompati alur ini sepertinya cuma bisa kita jumpai di Indonesia saja, lho. Sementara di Negara-negara lainnya, pasien-pasien akan berobat ke dokter sesuai dengan jenjang yang sudah ditetapkan. Huaaa, soal ini saya baru mudeng. Kira-kira kenapa, ya? Ada yang tau?

Jadi, seperti ini lho ilustrasi rujukan berjenjang yang diterapkan oleh BPJS. 
Ketika kita sakit, maka langkah pertama yang dilakukan untuk mengobati adalah dengan mengikuti tahap pelayanan primer. Pada  tahap ini kita berkonsultasi/berobat dulu ke dokter umum/Puskesmas. Di sini, dokter yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan kompetensinya akan memberikan rujukan berikutnya ke tahap rujukan sekunder (bila membutuhkan pengobatan lebih lanjut). Di tahap sekunder ini kita akan dipertemukan dengan dokter spesialis untuk penangangan penyakit lebih lanjut.


Bagiamana kalau ternyata masih memerlukan penangangan/pengobatan lebih serius karena penyakitnya ternyata cukup kompleks? Dokter di tahap rujukan sekunder akan memberikan rujukan pada pasiennya untuk pengobatan lebih lanjut atau rujukan tersier untuk mendapatkan layanan paling tinggi dengan penanganan dari dokter subspesialis. By the way, yang dimaksud dengan dokter sub spesialis ini paling banyak kiya temui di rumah sakit pendidikan. Misalnya saja RSCM di FKUI, atau RS Sardjito di FKUGM. Paham, ya. :) 



Nah, masyarakat yang belum paham soal ini akan merasa kesal. Karena mereka merasa ditolak ketika ingin langsung berobat ke dokter spesialis yang diinginkannya. Padahal sebenarnya bukan dilarang, tapi memang harus bertahap, mengikuti alur yang sudah ada. Kenapa kesal, karena ya itu tadi, kebiasaan langsung lompat ke dokter spesialis, begitu menggunakan kartu BPJS ternyata ga bisa langsung 'potong kompas' begitu saja.

Secara umum, kasus penyakit memang ditangani lebih dulu oleh dokter umum di tahapan primer, kecuali bila terjadi situasi yang sangat serius, pasien bisa ditangani langsung oleh dokter subspesialis melalui UGD. 

Terus bagaimana dengan kasus pasien yang mendapat penolakan di UGD? Sebenarnya ini bukan karena diskriminasi,  namun pihak rumah sakit sudah memiliki batasan penyakit yang dikeluhkan bukanlah penyakit serius yang perlu mendapat tindakan di UGD. Di sisi lain, masih banyak pasien yang memang membutuhkan perawatan di UGD.

Sistem Pembayaran BPJS Kesehatan

By the way, kalian sudah terdaftar belum, sebagai peserta BPJS Kesehatan? Seluruh penduduk di Indonesia, wajib lho   untuk menjadi anggota BPJS Kesehatan. BIla belum segera daftarkan diri, ya. Walau masih ada tenggang waktu sampai 1 Januari 2019, sebaiknya jangan ditunda. 

Sejak awal terbentuk, sistem BPJS Kesehatan sudah mengalami beberapa kali perubahan peraturan, terutama soal pembiayaan dan iuran BPJS kesehatan. Peraturan terbaru diterbitkan melalui Perpres No. 19 tahun 2016.

Yang paling jelas dari aturan ini adalah adanya kenaikan biaya iuran bulanan untuk semua anggota BPJS Kesehatan. Dengan jumlah kelas yang sama terdapat perubahan iuran pemyaran dari kelas 1 sampai kelas 3. Untuk kelas 3, biaya iuran bulan yang ditetapkan adalah sebesar Rp. 25.500, kemudian Rp. 51.000,- untuk kelas 2 dan Rp. 80.000,- bagi peserta BPJS kelas 1.

Masing-masing biaya ini harus dibayar secara rutin setiap bulannya. Bila tertunggak, sesuai Perpres No 11 Tahun 2014, tagihan akan diakumulasikan pada bulan berikutnya sampai bulan ke 12 tunggakan. Selama penunggakan ini, kartu BPJS peserta akan mati atau dalam status non aktif. Selain harus membayar tagihan yang tertunggak, peserta BPJS juga diwajibkan membayar denda sebesar sebesar 2% dari nilai tunggakan. Coba hitung, harus bayar berapa? Lumayan juga ternyata setelah dihitung, ya? Nah, agar tidak merepotkan kita, sebaiknya memang kita membayar secara teratur setiap bulannya. Lagipula kita tidak tahu kapan akan membutuhkan kartu BPJS ini. Ya, kan?

Untuk sistem bayar tagihan BPJS, pemerintah sudah memfasilitasinya dengan cara yang mudah dan sederhana. Kita bisa membayar langsung via ATM, SMS Banking, internet banking atau bisa juga via kantor pos, dan mini market seperti Indomaret. Bagi peserta BPJS Kesehatan yang berstatus karyawan perusahaan, sistem pembayaran jauh lebih mudah, karena akan dibayar secara otomatis oleh perusahaan tempat kita bekerja. Tau beres saja, asal memang kita sudah mengurus administrasinya.
Share:

6 comments:

  1. Iya teh BPJS berjenjang jika faskes 1 ga bisa nanganin baru dirujuk ke faskes selanjutnya nah ini yang masih miss kek aku juga pengennya dapat rujukan ke Rumkit buat lahiran tapi faskes 1 ga kasih hehehe..semoga next faskes 1 nya pilihan aku juga punya peralatan yang mumpuni jadi pengguna jasa BPJS bener-bener trust buat pengobatan disitu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lho kok ga kasih rujukan? Kenapa, Va? Mudah-mudahan next layanana rujukannya lebih baik dan memuaskan, ya. Selain lahiran gitu mah mending kita sehat aja selalu, ya. Gapapa ga kepake, juga. hehehe

      Delete
  2. Aku pengguna dari jaman masih ASKES dulu karena bapak PNS. Jadi dulu sering manfaatin karena aku alergian, dokter spesialis kulit kan mahal ya. Enak pakai ini, bisa ke puskesmas bilang alerginya apa trus langsung ke spesialis deh. Nah sekarang sok2an ga sabaran jadi ke RS swasta :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi.... iya, mehong lah kalau dokter spesialis, mah. Apalagi kalau soal kulit, secara kalau nyalon atau ke klinik khusus mah ga nahan ya pake duit sendiri :)

      Delete
  3. aku udah punya bpjs tapi belum pernah dipake hehe. kemaren mikirnya "duh ribet kok harus dirujuk dulu sih baru ke spesialis?" ternyata emang ada aturannya gitu ya, baru tau mba hehe. makasih atas infonya (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak soalnya kalau ga diatur gitu nanti pasien malah numpuk di rumah sakit. Ga diatur aja antriannya mengerikan, ya. Terus kasian juga tim puskemas nanti diskip padahal banyak SDM yang bagus juga di Puskesmas.

      Delete

Silakan tinggalkan jejak di sini, saya bakal kunjung balik lewat klik profil teman-teman. Mohon jangan nyepam dengan ninggalin link hidup. Komentar ngiklan, SARA dan tidak sopan bakal saya delete.